Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ia Telah Bangkit

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kondisi nasional sekarang tengah dipenuhi intrik yang mengarah ke praktik kebangsaan yang tidak sehat. Ada saja kelompok orang yang mengembangkan dengki terhadap kelompok yang di luar mereka. Semua yang berada di luar sebagai kelompok yang harus dimusuhi dan dimusnahkan. Kelompok seperti inilah yang membahayakan kehidupan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Mereka juga mengancam keberadaan negara Republik Indonesia. Persis situasi seperti itulah yang dulu dialami Yesus. Ketika itu ada kelompok di antara bangsa Yahudi yang juga penuh intrik. Mereka menganggap Yesus berada di luar kelompok mereka dan harus disingkirkan. Yesus menjadi ancaman yang mengganggu kepentingan mereka. Yesus dianggap sebagai batu sandungan niat busuk mereka.

Maka, keputusan telah mereka ambil: Yesus harus disingkirkan. Maka terjadilah penangkapan, penyiksaan, dan penyaliban Yesus. Akhirnya, mereka berhasil membunuh Anak Manusia. Tetapi, dapatkah mereka menahan kubur? Sama sekali tidak! Mereka tidak mampu menahan kebangkitan. Yesus tak dapat dicegah oleh mereka untuk bangkit dari kubur. Itulah Paskah: Allah membangkitkan Yesus, Sang Putra.

Hanya dengan cara membangkitkan Yesus dari alam maut, Allah menggenapi karya penebusan Sang Putra. Setiap tahun umat Kristiani mengenangkan Paskah, yaitu kebangkitan Yesus dari mati. Lalu, apakah ini berarti Paskah setiap tahun merupakan pengulangan kebangkitan Yesus? Tentu tidak. Sebagai peristiwa, kebangkitan Yesus hanya terjadi sekali. Kini yang dilakukan setiap Paskah adalah mengenangkan sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus. Dengan mengenangkan diharapkan umat mampu menyelami dan memasuki tiga peristiwa tersebut: sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Melalui sengsara, umat diajak merasakan penderitaan Yesus.

Dia didera, dipukuli, dan disalib. Lewat wafat kita diingatkan bahwa hidup ada batasnya, sehingga harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian. Namun, kematian tidak lagi menakutkan karena telah dikalahkan lewat kebangkitan Yesus dari liang kubur. Kebangkitan membuat kematian tak lagi berkuasa. Dia telah ditaklukkan oleh Paskah Tuhan. Manusia yang ikut bangkit bersama Yesus tak boleh lagi menghamba pada dunia: uang, kekuasaan, dan kenikmatan.

Maka korupsi, kolusi, dan penumpukan kekayaan tak boleh menjadi satu-satunya tujuan hidup. Para elite harus meninggalkan caracara politik busuk, kotor, culas, dan penuh tipu daya. Seperti bangsa merdeka karena lepas dari penjajahan, demikian pula hendaknya, manusia yang telah ditebus harus mengisi hari-hari pascatebusannya. Dia telah dimerdekakan dari penjajahan dan perbudakan kematian.

Bangsa yang lepas dari penjajahan harus mengisi kemerdekaan. Demikianlah manusia yang telah bangkit harus mengisi pembebasan dari kegelapan. Manusia tak boleh lagi hidup dalam kegelapan karena itu berarti berjalan mundur dan mengingkari kebangkitan. Manusia tertebus seharusnya jauh dari dunia lama yang penuh kegelapan: kedengkian, iri, egois, sombong, tinggi hati.

Semua itu adalah kegelapan yang mewarani hidup manusia sebelum ditebus. Maka setelah ditebus seharusnya hidup manusia jauh dari: kedengkian, iri, egois, sombong, tinggi hati. Sebaliknya, dia harus hidup penuh belas kasih, belarasa, tepo seliro, berbagi, rendah hati, altruis, dan bersyukur. Itulah warna yang harus memenuhi hidup manusia dengan label baru "tertebus." Mari hidup dalam alam baru kebangkitan dengan memuja kejujuran, keadilan, belarasa, dan cinta sesama.

Praktik-praktik yang menghinakan kebangkitan seperti memusuhi dan mengintimidasi sesame atau kaum minoritas harus ditinggalkan. Jangan lagi ada orang merasa paling benar. Jangan lagi ada orang merasa paling suci. Jangan lagi ada kelompok terbaik, terhebat, tersuci, dan karena itu berhak menegasikan orang lain yang berbeda pandangan dan keyakinan. Karena semua itu mengingkari kebangkitan.

Komentar

Komentar
()

Top