Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinerja Ekonomi - Sebanyak 69 Juta Penduduk Tergolong Rentan Miskin

Inflasi dari Barang Impor Mesti Terus Dicermati

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

>>Depresiasi rupiah masih berpotensi memicu imported inflation pada bulan depan.

>>Tekanan inflasi dari harga pangan akan langsung meningkatkan angka kemiskinan.

JAKARTA - Pemerintah diharapkan terus fokus menjaga laju inflasi. Sebab, di tengah risiko ketidakpastian ekonomi global saat ini, tekanan inflasi bisa menghambat berbagai pencapaian ekonomi nasional.

Bila inflasi melonjak maka daya beli masyarakat bakal terkikis, sehingga berpotensi meningkatkan angka kemiskinan dan menekan laju pertumbuhan ekonomi yang kini sudah mengalami stagnasi di level 5 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi Mei 2018 sebesar 0,21 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi April 2018 yang sebesar 0,1 persen.

Sementara itu, untuk inflasi tahun kalender sebesar 1,3 persen, sedangkan inflasi tahun ke tahun (year on year) sebesar 3,23 persen.

Menanggapi hal itu, ekonom Indef, Eko Listiyanto, mengatakan dengan melihat fenomena ini maka kemungkinan besar inflasi Juni bisa lebih tinggi, mencapai 0,60 persen. Salah satu faktor yang mendorong kenaikan inflasi itu adalah depresiasi rupiah.

Indikatornya, defisit neraca perdagangan melonjak drastis karena impor tumbuh tinggi dibandingkan ekspor. "Impor diperkirakan terus meningkat, walaupun ada depresiasi nilai tukar.

Jadi ternyata depresiasi nilai tukar tidak menghambat peningkatan impor karena permintaan menjelang Lebaran tetap tinggi," ungkap Eko, di Jakarta, Senin (4/6).

Bagi importir, lanjut dia, kenaikan harga impor akibat pelemahan rupiah akan dialihkan kepada konsumen sehingga keuntungan mereka tetap tinggi.

"Sehingga kekhawatiran dari fenomena inflasi di bulan Juni nanti adalah adanya imported inflation yang meningkat karena depresiasi nilai tukar," jelas dia.

Inflasi Mei sebesar 0,21 persen itu menunjukkan bahwa inflasi Ramadan-Lebaran 2018 tak sekuat inflasi Ramadan-Lebaran tahun-tahun sebelumnya.

"Harapannya, semoga inflasi yang dianggap rendah kali ini bukan karena daya beli masyarakat yang melemah," tukas pengamat ekonomi dari Universitas Brawijaya Malang, Imron Rozuli.

Menurut Imron, tekanan inflasi tak bisa dianggap remeh, terlebih yang berasal dari konsumsi rumah tangga dan harga pangan. Konsumsi rumah tangga memiliki porsi sekitar 56 persen dalam struktur produk domestik bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran.

"Jika konsumsi rumah tangga melemah, target pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,4 persen kian sulit dicapai," tegas dia.

Sementara itu, imbuh Imron, harga pangan berkontribusi sekitar 50 persen terhadap laju inflasi dan 73,5 persen terhadap garis kemiskinan.

Oleh karena itu, inflasi pangan akan langsung mendongkrak jumlah penduduk miskin yang per September 2017 mencapai 26,58 juta orang atau 10,12 dari populasi.

Jadi Tantangan

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, menyatakan bahwa pada 2019, pemerintah harus bisa menurunkan tingkat kemiskinan.

Selain itu, sasaran tingkat pengangguran pada 2019 adalah 4,8-5,2 persen. Dia menilai pada tahun ini secara jumlah, kemiskinan berhasil ditekan.

Namun, status rentan miskin masih jadi tantangan. Bambang mengungkapkan pada September 2017, sekitar 10,12 persen atau setara 26,58 juta warga Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.

Di dalam kelompok tersebut ada 9,78 juta jiwa yang dikategorikan sangat miskin karena hidup di 80 persen di bawah garis kemiskinan. Saat ini, masih ada juga 69 juta jiwa yang tidak tergolong miskin.

Golongan tersebut, menurut Bambang, masuk dalam kategori relatif rentan miskin, yang hidup pada kisaran garis kemiskinan 1,5 kali.

"Kita harus berjaga-jaga jangan sampai 69 juta jiwa ini kembali ke kelompok miskin atau di bawah garis kemiskinan. Jadi untuk kemiskinan, kita harapkan 2018 ini bisa di bawah 10 persen dan untuk 2019 bisa pada kisaran 8,5-9,0 persen," papar Bambang. ahm/SB/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top