Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Energi Baru Terbarukan

Inpres soal EBT Sangat "Urgent" Ditunggu Investor

Foto : ANTARA/NOVA WAHYUDI

PLTS UNTUK LAHAN PERSAWAHAN I Petugas membersihkan panel surya yang berada di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Irigasi Tanjung Raja yang dibangun di Desa Tanjung Raja, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Kamis (18/11). PLTS yang memiliki kapasitas sebesar 16 kilowatt tersebut dipergunakan untuk menghidupkan pompa air yang menyalurkan air dari Sungai Enim ke lahan persawahan milik warga yang berjarak sekitar satu kilometer dengan ketinggian sekitar 30 meter.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penegasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada jajarannya agar memastikan investasi yang masuk ke Indonesia harus ke energi baru terbarukan (EBT) mesti ditindaklanjuti dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres). Dengan demikian, dasar hukumnya lebih kuat itu sehingga masyarakat akan menunggu tindakan nyata dalam membangun EBT.

Selama ini, EBT sama sekali tidak dibangun karena hanya mengacu pada keputusan rapat yang sifatnya sebatas imbauan dan tidak mengikat. Dalam Inpres itu pun diharapkan mengharuskan PLN menyerap listrik EBT sebanyak mungkin tanpa pembatasan dan dengan harga yang wajar.

Sebelumnya harga dari pemerintah untuk listrik EBT dibeli seharga 15 sen per kWh, namun seiring berjalannya waktu makin turun menjadi 11 sen per kWh. Kalau harga tersebut terus ditekan sehingga tidak wajar seperti di Bali dan Jawa Barat, maka pembangunan tidak akan berlanjut karena swasta akan default.

Meskipun ada perusahaan yang mau tanda tangan, namun mereka tidak membangun. Anehnya, tidak digugat oleh PLN karena sebenarnya mereka adalah konconya. Jadi, mereka membuat kontrak yang tidak masuk akal dan terkesan murah, tapi tidak dibangun.

Sementara investor yang kredibel, mereka akan terima jika harga normalnya sekitar 11 sen per kWh. Kalau dikasih harga 4 sen maka tidak akan dibangun karena tidak masuk akal seperti di Bali.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top