Impor Diperketat, Kontainer Sampah Plastik Menumpuk di Pelabuhan
SAMPAH IMPOR - Petugas mengecek sampah plastik yang mengandung limbah berbahaya dan beracun (B3) sebelum di reekspor ke negara asal di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Senin (29/7).
Foto: ANTARA/M N KANWAJAKARTA - Langkah tegas pemerintah Indonesia terhadap impor limbah menjadi bumerang bagi industri daur ulang plastik. Sebab, sekarang ini pemeriksaan menjadi sangat ketat sehingga membuat ratusan kontainer limbah menumpuk di pelabuhan.
Pihak berwenang memerintahkan pengawasan ketat terhadap impor sampah setelah inspeksi acak pada Mei lalu berhasil menemukan lebih dari 80 kontainer limbah ilegal dari Amerika Serikat (AS), Australia, dan Eropa. Asosiasi Export-Import Plastik Industri Indonesia (Aexipindo) mengungkapkan sekarang ini terdapat sekitar 1.000 kontainer menunggu inspeksi di pelabuhan.
Dari jumlah itu, sekitar 600 kontainer ada di Pelabuhan Batam. Indonesia, Malaysia, dan Filipina adalah di antara negara-negara yang menentang impor limbah, mengikuti langkah Tiongkok yang mulai memberlakukan pembatasan pengiriman sejak tahun lalu.
"Sekarang ini, sampah plastik, termasuk yang berasal dari AS, Jerman, dan Australia, memakan waktu berpekan- pekan sebelum dibersihkan oleh Bea Cukai Indonesia," kata Ketua Aexipindo, Akhmad Ma'ruf Maulana, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (2/8).
Menurut Maulana, penundaan oleh pihak Bea Cukai di pelabuhan Indonesia juga menyebabkan tumpukan sekitar 1.600 kontainer sampah di Singapura, yang sekarang diekspor ke Vietnam dengan harga diskon.
Sementara itu, Juru Bicara Kepabeanan, Deni Surjantoro, mengatakan pemerintah bersimpati atas kekhawatiran importir. "Tapi, inspeksi masih wajib dilakukan karena impor sampah plastik dianggap berisiko," katanya. "Ada kebutuhan untuk meninjau ulang kebijakan yang ada dan menemukan keseimbangan antara melestarikan lingkungan dan melindungi industri dalam negeri," lanjut Deni.
Sebelumnya, Maulana mengungkapkan dalam sebulan terakhir, importir limbah plastik di seluruh negeri telah dipaksa untuk membayar dalam jumlah besar sebagai biaya kelebihan waktu berlabuh (demurrage) dan biaya penahanan.
"Tiga perusahaan telah menutup operasinya karena gagal mendapatkan bahan baku. Jika situasinya berlanjut selama satu atau dua pekan ke depan, lebih banyak perusahaan akan mengikuti," ungkap Maulana.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan, mengatakan Kementerian Perdagangan berencana untuk memperketat aturan impor untuk limbah tidak beracun dengan mewajibkan mitra dagang Indonesia untuk mendaftarkan eksportir dan semua importir lokal untuk disertifikasi.
Sementara itu, industri daur ulang yang beranggotakan 45 perusahaan mengaku telah menginvestasikan triliunan rupiah. "Kami meminta pemerintah untuk mengizinkan impor potongan plastik dengan tingkat pengotor sebesar 5 persen dan membuat pembeli bertanggung jawab dalam hal insinerasinya," kata Maulana.
bloomberg/ils/AR-2
Redaktur:
Penulis: Ilham Sudrajat
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 2 Bayern Munich Siap Pertahankan Laju Tak Terkalahkan di BunĀdesliga
- 3 Dishub Kota Medan luncurkan 60 bus listrik baru Minggu
- 4 Kasdam Brigjen TNI Mohammad Andhy Kusuma Buka Kejuaraan Nasional Karate Championship 2024
- 5 Kampanye Akbar, RIDO Bakal Nyanyi Bareng Raja Dangdut Rhoma Irama di Lapangan Banteng
Berita Terkini
- Menyejukkan Ajakan Ini, Tim Pramono-Rano Ingatkan Pilkada Damai Tanpa Singgung Unsur SARA
- Meriah, Masyarakat Madura Asli Nusantara Kenakan Merah Putih Hadiri Kampanye Pasangan Pram-Doel
- Berita Duka, Tanah Longsor di Padang Lawas Akibatkan Empat Orang Meninggal
- KPK Periksa Gubernur Bengkulu Petahana di Mako Polresta pada Tengah Malam
- Sumatera Barat Dilanda Banjir dan Banjir Bandang