Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Hindari "Predatory Pricing"

A   A   A   Pengaturan Font

Kementerian Perhubungan (Kemhub) akan mengubah Peraturan Menteri yang mengatur tentang ojek online (ojol). Nantinya, dalam akan diatur pengenaan diskon tarif atau promosi dan berapa besar diskon yang diberikan, termasuk jangka waktunya.

Tak hanya menyangkut tarif ojol dan pemberian diskon, peraturan menteri perhubungan yang baru akan berisi sanksi kepada aplikator ojol.

Namun, bila pemberian diskon atau promosi dilakukan secara berturut-turut, hal tersebut sudah termasuk dalam perang harga atau persaingan tidak sehat, sehingga masuk pada ranah Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). Sebelumnya, Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 348 telah menyebutkan tentang pedoman penghitungan biaya jasa penggunaan sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat yang dilakukan dengan aplikasi.

Di situ telah dijelaskan tentang ketentuan tarif transportasi online berdasar biaya batas bawah, biaya batas atas, dan biaya jasa minimal yang ditetapkan berdasarkan sistem zonasi. Berdasarkan regulasi itu, sesungguhnya diskon tidak masalah apabila bermain di antara ambang Tarif Batas Bawah (TBB) dan Tarif Batas Atas (TBA).

Soalnya kemudian, saat ini ada operator yang memberikan diskon tarif melewati batas yang telah ditentukan Kepmenhub dengan mematok di bawah TBB. Kondisi inilah yang menjurus pada persaingan tidak sehat, bahkan menjurus predatory pricing.

Padahal, praktik promo tidak wajar yang mengarah pada predatory pricing akan menghilangkan posisi tawar mitra pengemudi terhadap aplikator. Praktik yang tidak sehat hanya akan menyisakan satu pemain dominan di pasar.

Pengalaman di Singapura dan Filipina bisa jadi pertimbangan. Di negara jiran ini, gara-gara ada operator ojol melakukan praktik yang tidak sehat telah berujung pada hengkangnya Uber dari Asia Tenggara. Buktinya, KPPU kedua negara itu menjatuhkan sanksi kepada pemain yang mengakuisisi Uber.

Kabarnya, Competition and Consumer Commission of Singapore (CCCS) mengenakan denda lebih dari 140 miliar rupiah kepada operator ojol di dua Negara tersebut. Bahkan, ICPA mengungkapkan sejumlah praktik tidak sehat terkait nilai komisi yang diambil aplikator dari penghasilan mitra pengemudi, pengurangan jumlah poin insentif yang diperoleh mitra lewat program rewards scheme dan pengetatan syarat performa mitra untuk perolehan poin. Di samping itu juga penerapan exclusive obligations kepada perusahaan taksi, perusahaan sewa mobil, dan mitra pengemudinya.

Sementara itu, Philippine Competition Commission (PCC) harus menjatuhkan denda sebesar empat miliar rupiah karena operator ojol dinilai gagal menjaga persaingan usaha yang sehat dalam harga, promosi pelanggan, insentif mitra, dan kualitas layanan.

Persaingan tidak sehat antaroperator ojol memang tak terhindarkan. Sebab, bisnis jasa transportasi umum berbasis internet ini mengandalkan konsumen. Semakin banyak konsumen makin terbentuk wujud bisnis jasa tersebut. Ini artinya, berbagai cara akan dilakukan untuk menjaring konsumen, termasuk jor-joran promosi diskon.

Regulator memang harus tegas agar jangan sampai ada operator ojol yang bangkrut kerena kalah bersaing. Runyamnya lagi, apabila ada perusahaan ojol yang mengalami penurunan kinerja, ujung-ujungnya minta perlindungan kepada pemerintah. Bahkan, minta bantuan pemerintah untuk menanggung nasib karyawan dan pengemudinya.

Maka, agar bisnis ojol berlangsung sehat, alangkah baiknya segera diantisipasi dampak yang bakal muncul. Salah satu yang mesti dijaga adalah menciptakan tarif ojol yang terjangkau dan tidak lebih mahal dari tarif angkutan umum.

Komentar

Komentar
()

Top