Kamis, 13 Mar 2025, 17:31 WIB

House of Tugu, Wisata Sejarah dan Kuliner

Cita rasa Bihun Kerapu Koh Ashung benar-benar merepresentasi kuliner khas peranakan, rasa kuah kental khas melayu yang berpadu dengan ikan kerapu lembut khas Tiongkok.

Foto: (ANTARA/Nabila Charisty)

JAKARTA - Kali Besar dikenal sebagai jalur penting yang menghubungkan berbagai titik vital di Batavia, nama kota yang pernah menjadi ibu kota Hindia Belanda dan sekarang dikenal sebagai Jakarta. Sungai yang berada di daerah Kota Tua Jakarta itu menjadi saksi bisu perjalanan sejarah kejayaan Batavia sebagai pusat perdagangan dunia, hingga dinamika kehidupan masyarakat yang kental dengan budaya peranakan.

Di sepanjang sungai ini juga berdiri kokoh bangunan-bangunan bersejarah yang berkembang dari sebuah kota pelabuhan kolonial, salah satunya adalah bangunan berjuluk The Forbidden House of Batavia. Di tempat yang konon sudah berusia lebih dari tiga abad itu terdapat banyak cerita dan artefak bersejarah yang tak ternilai harganya.

1741786690_b3db3973b1331bfdc375.jpeg

Saat memasuki area pintu masuk House of Tugu --nama lain dari The Forbidden House of Batavia yang kini menjadi hotel yang diresmikan pada November 2024 itu-- pengunjung akan disambut dengan lukisan seorang sosok Raden Saleh, sang maestro seni rupa modern di Indonesia.

Bangunan ini memiliki keterkaitan erat dengan Raden Saleh, yang tampaknya berperan penting dalam keluarga Oei Tiong Ham, raja gula asal Semarang sekaligus pemilik gedung bersejarah tersebut.

Memasuki ruangan lebih dalam, terdapat area VIP yang menyimpan berbagai peninggalan berharga, termasuk foto keluarga, benda bersejarah, serta lukisan karya Raden Saleh yang menggambarkan momen penting pada masa Hindia Belanda. Di ruangan ini pula, tersimpan sejumlah peninggalan Pangeran Diponegoro, pahlawan nasional yang memimpin Perang Jawa pada 1825–1830. Hubungan antara dua tokoh besar ini semakin erat karena Oei Tiong Ham menikahi Raden Ajeng Kasinem, keponakan Raden Saleh yang berasal dari kalangan bangsawan Jawa.

1741786708_d4a1666cc82aee1fef48.jpeg

Di sudut lainnya, terdapat Kapal Prau Macan. Kapal besar yang dahulu digunakan dalam upacara sakral, termasuk peresmian pembukaan kanal CIliwung ke Kali Macan pada pertengahan abad 17 di Batavia. Kapal ini menjadi simbol penting bagaimana jalur air memainkan peran dalam perdagangan serta kehidupan masyarakat peranakan Tionghoa dan kolonial pada masa itu.

Seperti halnya kapal yang membawa berbagai rempah dan bahan pangan dari berbagai penjuru, kuliner peranakan yang menjadi konsep utama Babah Koffie by Kawisari, restoran yang berada di dalam kawasan House of Tugu itu pun seakan merefleksikan sejarah perdagangan dan akulturasi yang terjadi di Batavia. Dalam suasana yang masih mempertahankan keanggunan arsitektur kolonial dan ornamen oriental, hidangan di restoran ini menghidupkan kembali jejak sejarah kuliner Peranakan di Batavia.

Salah satunya adalah Smoked Rawon Short Rib Bao, reinterpretasi modern dari rawon khas Indonesia. Jika dulu kapal-kapal dagang membawa kluwek dan daging sapi sebagai bahan utama rawon, kini hidangan tersebut disajikan dalam bao bun lembut yang mencerminkan akulturasi cita rasa Nusantara dan Tionghoa.

Sementara itu, Bihun Kerapu Koh Ashungterinspirasi dari hidangan peranakan dan cita rasa Asia Tenggara. Menu ini menghadirkan bihun berkuah kari aromatik dengan ikan kerapu bertekstur lembut dan rasa gurih yang khas. Kuah kari yang kaya rempah dibuat dengan teknik slow cooking untuk menghasilkan rasa yang dalam sekaligus memberikan pengalaman kuliner yang autentik. Tak heran, bila menu ini menjadi menu favorit pilihan pengunjung.

1741786745_b6b756fb31a5ea05c97b.jpeg

Tak ketinggalan, Chihiro Sushi mencerminkan bagaimana teknik kuliner Jepang dan Nusantara bertemu di kota pelabuhan. Kombinasi snapper aburi(ikan kakap panggang),tobiko (telur ikan terbang), nanas, dan pickled jalapeno menciptakan harmoni rasa yang gurih dengan sentuhan asam-manis yang menyegarkan. Apalagi, tekstur renyah dari crispy beetroot flakes memberikan warna yang kontras dan seakan membuat siapa pun yang melihat segera ingin melahapnya.

Sebagai pelengkap, minuman seperti Signature Es Kopi Kawisari dan Kiamboy Calamansi membawa sentuhan kopi khas Nusantara dan kesegaran citrus dari budaya Tionghoa-Peranakan. Kopi tersebut memberikan kesegaran dengan aftertaste yang khas dan sedikit sentuhan karamel alami dari proses roasting yang tepat yang membuatnya masuk dalam 15 Besar di Kontes Kopi Spesialti XVI 2024.Adapun Kiamboy Calamansi memiliki kompleksitas rasa berkat sentuhan manis-asin-asam yang unik dari sour plum (kiamboy).

1741786766_c8248d1ffc2fc670a9ce.jpeg

Selain Babah Koffie, House of Tugu juga memiliki restoran lainnya yaitu Jajaghu. Restoran tersebut terletak di bagian terdalam dari bangunan bersejarah ini. Bisa dikatakan sebagai penghubung antara House of Tugu dan Babah Koffie by Kawisari. Untuk menuju ke restoran tersebut, pengunjung akan dibuat terkesima dengan beragam koleksi benda antik bernilai historis tinggi, seperti Gerbang Kelenteng suci dari Burma yang dibuat pada tahun 1750. Ada juga berbagai artefak kuno berupa dewa – dewa dari mitologi Jepang yang pernah diberikan kepada kempetai sewaktu mengusai negeri ini, hingga penemuan bersejarah lainnya yang dikoleksi oleh sang pemilik Gedung, Oei Tiong Ham, dikoleksi dari buah perjalanannya ke berbagai penjuru dunia.

1741786786_e392a8acbc0763ba4297.jpeg

Sayangnya, kisah sang legendaris yang turut mengukir sejarah konglomerasi besar di Hindia Belanda dan dunia internasional itu pun, seiring berjalannya waktu mulai terlupakan. Kini berkat kehadiran House of Tugu termasuk restoran Babah Koffie by Kawisari, cerita besar dari seorang miliarder tersebut kembali hidup.

Bukan sekadar menikmati hidangan, tetapi dengan menyelami pengalaman kuliner di tempat ini juga turut  mempelajari sejarah Batavia yang autentiknya masih terjaga. Apalagi di momen Ramadhan ini, tempat tersebut membuat momen berbuka puasa menjadi berbeda dengan atmosfer dari sisi lain Kota Tua Jakarta. Ant

Redaktur: -

Penulis: Opik

Tag Terkait:

Bagikan: