Hukum dan Kekuasaan di Indonesia
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran - Romli Atmasasmita
Foto: istimewaOleh: Romli Atmasasmita
Hukum lazim dalam definisi para sarjana barat juga di Indonesia diterangkan sebagai norma yang mengatur kehidupan masyarakat agar dapat tertib dan teratur dengan tujuan mencapai kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
Dalam ini hukum dan kekuasaan, definisi tersebut telah tidak relevan lagi karena terlalu menyederhanakan masalah seolah-olah hukum adalah urusan masyarakat saja, sedangkan di dalam kenyataan kehidupan bernegara khususnya di Indonesia, hukum memiliki fungsi dan peranan yang tidak sesederhana apa yang dibayangkan atau diajarkan kepada mahasiwa terutama peserta pendidikan hukum.
Begitu pula pendidikan hukum di Amerika Serikat dan bahkan di universitas-unversitas terkenal, antara lain Yale, Harvard, Berkelay, dan Columbia; hukum diajarkan lebih pragmatis dan mengabaikan secara disengaja materi-materi yang berbau teoritik.
Berkaca pada pendidikan hukum sebagaimana diuraikan di atas, dalam pengamatan saya, hukum dalam pandangan dan penilaian masyarakat, hukum hanya sekadar alat saja bagi individu dalam kehidupan masayarakat untuk menjaga dan memelihara agar hubungan pergaulan dalam segala aktivitas berjalan tertib dan memberikan manfaat yang seimbang antara pemegang hak dan pemegang kewajiban antara satu atau dua orang.
Namun demikian, di dalam pergaulan hidup masyarakat yang lebih luas dalam hubungannya dengan kepentingan negara di satu sisi dan kepentingan invidu dan masyarakat di sisi lain, hukum sering digunakan negara mencapai tujuannya sekalipun harus menegasikan kepentingan masyarakat luas atau dalam bahasa hukum modern dikenal, law as a tool of the powerfull against the powerless.
Dalam konteks pernyataan tersebut dapat disimpulkan, hukum bukan sekadar norma-norma yang mengatur pergaulan hidup individu dalam masyarakat, tetapi hukum juga difungsikan sebagai landasan berpijak negara/kekuasaan untuk mencapai tujuannya sesuai dengan kepentingan kelompok oligarki terkadang jauh dari tujuan menciptakan keadilan sosial atau kesejahateraan rakyat.
Dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, terbukti kepentingan keadilan atau kesejahteraan rakyat terpinggirkan oleh kepentingan oligarki. Contoh, pembangunan perumahan rakyat banyak tergantikan oleh perumahan yang dikelola pebisnis tentu dengan harga yang tidak akan terjangkau masyarakat golongan ekonomi lemah bahkan menengah.
Oligarki yang merajalela disamping kekuasaan bahkan mendukung pendanaan program-program pemerintah dalam beberapa proyek strategis nasional.
Oligarki adalah kekuasaan pemerintahan yang dikuasai oleh sekelompok kecil pengusaha dan elite untuk tujuan kepentingan sekelompok kecil dan pengusaha tersebut; seperti kelompok pengusaha yang menguasai bisnis properti dan pertanahan di seluruh wilayah Indonesia, kini telah menguasai sebagian elite pemerintahan, seperti proyek PIK, pertambangan, dan bisnis perumahan (property).
Selain hukum difungsikan sebagai alat kepentingan oligarki juga hukum digunakan kekuasaan untuk menindas hak-hak rakyat seperti kebebasan hak berpendapat di muka umum, hak rakyat untuk melakukan kritik dan pelaporan pidana kepada polri atas perilaku oligarki malahan sebaliknya dijadikan tersangka pencemaran nama baik atau penghinaan.
Bersifat Multitafsir
Dalam konteks ini dapat diketahui dari lebih seratus peraturan perundang-undangan yang berlaku masih terdapat ketentuan-ketentuan yang bersifat multitafsir sehingga sangat merugikan para pencari keadilan.
Selain anggapan para ahli hukum bahwa hukum berisikan perintah dan larangan yang dalam praktik sangat kaku dijalankan aparatur hukum, hukum juga sering dipraktikan tanpa menggunakan hati nurani selain akal atau logika hukum.
Kasus Misnah, seorang wanita miskin tua mencuri lima buah kakao untuk mengisi hidupnya setiap hari dari suatu perusahaan besar, telah ditangkap dan didakwa serta dijatuhi hukuman sekalipun hukum percobaan; tidak ada solusi hukum yang berkeadilan dan berpihak pada rakyat kecil dan miskin karena norma UU yang dilanggar tampak suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi meskipun untuk dan atas nama keadilan sosial.
Sedangkan di sisi lain, terdapat kasus di mana kekuasaan oligarki yang didukung aparatur hukum dapat seketika memutarbalikkan jarum penegakan hukum yang sangat merugikan kepentingan anggota masyarakat yang memiliki latar belakang sosial lemah dan tidak mampu secara ekonomis.
Kasus-kasus pidana seperti ini terlalu banyak untuk diinventarisasi, namun telah terdapat bukti-bukti kasus sedemikian tanpa ada perhatian atau koreksi dari petinggi hukum di negeri ini.
Hukum dalam doktrin diungkapkan sebagai norma yang diciptakan untuk mengatur kehidupan masyarakat, tetapi hukum itu sendiri harus dijalankan oleh manusia yang disebut dengan aparatur hukum; seharusnya aparatur hukum yang juga adalah pegawai negeri yang telah mengangkat sumpah untuk menjalankan tugas dan wewenang serta bertanggung jawab.
Hukum dalam konteks sistem kekuasaan tidak dapat diingkari akan selalu sejalan dan seiring dengan tujuan kekuasaan dan juga terkadang berlawanan dengan tujuan kekuasaan atau bahkan hukum juga digunakan oleh kekuasaan untuk mencapai tujuannya yang bertentangan dengan tujuan hukum itu sendiri, kepastian dan keadilan bagi semua orang tanpa diskriminasi; bahkan hukum dari kelahiran dan tujuan semula tidak boleh digunakan untuk melakukan kelaliman.
Contoh terakhir yang paling nyata, betapa Mahkamah Konstitusi telah terkooptasi oleh kekuasaan dalam sidang pemeriksaan permohonan uji materi tentang syarat calon presiden dan wakil presiden, begitu pula Pengadilan TUN di mana terjadi perubahan batas usia calon kepala daerah yang lazim dalam perundang-undangan ditetapkan sejak pencalonan diubah menjadi sejak pelantikan yang bertentangan dengan asas-asas hukum, asas kepatutan (billiijekheid) dan asas kepantasan (redelijkeheid).
Berangkat dari proposisi di atas, hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan semata, tetapi kekuasaan tanpa hukum adalah anarki, benar adanya sebagaimana dikatakan almarhum Mochtar Kusumaatmadja.
Berita Trending
- 1 Daftar Nama Jemaah Haji Khusus Akan Transparan
- 2 Jangan Lupa Nonton, Film "Perayaan Mati Rasa" Kedepankan Pesan Tentang Cinta Keluarga
- 3 Sekolah Swasta Gratis Akan Diuji Coba di Jakarta
- 4 Perlu Dihemat, Anggaran Makan ASN Terlalu Besar Rp700 Miliar
- 5 Tetap Saja Marak, Satgas PASTI Kembali Blokir 796 Situs Pinjol dan Investasi Ilegal pada Oktober-Desember 2024