Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Senin, 13 Jan 2025, 01:15 WIB

Indikasi Kartel Dalam Tata Niaga dan Impor Beras Terkuak

Stabilitas Harga Pangan - Harga Beras Dunia Turun Setelah RI Umumkan Setop Impor

Foto: antara

JAKARTA - Dugaan dan kecurigaan masyarakat akan adanya pihak-pihak yang berburu rente meraup keuntungan dari tata niaga dan impor beras akhirnya benar-benar terkuak. Terkuaknya permainan pemburu rente itu setelah harga beras dunia berangsur turun setelah Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan akan menyetop impor beras tahun ini. 

Peneliti Mubyarto Institute, penurunan harga beras dunia menjadi salah satu indikasi tata niaga, importasi, dan pasar pangan global selama ini dikuasai kartel, spekulan, atau pemburu rente pangan.

“Di saat kuasa mereka melemah atau hilang maka harga akan kembali ke harga keekonomian,” kata Awan.

Penurunan harga kata Awan juga bisa dibaca sebagai strategi kartel untuk tetap menguasai pasar dan mengekalkan kebergantungan impor pangan.

“Secara fundamental swasembada pangan mengancam dominasi dan eksistensi mereka. Sebab itu, Pemerintah harus konsisten dan didukung seluruh elemen,” katanya.

Sementara itu, pengamat Pertanian, Fakultas Pertanian, Sains dan Teknologi, Universitas Warmadewa (Unwar), Denpasar, Bali I Nengah Muliarta melihat fenomena harga beras global dan kebijakan Indonesia untuk menghentikan impor beras sebagai dua sisi dari mata uang yang sama.

Kebijakan itu, meskipun bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, memiliki implikasi yang kompleks, terutama bagi petani lokal.

“Ketika pemerintah mengumumkan penghentian impor beras, reaksi pasar global menunjukkan penurunan harga beras dari 640 dollar AS per metrik ton menjadi 400 dollar AS per metrik ton.

Di sisi lain, penurunan harga itu dapat mempengaruhi daya saing produk beras Indonesia di pasar internasional. Penurunan harga beras global mungkin akan berdampak pada harga beras lokal.

“Jika harga beras di pasar internasional turun, ada kemungkinan harga beras di tingkat petani juga ikut tertekan. Petani yang sudah berjuang dengan biaya produksi yang tinggi mungkin akan semakin terpuruk, sehingga berdampak pada pendapatan mereka,” katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan kebijakan untuk menghentikan impor beras memang merupakan langkah strategis untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Namun, pemerintah perlu memahami bahwa dampaknya tidak hanya terbatas pada pasar internasional, tetapi juga pada kesejahteraan petani lokal.

“Dengan kebijakan yang tepat, kita dapat menghindari dampak negatif dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan bagi sektor pertanian Indonesia,” kata Muliarta.

Beberapa langkah strategis harus diambil antara lain perlunya Pemerintah mempertimbangkan program dukungan harga untuk petani, sehingga mereka tidak terpuruk oleh fluktuasi harga global. Subsidi atau mekanisme penetapan harga minimum dapat membantu stabilitas pendapatan petani. Selain itu, perlu membangun infrastruktur pertanian, seperti irigasi dan akses pasar sehingga meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Dengan demikian, petani dapat bersaing meskipun harga beras global turun.

Impor Ilegal

Guru Besar Fakultas Pertanian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Masyhuri, menyebut bahwa fenomena tersebut sebagai konsekwensi hukum permintaan dan penawaran dunia.

Demand supply dunia memang begitu. Selama ini kita impor, kalau kita setop, ya permintaan beras dunia berkurang, jadi harga turun. Logikanya seperti itu, kata Masyhuri.

Hal yang perlu dicermati adalah penurunan harga beras dunia yang signifikan dari 640 per metrik ton menjadi 400 dollar AS per metrik ton dapat berdampak pada Indonesia.

Salah satu risikonya adalah meningkatnya potensi impor ilegal akibat perbedaan harga yang mencolok antara harga beras dunia dan harga domestik.

“Kalau harga dunia lebih murah dari harga Indonesia, risikonya adalah munculnya impor ilegal. Peran pemerintah sangat penting dalam mengetatkan pengawasan agar impor ilegal tidak terjadi,” lanjutnya.

Dengan penghentian impor dan jumlah produksi yang masih belum berlebih pada gilirannya mempermudah pemerintah dalam melaksanakan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

“Dampak dari setop impor, harga di domestik bisa meningkat sehingga memudahkan pelaksanaan HPP. Namun, ini harus diimbangi dengan pengawasan impor ilegal dan memastikan produksi lokal cukup,” katanya.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi sebelumnya mengatakan bahwa tekad menyetop importasi beras yang digagas Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto turut mempengaruhi penurunan harga beras di pasar internasional.

“Bulan ini, India sudah mulai membuka keran ekspornya. Tren harga beras putih pun semakin menurun pada 8 Januari 2025 menjadi rentang 430 sampai 490 per dollar AS per metrik ton,” katanya.

Berdasarkan The FAO All Rice Price Index (FARPI) menyebutkan Indeks di Desember 2024 turun 1,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 119,2 poin. Namun dilihat secara setahun penuh, rerata indeks FARPI di 2024 masih lebih tinggi 0,8 persen dibandingkan tahun 2023.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.