Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Pokok I Harga Beras Harus Untungkan Petani dan Terjangkau Konsumen

Indonesia Akan Jadi Lumbung Pangan Dunia kalau Kapasitas Petani Diperkuat

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and/ones
A   A   A   Pengaturan Font

» Tingkat harga yang bisa menyejahterakan petani harus dilihat dari komponen biaya produksi plus keuntungan yang layak.

» Indonesia harus menghadapi tantangan makin tuanya petani yaitu hampir 70 persen berumur di atas 50 tahun.

JAKARTA - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) mendukung skema dan simulasi harga padi dan gabah kering panen (GKP) dari pemerintah pusat yang diharapkan bisa menguntungkan petani, tetapi juga tidak memberatkan konsumen. Dengan harga yang menguntungkan bagi petani diharapkan semakin memotivasi mereka meningkatkan produktivitas, sehingga mimpi Indonesia menjadi lumbung pangan dunia bisa terealisasi.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, saat mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Desa Lajer Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jateng, pada Kamis (9/3), mengatakan dalam kunjungan Presiden yang juga didampingi Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, itu membahas usulan skema harga padi atau gabah kering panen yang disampaikan Badan Pangan Nasional.

Penentuan harga itu, kata Ganjar, penting agar di satu sisi petani tetap untung, namun di sisi lain harga beras di pasar diharapkan tidak melambaung tinggi sehingga terjangkau masyarakat.

"Badan Pangan Nasional juga menyampaikan untuk dibuatkan satu simulasi. Simulasi inilah yang nantinya akan dipakai untuk penentuan berapa sebenarnya harga di tingkat petani yang layak agar masyarakat nanti tidak merasa berat untuk membeli harga berasnya," kata Ganjar.

Pengamat ekonomi, Nailul Huda, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Jumat (10/3), mengatakan tingkat harga yang memberikan kesejahteraan ke petani harus dilihat dari berapa besar biaya produksi plus keuntungan yang layak bagi petani.

"Maka dari itu, penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah menjadi sangat penting dan ada unsur perlindungan terhadap petani serta menjaga harga beras tetap terjangkau," tegas Nailul.

Menurut dia, kemampuan konsumen juga harus diperhitungkan karena bagaimanapun petani merupakan konsumen beras juga. Oleh karena itu, kebijakan HPP dan harga eceran tertinggi (HET) harus benar-benar menjaga keseimbangan kepentingan dari petani dan konsumen.

Pertanian Multikultur

Sementara itu, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Awan Santosa, mengatakan Indonesia memang mempunya potensi besar menjadi lumbung pangan dunia asal konsisten dengan kebijakan produksi dan tata niaga yang demokratis dan berupaya mensejahterakan petani.

Tak hanya itu, pemerintah juga perlu mengoptimalisasi keanekaragaman pangan sebagai basis pertanian multikultur sesuai dengan pangan dan kearifan lokal.

"Pangan lokal yang akan membuat Indonesia menjadi lumbung pangan global," papar Awan.

Pada kesempatan lain, Deputi Asisten Utusan Kerja Presiden (UKP), Ahmad Yakub, mengatakan impian mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045 mendatang, seperti yang diungkapkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, bukanlah hal yang mustahil bila grand design pembangunan pertanian dan pangan secara konsisten dilakukan.

Produktivitas pertanian, seperti padi, bawang merah, cabai, dan jagung menurut Yakub dapat diupayakan dengan memperhatikan enam faktor utama dan satu faktor penopang, yaitu irigasi, teknologi, varietas unggul, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta pemberdayaan petani, ditambah satu faktor penopang yaitu kepastian harga yang fair untuk petani dan konsumen.

"Petani sebagai aktor utama untuk mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia, kapasitasnya perlu diperkuat. Selain itu, perlu regenerasi petani muda agar produktivitas meningkat," kata Yakub.

Menurut Yakub, Indonesia harus mampu menghadapi tantangan atas makin tuanya petani yaitu hampir 70 persen di atas 50 tahun. Begitu pula dengan kelembagaan petani yang harus kuat secara ekonomi. Selain itu harus mampu mengerem konversi lahan pertanian ke nonpertanian dan menerapkan teknologi on farm dan off farm serta pascapanen agar produksi memiliki nilai tambah yang menguntungkan petani.

"Semoga seluruh elemen bangsa ini aktif untuk turut serta memajukan pertanian dan kesejahteraan petani bisa tercapai, termasuk dalam hal ini gubernur dan bupati," kata Yakub.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top