Indonesia Harus Jadi Ibu Kota Kebudayaan Dunia
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon
Foto: Koran Jakarta/M. FachriKementerian Kebudayaan kini berdiri sendiri di Kabinet Merah Putih. Pemisahan Kementerian ini dari Kementerian Pendidikan diharapkan menjadi tonggak pemajuan kebudayaan yang bermuara pada Indonesia menjadi ibu kota kebudayaan dunia.
Presiden RI, Prabowo Subianto, telah melantik kabinet untuk menjalankan roda pemerintahan sampai 2029. Dalam kabinet Merah Putih terdapat beberapa kementerian baru yang pada kabinet sebelumnya sektor tersebut dikelola satu kementerian saja. Salah satunya Kementerian Kebudayaan.
Gagasan soal Kementerian Kebudayaan memang sudah muncul sejak lama. Dengan menjadi kementerian yang berdiri sendiri, pengelolaan kebudayaan bisa lebih fokus, mengingat Indonesia merupakan negara dengan ragam bentuk kebudayaan. Secara regulasi, sudah banyak Undang-Undang (UU) yang mengatur soal seni dan budaya, termasuk UU Pemajuan Kebudayaan.
Sebagai kementerian yang berdiri sendiri, menarik melihat bagaimana pengelolaan kebudayaan ke depannya. Mengingat sebelumnya kebudayaan berada di bawah Kementerian Pendidikan. Untuk mengetahui mengetahui pengelolaan pendidikan ke depannya, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Ma'rup, mewawancarai Menteri Kebudayaan, Dr. H. Fadli Zon, SS, M.Sc. Berikut petikan wawancaranya.
Sejauh ini apa yang telah dilakukan Kementerian Kebudayaan?
Kami keliling ke berbagai stakeholder kebudayaan kita untuk mendengar langsung dan menyerap aspirasi sekaligus bagaimana kita bisa memberikan apa yang terbaik bagi bangsa dan negara. Kementerian Kebudayaan juga biasanya disatukan dengan Kementerian Pendidikan, disatukan dengan Kementerian Pariwisata, tapi dengan banyak aspirasi dari seniman dan budayawan jadilah Kementerian Kebudayaan bisa berdiri dan bekerja untuk memajukan kebudayaan.
kami ini adalah alat, dan alat harus diperalat. Kebudayaan bisa maju karena kerja sama antar-stakeholder. Tidak top down atau down top, tapi segala arah. Jadi, kami ini adalah pelayan di bidang kebudayaan.Untuk itulah, kita perlu masukkan agar intervensi kebijakan, kemudian juga policy yang dalam hal ini, dan juga program-program bisa langsung menyentuh hal-hal yang memang perlu kita perbaiki.
Bisa Anda jelaskan terkait pentingnya pengelolaan kebudayaan oleh kementerian yang berdiri sendiri?
Menurut saya, ini suatu tonggak, kesempatan, tantangan juga bagi saya untuk memajukan kebudayaan. Di negara lain cukup banyak kebudayaan berdiri sendiri juga. Kita ini negara bukan hanya diversity, tapi kita ini mega-diversity. Kekayaan kita luas sekali.
Ini adalah Kementerian Kebudayaan pertama di Republik Indonesia dan sebagai komitmen dari komitmen Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk memajukan Kebudayaan. Maka Kementerian Kebudayaan berdiri secara independen, berdiri sendiri dan kemudian tentu saja harus bekerja memfasilitasi seluruh seniman, budayawan, di samping tentu saja rakyat di dalam melakukan ekspresi budaya.
Kita ini harus jadi Ibu Kota kebudayaan dunia, karena kita ini di hampir semua fase peradaban itu ada. Dan dari artefak-artefak yang ada memang kita ini tertua. Lukisan purba tertua di dunia saja adanya di Indonesia. Itu kan ekspresi budaya yang konkret, tidak ada di tempat lain. Jadi, ini harus jadi bagian dari reinventing Indonesia identity, menemukan kembali identitas manusia Indonesia.
Untuk struktur organisasinya sendiri seperti apa?
Dalam konteks struktur organisasi dan tata kelola di Kementerian Kebudayaan ini, sudah turun Peraturan Presiden-nya. Kita mempunyai tiga dirjen yang akan berada di Kementerian Kebudayaan. Satu Sekjen, sekarang PltSekjennya adalah Bapak Profesor Bambang Wibawarta.Beliau adalah Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) dua kali, Wakil Rektor (UI), dan juga seniman sebenarnya.
Kemudian, kita akan ada tiga Direktorat Jenderal (Ditjen), yaitu Ditjen Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi, Ditjen Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan, lalu Ditjen Pengembangan Pemanfaatan Pembinaan Kebudayaan. Di bawah tiga Ditjen ini, nanti akan ada kurang lebih empat masing-masing direktorat.
Untuk program prioritas dan keberlanjutan program dari kementerian sebelumnya seperti apa?
Program yang sudah ada dikembangkan. Kita butuh SDM lebih besar. Kita akan segera konsolidasi, tapi tetap program yg sudah dicanangkan, dilanjutkan yang jalan dilanjutkan. Jadi, kita akan melakukan juga checking, melihat segala sesuatunya.
Salah satunya soal diplomasi kebudayaan. Tetap repatriasi harus kita jalankan, terlebih yang sudah ada payungnya yaitu MoU. Repatriasi dari benda-benda budaya kita yang penting, ini akan tetap berjalan, kalau perlu makin kita gencarkan.
Kami juga ada empat program prioritas dalam lima tahun ke depan. Program tak ditargetkan selesai dalam 100 hari, namun berjalan baik jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Pertama, Warisan Budaya Dunia. Program ini berfokus pada konservasi situs warisan budaya, pengakuan UNESCO, dan advokasi internasional. Kami ingin meningkatkan pengakuan atau registrasi di UNESCO lebih banyak lagi. Tahun ini, bulan Desember, rencananya ada tiga yang diajukan, Reog Ponorogo, Kebaya, dan Kolintang dari Sulawesi Utara.
Kami akan mencoba melobi UNESCO untuk memperbanyak pengakuan atas warisan budaya. Sebab, warisan budaya takbenda milik Indonesia yang mendapat pengakuan UNESCO baru 13.
Kami mendorong usaha-usaha yang sudah dilakukan dari bawah, mulai kabupaten/kota, provinsi dan nasional bisa segera diakui UNESCO. Warisan budaya takbenda Indonesia ada sekitar 2.000, namun baru diakui sangat sedikit.
Saya kira ingin kita tingkatkan kehadiran warisan budaya kita yang begitu kaya dan memang kekayaan budaya kita saya kira tidak ada bandingnya di dunia lain di negara lain ini yang ingin kita optimalkan.
Kedua, program Revitalisasi Tradisi Lokal. Kami bakal melestarikan seni bahasa dan kearifan lokal yang mulai memudar dengan melibatkan komunitas lokal dalam kegiatan pelestarian.
Ketiga, Budaya Digital dan Ekonomi Budaya. Kami akan mengembangkan platform digital dalam karya budaya, seperti film, animasi, dan video game. Hal ini untuk mendukung promosi budaya dan mempercepat pertumbuhan industri berbasis budaya. Saya kira di sini ada irisan dengan kementerian lembaga lain, tapi dalam persoalan konten budaya di hulu, saya kira berkepentingan mempromosikan budaya Indonesia.
Keempat, Diplomasi dan Promosi Kebudayaan. Kami bakal menjalin kerja sama internasional melalui festival budaya, pameran, pertukaran budaya, rumah budaya Indonesia, dan media sosial untuk memperkenalkan budaya Indonesia, baik di dalam negeri maupun dunia internasional.
Meski terpisah, tapi kebudayaan masih menjadi urusan di kementerian lainnya. Untuk pengelolaannya seperti apa?
Pasti ada irisan-irisan, pasti ada pertemuan-pertemuan termasuk nanti Badan Ekraf gimana kita atur hulu ke hilir, dan perlu kerja sama antara Kementerian Kebudayaan, Ekraf, pendidikan, dan lain-lain.
Nah, oleh karena itu, di dalam berbagai kesempatan kita menampung aspirasi, menampung juga pandangan, kritik, masukan-masukan agar Kementerian Kebudayaan tidak salah di dalam penyelenggaraan program-program ini. Karena kita tahu bahwa kita juga mempunyai irisan dengan beberapa kementerian dan lembaga lain.
Ada beragam regulasi terkait seni dan budaya. Kira-kira ke depannya akan seperti apa?
Kita berharap nanti mungkin ada semacam Omnibus kebudayaan, Omnibus law kebudayaan, sehingga UU kebudayan itu jadi satu, semuanya dimasukkan ke situ. Ada budaya, ada perfilman, ada pemajuan kebudayaan, kemudian soal museum, musik semua jadi satu kesatuan.
Daripada terpisah-pisah dari UU budaya yang ada, lebih baik menjadi satu UU besar namanya UU Kebudayaan. Sekarang kan terpisah, UU Perfilman sendiri, cagar budaya sendiri, ada yang sedang ajukan UUPermuseuman, nanti kita diskusikanlah, kita kaji supaya substansinya tidak lepas.
Apakah akan ada pemetaan juga terkait pengembangan kebudayaan ke depannya?
Tentu ada semacam roadmap-nya ke depan. Kebudayaan menjadi fokus dalam membangun identitas, jati diri, karakter, pengembangan sumber daya Indonesia serta landasan dalam program pembangunan serta meningkatkan identitas nasional dan perekat. Jadi, ada narasi strategi ini kebudayaan sebagai pemersatu, kekuatan ekonomi, kekuatan diplomasi, pembentuk jati diri bangsa. Empat pilar kebudayaan ini yang saya kira kita coba rumuskan.
Pemetaan juga penting karena kebanyakan gedung-gedung seni yang berada di taman budaya domainnya di pemerintah daerah. Ini kita perlu petakan hulu ke hilir, ada artspace bagi masyarakat ekspresikan diri.
Ya, tentu itu akan menjadi masukan yang penting, masukan sangat berharga untuk kita kembangkan. Kita ingin mewujudkan kementerian kebudayaan sebagai fasilitas pendukung, seni ekspresi budaya kita sangat luas, dari tradisi sampai pop culture. Kita akan petakan dulu di mana kita perlu intervensi, di mana kita harus dorong, di mana kita kolaborasi dengan berbagai pihak.
Tadi disinggung soal revitalisasi museum. Pengembangannya kira-kira bagaimana?
Saya kira memang perlu kita revitalisasi museum-museum kita baik dari sisi penampilannya. Saya ini kan pencinta museum, saya sudah keliling melihat museum di 100 negara, dan ini museum-museum kita harus tampil menyesuaikan diri, beradaptasi dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, misal tampilan-tampilan digitalnya, narasinya. Bukan hanya artefaknya saja, tapi artefak itu harus dinarasikan, supaya juga bisa interaktif, bisa dinikmati terutama generasi baru mereka suka jika ada sentuhan teknologi dan interaktif belajar.
Jumlah museum kita mungkin hampir 500 ya, pemerintah dan swasta. Nanti kita akan kerja sama dengan asosiasi museum Indonesia dan juga dengan yang lain. Jadi, harus ada peningkatan museum kita supaya bisa presentable. Di negara lain oran datang dan antre, bahkan mau membayar mahal
Ini untuk diketahui juga bahwa Kementerian Kebudayaan sejauh ini sudah mempunyai satu BLU. Mungkin nanti akan kita kembangkan. Di sini menampung ada 18 museum dan 34 cagar budaya,termasuk di dalamnya Museum Nasional, lalu ada Galeri Nasional, ada museum-museum sejarah di dalamnya, ada candi-candi, mulai dari Candi Borobudur, Candi Prambanan, pengawasan, dan sebagainya. Jadi, ini kita masih menata berusaha untuk mengejar, terutama hal-hal yang sifatnya penataan organisasi benar-benar.
Beberapa waktu lalu ada audiensi dengan insan film. Hasilnya seperti apa?
Dalam konteks perfilman Indonesia, tentu saja ini merupakan bagian dan juga Kementerian Kebudayaan karena film adalah sebuah produk budaya. Saya mendengar kekuatan film Indonesia dan saya menyaksikan semakin banyak penontonnya dan semakin tinggi apresiasi terhadap film. Jadi, kita harus meningkatkan semangat sampai perfilman Indonesia menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri dan sampai yang menjadi tuan rumah atau yang diapresiasi film-film dari luar.
Penonton Indonesia ini kan sangat banyak. 280 juta orang Indonesia, saya kira kalau dibilang pangsa-pasar pun jadi pemirsa penonton film Indonesia ini sangat besar. Tahun ini, kalau tidak salah, penonton film Indonesia ini termasuk memecahkan rekor, dan ini saya kira harus kita apresiasi sebagai prestasi dari perfilman Indonesia.
Ke depan, kita berharap film Indonesia bisa menjadi bagian dari diplomasi budaya kita di luar. Bagaimana film sangat mudah untuk dicerna dan mudah diterima oleh dunia, bisa mengikuti festival film. Kita berharap suatu saat film Indonesia juga bisa mendapatkan mungkin semacam penghargaan seperti film Korea yang bisa ekspansif karena kita negara besar.
Kira-kira kendala untuk industri perfilman apa saja?
Masalah layar yang kurang itu bagaimana kita menyiasatinya supaya semakin banyak layar-layar di daerah. Sehingga film Indonesia, film lokal itu bisa diterima, bisa penonton kita signifikan jumlahnya.
Terkait industri musik bagaimana Anda melihatnya?
Ini mungkin belum kita berbicara secara umum musik tradisional, ini masih musik dalam bentuk besar. Saya kira perlu ada sentuhan tersendiri, afirmasi terhadap musik tradisional kita yang memang merupakan kekayaan budaya nasional yang mungkin lebih butuh juga perhatian dalam hal ini.
Yang menarik juga Korea, karena Korea ini, saya tanya bagaimana Kpop ini bisa maju bahagia sekali? Jadi salah satunya memang, terutama memang, kata dia apa ini campur tangan pemerintah? Tapi kata mereka campur tangan pemerintahnya tidak terlalu besar.
Memang yang paling besar itu adalah bagaimana mereka menciptakan iklim itu. Para pelaku kebudayaannya sendiri dalam hal ini adalah para pelaku Kpop-nya sendiri mereka luar biasa disiplin dengan program yang ada, dan seterusnya yang akhirnya bisa Kpop gitu, yang dibilang sebagai pop culture bisa diterima mula-mula di sebagian kecil negara, di Asia, di Asia Tenggara, akhirnya juga ke Eropa dan ke dunia.
Jadi, kita juga ingin suatu hari musik Indonesia tentu saja selain menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tapi juga bisa diterima juga oleh negara-negara lain, yang bahasa Korea bisa didengarkan, dinikmati oleh negara-negara, bahkan bukan hanya Asia, tapi juga Eropa dan Amerika.
Indonesia yang jumlah penduduknya 280 juta dengan kaya bahasa juga saya kira memiliki peluang yang sama. Mudah-mudahan dari masukan-masukan ini kita bisa menciptakan ekosistem musik yang baik.
Berita Trending
- 1 Hasil Survei SMRC Tunjukkan Elektabilitas Pramono-Rano Karno Melejit dan Sudah Menyalip RK-Suswono
- 2 Cagub DKI Pramono Targetkan Raih Suara di Atas 50 Persen di Jaksel saat Pilkada
- 3 Pelaku Pembobol Ruang Guru SMKN 12 Jakut Diburu Polisi
- 4 Panglima TNI Perintahkan Prajurit Berantas Judi “Online”
- 5 Tim Pemenangan Cagub dan Cawagub RIDO Akui Ada Persaingan Ketat di Jakut dan Jakbar