Ilmuwan WHO: Demam Berdarah akan Jadi Ancaman Besar di Eropa, AS, dan Afrika
Nyamuk terlihat di genangan air di pinggir jalan selama infeksi demam berdarah di seluruh negeri, di Dhaka, Bangladesh pada 24 Agustus 2023.
LONDON - Demam berdarah akan menjadi ancaman besar di Amerika Serikat bagian selatan, Eropa bagian selatan, dan wilayah baru Afrika pada dekade ini, kata kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Suhu yang lebih hangat kondusif bagi nyamuk berkembang biak dan menyebarkan penyakit.
Penyakit ini telah menjadi momok di sebagian besar Asia dan Amerika Latin, menyebabkan sekitar 20.000 kasus kematian setiap tahunnya.Jumlah ini meningkat delapan kali lipat secara global sejak 2000, sebagian besar didorong oleh perubahan iklim serta peningkatan pergerakan manusia dan urbanisasi.
Banyak kasus yang tidak tercatat, namun pada 2022 terdapat 4,2 juta kasus yang dilaporkan di seluruh dunia. Pejabat kesehatan masyarakat telah memperingatkan, tingkat penularan diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi pada tahun ini.Bangladesh saat ini sedang mengalami wabah terburuk, dengan lebih dari 1.000 kasus kematian.
"Kita perlu berbicara lebih proaktif mengenai demam berdarah," kata Jeremy Farrar, spesialis penyakit menular yang bergabung dengan WHO pada Mei tahun ini, kepada Reuters.
"Kita perlu benar-benar mempersiapkan negara-negara dalam menghadapi tekanan tambahan yang akan datang… di masa depan di banyak kota-kota besar."
Farrar sebelumnya menghabiskan 18 tahun bekerja di Vietnam untuk menangani penyakit tropis termasuk demam berdarah.Dia kemudian mengepalai badan amal kesehatan global Wellcome Trust dan memberi nasihat kepada pemerintah Inggris mengenai respons terhadap Covid-19 sebelum bergabung dengan WHO.
Farrar mengatakan infeksi ini kemungkinan akan "meningkat" dan menjadi endemik di beberapa bagian Amerika, Eropa, dan Afrika - semua wilayah di mana penularan lokalnya terbatas - karena pemanasan global membuat wilayah-wilayah baru menjadi ramah bagi nyamuk yang menyebarkan dengue.Ia memperingatkan, hal ini akan memberikan tekanan besar pada sistem rumah sakit di banyak negara.
"Perawatan klinisnya sangat intensif, membutuhkan rasio perawat dan pasien yang tinggi," ujarnya."Saya sangat khawatir ketika hal ini menjadi masalah besar di Afrika sub-Sahara."
Kebanyakan orang yang tertular demam berdarah tidak menunjukkan gejala, sehingga angka kasusnya diperkirakan jauh lebih tinggi dibandingkan angka yang dilaporkan.Mereka yang mengalaminya dapat mengalami demam, kejang otot, dan nyeri sendi yang sangat parah sehingga dikenal sebagai "demam patah tulang".Dalam kasus yang parah - kurang dari 1 persen - bisa berakibat fatal.
Tidak ada pengobatan khusus untuk demam berdarah, meskipun vaksin sudah tersedia.Awal pekan ini, WHO merekomendasikan vaksin Qdenga dari Takeda Pharmaceuticals untuk anak-anak berusia 6 hingga 16 tahun di wilayah di mana infeksi tersebut merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan.
Qdenga juga disetujui oleh regulator Uni Eropa, namun Takeda menarik permohonannya di Amerika Serikat awal tahun ini, dengan alasan masalah pengumpulan data.Takeda mengatakan, pihaknya masih melakukan pembicaraan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS mengenai vaksin tersebut.
Mempersiapkan wilayah baru di dunia untuk menghadapi demam berdarah berarti memastikan bahwa dana kesehatan masyarakat dialokasikan di wilayah yang tepat, kata Farrar, termasuk pada cara terbaik untuk mengendalikan nyamuk.
Demam berdarah disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi, yang perilakunya berbeda dengan nyamuk pembawa malaria.Misalnya, mereka menggigit orang di dalam ruangan, dan mereka menggigit sepanjang hari, bukan sepanjang malam.Mereka juga berkembang biak di perairan yang sangat dangkal.
Farrar mengatakan pencegahan yang tepat mencakup perencanaan triaging untuk rumah sakit serta inovasi ilmiah dan faktor-faktor penting lainnya, seperti perencanaan kota, untuk menghindari area genangan air di dekat atau di dalam rumah.
"Kita perlu menggabungkan berbagai sektor yang tidak terbiasa bekerja sama," katanya.
Redaktur : Lili Lestari
Komentar
()Muat lainnya