Ilmuwan Berhasil Identifikasi Spesies Buaya Purba di Thailand
Alligator munensis
Foto: RFA/Nature/Márton SzabóBANGKOK - Para ilmuwan baru-baru ini menemukan spesies aligator yang sebelumnya tidak diketahui dengan struktur tengkorak yang berbeda, yang berkembang subur di Thailand kuno sekitar 230.000 tahun yang lalu. Penemuan ini, menurut sebuah studi baru, telah menawarkan wawasan tambahan ke dalam sejarah evolusi buaya Asia.
"Makhluk tersebut memiliki hubungan evolusi yang dekat dengan buaya Tiongkok," kata penelitian yang diterbitkan pada Kamis (13/7) di jurnal Nature's Scientific Reports.
Identifikasi spesies yang baru digali ini dimungkinkan dengan memeriksa tengkorak fosil yang hampir lengkap secara cermat, diperkirakan berusia lebih muda dari 230.000 tahun.
Spesies prasejarah itu ditemukan di daerah Ban Si Liam di Distrik Non Sung, Provinsi Nakhon Ratchasima, sekitar 300 kilometer timur laut Bangkok. Nama yang dipilih untuk spesies ini, Alligator munensis, diberikan sebagai penghormatan kepada Sungai Mun di dekatnya.
Spesien ini menunjukkan karakteristik tengkorak yang khas, seperti moncong lebar dan pendek, struktur tengkorak yang tinggi, jumlah soket gigi yang berkurang, dan lubang hidung yang diposisikan jauh dari ujung moncong.
Buaya adalah reptil semi-akuatik besar dalam ordo Crocodilia. Sebagian besar ditemukan di habitat air tawar, tetapi ada buaya yang bisa ditemukan di habitat air tawar dan air asin.
Ada dua spesies aligator yang masih hidup yaitu aligator Amerika (Alligator mississippiensis) dan aligator Tiongkok (Alligator sinensis) atau yang juga dikenal sebagai aligator Yangtze, yang ditemukan di daerah kecil di timur laut Tiongkok.
Para peneliti yang menganalisis sisa-sisa fosil dan melakukan perbandingan menyeluruh dengan 19 spesimen milik empat spesies buaya yang telah punah dan buaya yang masih hidup untuk memahami hubungan evolusioner antara makhluk itu dan spesies lain, kata para peneliti dalam sebuah pernyataan.
Menurut penelitian, tengkorak Alligator munensis menampilkan ciri-ciri yang mirip dengan buaya Tiongkok, termasuk lubang kecil di langit-langit mulut, tonjolan di bagian atas tengkorak, dan tonjolan tinggi di belakang lubang hidung.
Para ilmuwan percaya bahwa kedua spesies ini memiliki hubungan dekat dan mungkin berasal dari nenek moyang yang sama yang mendiami dataran rendah sistem Sungai Yangtze-Xi dan Mekong-Chao Phraya.
Kenaikan ketinggian Dataran Tinggi Tibet tenggara sekitar 23 hingga 5 juta tahun yang lalu menyebabkan pemisahan antara leluhur bersama mereka, yang mengarah pada pengembangan spesies yang berbeda, para peneliti berspekulasi.
Para peneliti juga mencatat adanya soket gigi besar di bagian belakang mulut buaya purba, yang menunjukkan potensi memiliki gigi kuat yang mampu menghancurkan cangkang. Mereka mengatakan bahwa makanannya kemungkinan termasuk mangsa bercangkang keras, seperti siput, bersama hewan lainnya. RFA/I-1
Berita Trending
- 1 Pemerintah Konsisten Bangun Nusantara, Peluang Investasi di IKN Terus Dipromosikan
- 2 Kejati Selidiki Korupsi Operasional Gubernur
- 3 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 4 Lestari Moerdijat: Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Inklusif Harus Segera Diwujudkan
- 5 Pertamina Siapkan Akses Titik Pangkalan Resmi Pembelian LPG 3 Kg Terdekat
Berita Terkini
- Dukung Asta Cita, Kajati Ponco Awasi Program Makan Bergizi Gratis di Jawa Tengah
- Tayang 6 Februari 2025, Film Petaka Gunung Gede Angkat Kisah Nyata yang Sempat Viral
- Simak! Ini 7 Strategi Trading Selama Periode Konsolidasi Pasar yang Harus Diketahui
- Teman Baru untuk Kelelawar Paling Kesepian di Inggris
- Pertamina Bangun 159 Desa Energi Berdikari Dukung Swasembada Energi dan Pangan