Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Strategi Pembangunan I Pemerintah Perlu Perkuat Ekosistem Riset Kesehatan

Indonesia Seharusnya Menjadi Pengekspor Obat

Foto : Sumber: BPS, Kemenperin - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Saatnya belajar dari pandemi, Indonesia harus mulai memproduk alkes sendiri.

» Pemerintah perlu meningkatkan dana riset, terutama untuk produk farmasi.

JAKARTA - Kebijakan yang tepat untuk menghentikan impor obat-obatan dan alat kesehatan (alkes) perlu didukung oleh banyak pihak, terutama kementerian terkait mulai dari Kemenkes, Kemendag, Kementerian BUMN. Indonesia seharusnya menjadi pengekspor alkes, obat-obatan, dan bahan baku obat, bukan justru impor.

"Pentingnya memperkuat produksi dalam negeri agar devisa negara tidak habis terkuras untuk impor alkes, obat, dan bahan baku obat-obatan. Pada tahun 2021, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk impor alkes mencapai 12 triliun rupiah. Ini angka yang besar," kata Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, kepada Koran Jakarta, Selasa (28/12).

Apa yang disampaikan Badiul ini menanggapi keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yaitu menghentikan impor alkes, obat-obatan, dan bahan baku obat. Untuk itu, Presiden Jokowi meminta jajarannya mengupayakan agar alkes, obat-obatan, dan bahan baku obat dapat diproduksi pelaku industri dalam negeri.

"Alat-alat kesehatan, obat-obatan, bahan baku obat, kita harus berhenti untuk mengimpor barang-barang itu lagi. Kita produksi sendiri di negara kita," kata Presiden Jokowi pada acara peletakan batu pertama Rumah Sakit Internasional Bali, di Denpasar, Senin (27/12).

Kebijakan Afirmatif

Lebih jauh, Badiul berpandangan pemerintah harus mengambil kebijakan afirmatif dengan membeli alkes, bahan baku obat, dan obat-obatan. Kita perlu menggunakan produk kesehatan dalam negeri dan membelanjakan anggaran pembelian alkes di dalam negeri.

"Pemerintah perlu memperkuat ekosistem riset untuk sektor kesehatan, termasuk penggunaan skema pendanaan riset melalui dana abadi riset," ucap Badiul.

Ia menerangkan pasar dalam negeri sangatlah besar. Sangat disayangkan apabila ceruk pasar yang besar ini hanya dimanfaatkan negara luar. Sudah saatnya belajar dari pandemi Indonesia mulai memproduk alkes sendiri.

Peneliti Ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet, menegaskan untuk mencapai visi menghentikan impor alkes pemerintah perlu membangun ekosistem industri farmasi dari hulu sampai hilir.

Salah satu ekosistem yang penting dalam produk farmasi adalah kemampuan menghasilkan produk riset bahan baku produk farmasi. Untuk gelatin misalnya, Indonesia masih banyak mengimpor.

Tentu untuk menciptakan produk gelatin, Indonesia perlu meningkatkan dana riset terutama untuk produk farmasi. Seperti yang diketahui secara umum, dana riset dan pengembangan di Indonesia, hanya berkisar 0,28 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Padahal jika mengacu pada kiblat produk farmasi seperti Jepang dan Korea Selatan, dana R&D mencapai 3 sampai 4 persen dari PDB," ucapnya.

Selain dana riset, jumlah peneliti juga menjadi penting. Data tahun 2017 menunjukkan personel peneliti di Indonesia mencapai 64 ribu orang. Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand jumlah tersebut masih relatif kecil, karena di Thailand sendiri mempunyai 138 ribu peneliti.

"Saya kira orkestra riset produk farmasi ini akan menjadi sub-tanggung jawab dari BRIN yang belum lama ini dibentuk oleh pemerintah," pungkasnya.

Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo, mengatakan Yogyakarta punya pengalaman memproduksi alkes dengan PT MAK yang bisa sampai mengekspor produksi bed rumah sakit. Hal itu bisa terjadi karena kualitas produksinya bisa bersaing dengan produk impor.

"Kata kuncinya kualitas dan kuantitas yang cukup untuk bersaing dengan impor. Yogyakarta punya pengalaman dengan PT MAK. Maka yang dibutuhkan adalah serangkaian kebijakan untuk memastikan mana yang kita kuat bersaing dengan impor, itu didukung," kata Susilo.

Susilo menekankan yang paling penting adalah daya saing sehingga pemerintah harus fokus pada peta jalan daya saing nasional di sektor kesehatan. Indonesia sudah memiliki BUMN dan perusahaan farmasi yang besar. Sehingga BUMN dan swasta bisa saling mendukung untuk mengalahkan produk impor. "Kata kuncinya kualitas dan kuantitas, dan kita bisa kalau fokus dan serius," tandasnya.

Menteri BUMN, Erick Thohir, mengatakan untuk menekan impor bahan baku obat, BUMN Indofarma akan fokus mengembangkan industri herbal. Indonesia memiliki alam dan budaya yang mendukung untuk pengembangan industri herbal.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top