Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Reformulasi Ekonomi I Pemerintah Harus Meningkatan Produktivitas Dalam Negeri

Indonesia Lemah Mengatasi Impor dan Memacu Produktivitas

Foto : ISTIMEWA

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad - Setidaknya dalam reformulasi kebijakan kemandirian ekonomi itu menyasar pada enam program prioritas

A   A   A   Pengaturan Font

» Pemerintah harus memperkuat non-tariff measures sebagai penahan importasi.

» Perkuat pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan produk UMKM.

JAKARTA - Pemerintah diimbau melakukan reformulasi kemandirian ekonomi di tengah dinamika global yang mengalami perubahan dan ketidakpastian yang tinggi. Reformulasi itu agar Indonesia lebih mampu dan responsif dalam menghadapi setiap tantangan terutama dari eksternal.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, dalam seminar kajian tengah tahun 2022 lembaga tersebut di Jakarta, Rabu (6/7), mengatakan setidaknya dalam reformulasi kebijakan kemandirian ekonomi itu menyasar pada enam program prioritas.

"Prioritas pertama, pangan tidak boleh dilupakan dan tidak boleh ditiadakan. Pemerintah harus mendorong peningkatan produktivitas dalam negeri," kata Tauhid.

Menurut dia, ada lima komoditas yang importasinya masih cukup besar pada 2022. Selain gandum yang diimpor 100 persen, ada kedelai, bawang putih, daging sapi, dan gula pasir.

Pemerintah RI, katanya, memiliki kelemahan dalam mengatasi importasi dan masalah produktivitas. Sebab itu, produktivitas yang dimulai dari tenaga kerja hingga penggunaan teknologi dalam pemenuhan kebutuhan pangan harus diperhatikan.

"Kalau kita ingin reformulasi dari sisi pangan, ini harus dibenahi, termasuk beberapa komoditas importasi yang cukup besar dalam tahun 2002 ini dan cenderung beberapa komoditas yang posisinya tidak banyak berubah dari tahun ke tahun," kata Tauhid.

Langkah selanjutnya adalah peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada sektor industri prioritas dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Berdasarkan data Kemenperin, hampir 50 persen industri di dalam negeri memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang kurang dari 50 persen.

Dia berpendapat penggunaan produk dalam negeri harus memprioritaskan mesin dan peralatan pertambangan, mesin dan peralatan migas, alat berat, konstruksi dan material handling, hingga peralatan elektronika dan peralatan telekomunikasi.

"Belajar dari negara lain, tentu ada mitra lokal yang mampu meningkatkan kualitasnya sehingga bisa meningkatkan TKDN. Ini saya kira potret 2022 yang perlu kita lihat semakin lebih dalami," katanya.

Prioritas ketiga adalah pemerintah harus memperkuat non-tariff measures (NTM) sebagai penahan importasi agar bisa mendorong peningkatan kualitas dan kapasitas produk-produk yang bisa dikembangkan di dalam negeri. Indonesia termasuk negara yang paling sedikit menerapkan NTM sehingga produk impor cukup mudah masuk ke pasar domestik.

"Amerika, Uni Eropa, Tiongkok, dan sebagainya mengembangkan NTM sebagai salah satu barrier ketika menghadapi impor yang cukup besar agar industri dalam negeri juga punya kemampuan untuk bersaing dan lebih mandiri," katanya.

Keempat, papar Tauhid, adalah memperkuat investasi pada sektor hulu migas. Berdasarkan catatan, realisasi di sektor investasi migas cenderung turun dalam tiga tahun berakhir yang berakibat pada kurangnya keyakinan terhadap kemandirian migas.

Kelima, lanjutnya, adalah mengembangkan fondasi inovasi. "Kompleksitas produk, diversifikasi produk itu basic-nya adalah inovasi, tapi kita tahu bahwa peringkat kita dalam inovasi itu masih sangat rendah. Dari 132 negara, kita baru peringkat 87," ungkapnya.

Oleh sebab itu, pemerintah disarankan mengembangkan inovasi di bidang lingkungan peraturan, pendidikan tinggi, kredit dan investasi, pengetahuan prakerja dan kreativitas online.

Belanja Pemerintah

Terakhir yang dibutuhkan untuk mereformulasi kemandirian ekonomi Tanah Air adalah memperkuat pengadaan barang dan jasa pemerintah khususnya UMKM.

Potensi pembelian produk dalam negeri melalui belanja pemerintah memang besar yakni mencapai 1.055 triliun rupiah, namun pembelian di kementerian/lembaga masih rendah yakni 7 persen, belanja pemerintah provinsi baru 4 persen, dan kabupaten/kota 18 persen.

"Bagaimana akan menyerap 1.000 triliun rupiah atau target pemerintah 400 triliun rupiah kalau target untuk memperkuat penggunaan produk dalam negeri tidak menjadi satu kesatuan yang penting dalam belanja pemerintah," katanya.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Wisnu Wibowo, mengatakan berkaitan dengan pangan, masyarakat sebagai konsumen harus dilibatkan agar membeli atau mengonsumsi barang sesuai kebutuhan dan lebih memprioritaskan pemanfaatan produksi dalam negeri.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top