Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Daya Saing

Infrastruktur Berkelanjutan Terkendala Pembiayaan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan masih terkendala pada keterbatasan sumber pembiayaan. Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Endra S. Atmawidjaja di Jakarta, Kamis (6/6) mengatakan anggaran infrastruktur di kementeriannya cukup besar dengan rata-rata di atas 100 triliun rupiah, namun mampu memenuhi kebutuhan.

Dalam lima tahun (2015-2019) total anggaran Kementerian PUPR sebesar 548,4 triliun rupiah yang terbagi tahun 2015 sebesar 119,6 triliun rupiah, tahun 2016 sebesar 98,1 triliun rupiah, tahun 2017 sebesar 106,3 triliun rupiah tahun 2018 sebesar 113,7 triliun rupiah dan tahun 2019 sebesar 110,7 triliun rupiah.

Dengan keterbatasan itu, maka pembiayaan infrastruktur seperti jalan tol perlu melibatkan masyarakat melalui badan usaha. "Dengan demikian anggaran infrastruktur yang ada dioptimalkan bagi pembangunan di kawasan perbatasan, daerah terpencil maupun infrastruktur kerakyatan seperti air minum, sanitasi, jembatan gantung, rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah semakin diperluas cakupan layanannya," kata Endra.

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan infrastruktur menjadi pilihan logis dan strategis semata-mata untuk meningkatkan daya saing Indonesia sekaligus untuk mengejar ketertinggalan. Sebab, Indonesia sempat mengalami krisis ekonomi yang berdampak pada penundaan dan penghentian pembangunan dan pemeliharan infrastruktur.

Sejak tahun 2015 pemerintah mengalihkan belanja subsidi menjadi belanja produktif berupa pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Namun demikian dampak kebijakan pembangunan infrastruktur tidak serta merta dapat dirasakan dalam jangka pendek.

"Kita banyak membangun infrastruktur di Papua, Papua Barat, NTT dan kawasan perbatasan," kata Basuki.

Daya saing tambahnya diperlukan untuk menarik investasi baik dari dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan produksi nasional dan membuka lapangan kerja yang akan mengurangi jumlah pengangguran.

"Infrastruktur yang kurang memadai akan membuat produk Indonesia sulit bersaing. Rendahnya konektivitas yang mengakibatkan biaya logistik kita lebih mahal daripada Malaysia, Singapura atau bahkan Filipina," katanya.

Dijelaskan bahwa dalam membangun konektivitas dilakukan secara sinergi multimoda. Misalnya, Kementerian Perhubungan membangun pelabuhan dan bandara, maka Kementerian PUPR akan menyediakan akses jalan bebas hambatannya.

Sebelumnya, daya saing infrastruktur Indonesia mengalami peningkatakan pada tahun 2019 berdasarkan rilis peringkat daya saing 2019 yang dikeluarkan oleh lembaga riset yang berbasis di Swiss, IMD World Competitiveness Center. Daya saing Indonesia melesat 11 peringkat tahun ini ke posisi 32 dari sebelumnya di peringkat 43. ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top