Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Pokok

Inovasi Pengolahan Pangan Lokal Sangat Dibutuhkan

Foto : ISTIMEWA

MUHAMAD MARDIONO UKP RI Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan - Bahkan akibat sampah makanan, Bappenas memperkirakan negara setidaknya mengalami kerugian ekonomi mencapai 213– 551 triliun rupiah per tahun

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pengolahan pangan lokal memerlukan inovasi untuk mengurangi tingkat kehilangan dan pemborosan makanan atau food loss and food waste. Utusan Khusus Presiden (UKP) RI bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan, Muhamad Mardiono, di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan kiprah para praktisi dan pakar pangan sangat dinantikan untuk melakukan berbagai inovasi pada pangan lokal.

"Kiprah mereka sangat kita nantikan untuk melakukan inovasi pengolahan pangan lokal sehingga tak perlu lagi ada pangan yang hilang atau terbuang karena diolah dengan efisien dan disukai masyarakat," kata Mardiono dalam FGD bertema Inovasi Pengolahan Pangan Lokal sebagai Gerakan Nasional Pengurangan Kehilangan dan Pemborosan Makanan.

Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang bernilai gizi sangat tinggi termasuk rempah-rempah yang melimpah, pangan lokal, dan menu tradisional di setiap daerah. Itu akan menjadi modal mewujudkan ketahanan pangan sehingga masyarakatnya bebas dari ancaman kekurangan gizi kronis (stunting) dan kemiskinan ekstrem.

Pentingnya gerakan pengurangan food loss and food waste itu karena sebanyak 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahunnya di dunia. "Bahkan akibat sampah makanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan negara setidaknya mengalami kerugian ekonomi mencapai 213-551 triliun rupiah per tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia," kata Mardiono.

Di sisi lain, sampah makanan juga menyumbang 8-10 persen emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Berdasarkan data The United Nations Environment Programme (UNEP), Indonesia menempati peringkat ke-4 sebagai negara dengan produksi sampah makanan terbesar di dunia setelah Tiongkok, India, dan Nigeria dengan total sampah makanan mencapai 21 juta ton setiap tahun.

Sudah Mengkhawatirkan

Pakar pertanian dari UPN Veteran Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan pemerintah harus melakukan berbagai upaya baik saat panen maupun pascapanen untuk mengurangi tingkat kehilangan dan pemborosan makanan karena tingkatannya untuk Indonesia sudah mengkhawatirkan yaitu sekitar 22 persen. "Dengan volume produksi yang cukup besar dan kehilangan sampai 22 persen bagi negara berkembang termasuk tinggi," katanya.

Saat panen perlu mekanisasi untuk menekan. Selain itu, sistem ijon harus diberantas karena cenderung mendorong panen dilakukan sebelum tumbuhan masak sempurna, sehingga tingkat kerusakannya tinggi. Misalnya, pada beras banyak yang pecah karena dipanen sebelum benar-benar berisi.

Sedangkan untuk tahap pascapanen, pemerintah harus mendorong edukasi kecukupan 2.000 kalori sehari, lewat pola makan harapan ke masyarakat sehingga ini bisa mengurangi food waste.

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan Indonesia tidak kekurangan sumber pangan lokal. Jika diolah, akan sangat membantu mengurangi kebergantungan pada makanan dari beras.

"Penting untuk mendorong diversifikasi pangan lokal supaya ke depan kebergantungan pada pertanian monokultur (beras/padi) berangsur berkurang dan diganti pertanian multikultur dan pangan lokal," tegas Awan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top