Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 13 Okt 2021, 00:17 WIB

Iklim Usaha Kondusif untuk Tingkatkan Penerimaan Pajak

Foto: istimewa

Sudah lama sekali penggunaan nomor identitas tunggal (single identity number/SIN) diwacanakan, namun sampai sekarang belum bisa terlaksana karena banyaknya kendala yang dihadapi. Selain belum adanya koordinasi antarlembaga yang selama ini menangani data kependudukan, juga karena kondisi geografis Indonesia yang sangat luas membuat banyak wilayah terpencil belum tersentuh teknologi informasi.

Di negara-negara maju, SIN bukan barang baru. SIN digunakan untuk semua keperluan, baik untuk mendapatkan pelayanan dasar maupun layanan lainnya, misalnya rumah sakit, sekolah, dan juga pajak.

Belakangan, isu SIN ramai lagi diperbincangkan menyusul rencana pemerintah menambahkan fungsi Nomor Identitas Kependudukan (NIK) atau yang dikenal dengan Nomor KTP menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk wajib pajak orang pribadi. Penyatuan ini sejalan dengan rencana pemerintah yang ingin menerapkan SIN di Indonesia.

Alasan pemerintah menyatukan data NIK dan NPWP ini adalah untuk mempermudah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memantau masyarakat yang masuk sebagai wajib pajak. Ini juga akan meningkatkan rasio pajak Indonesia. Saat ini semua masyarakat yang sudah memenuhi syarat, memiliki NIK yang tertera di KTP-nya. Dengan penyatuan NIK dan NPWP maka DJP mudah menelusuri data masyarakat tersebut apakah ia masuk sebagai wajib pajak atau tidak.

Penyatuan NIK dan NPWP yang berlaku mulai tahun depan ini hanya untuk mempermudah DJP mendata masyarakat sebagai wajib pajak. Jika masyarakat belum memiliki penghasilan atau penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu 54 juta rupiah per tahun maka tidak perlu khawatir akan ditarik pajaknya.

Langkah pemerintah menambah fungsi NIK atau Nomor KTP menjadi NPWP sebagai upaya mendorong penerimaan pajak lebih tinggi dan maksimal sah-sah saja. Karena kita tahu sepanjang 2020 realisasi penerimaan pajak tercatat hanya sebesar 1.069,98 triliun rupiah atau hanya 89,25 persen dari target 1.198,82 triliun rupiah. Faktor yang memengaruhi tidak tercapainya penerimaan pajak pada 2020 yakni pandemi Covid-19 dan masih berlanjutnya perang dagang yang mengakibatkan ekonomi global mengalami kontraksi.

Semoga saja dengan bertambahnya fungsi NIK menjadi NPWP sebagai cikal bakal SIN, penerimaan pajak kita akan meningkat secara sistemik. Namun yang lebih penting agar penerimaan pajak kita meningkat, pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang kondusif. Perbanyak insentif agar perusahaan-perusahaan bisa tumbuh dan berkembang setelah hampir dua tahun bergelut dengan perlambatan ekonomi sebagai dampak Covid-19. Trennya sekarang seperti itu, bukan dengan mengenakan pajak baru.

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD, Organisation for Economic Co-operation and Development) dalam laporannya berjudul Tax Policy Reforms 2019 menunjukkan bahwa sejumlah negara terus menurunkan pajak penghasilan pribadi, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah dan menengah serta lansia. Beberapa negara juga telah memperluas insentif pajak untuk mendukung tabungan pensiun dan penabung kecil.

Jadi, sistem apapun yang digunakan jika iklim usaha tidak kondusif maka mengharapkan peningakatan penerimaan pajak bagaikan mimpi di siang bolong.

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis: M. Selamet Susanto

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.