Hilirisasi Nikel Jangan Berhenti
Foto: istimewaJAKARTA - Keberlangsungan hilirisasi yang didorong pemerintah tak bergantung pada putusan organisasi perdagangan dunia (WTO). Sebab, masih banyak cara agar bisa mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki demi kemajuan industri dalam negeri.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, mengungkapkan jika nantinya Indonesia kalah atau harus kembali membuka keran ekspor nikel, masih banyak hal yang dapat dilakukan agar hilirisasi terus berjalan. Indonesia tidak akan dengan mudah mengekspor bijih nikel yang saat ini menjadi incaran berbagai negara.
"Kita diberi kelebihan dengan sumber daya yang ada. Sumber daya ini wajib digunakan semaksimal mungkin untuk kemajuan bangsa dan negara. Jika pemerintah telah memberi sinyal nantinya akan menaikkan tarif ekspor bijih, itu hanya salah satu jalan agar ekspor bijih menjadi tidak menarik atau tidak menguntungkan. Namun, masih ada beberapa langkah lainnya yang dapat dilakukan," jelas Rizal di Jakarta, Selasa (13/9).
Menurut Perhapi, apa pun keputusan WTO nantinya, yang paling harus dijaga adalah kepastian terhadap investasi yang ada saat ini. Pemerintah harus mengamankan rantai pasok bijih nikel terhadap industri yang telah dan akan tumbuh, yakni pabrik peleburan (smelter) dan pemurnian (refinery).
Selain meningkatkan tarif ekspor, pemerintah juga dapat mengatur jumlah produksi melalui Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) pemegang izin pertambangan. Pembatasan produksi dapat dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral guna menjaga umur cadangan nikel dalam negeri.
Seperti yang telah dilakukan di batu bara, pemerintah juga bisa menerapkan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) bagi para pemegang izin produksi pertambangan nikel. Ini wajib dilakukan guna memastikan kebutuhan negeri dapat terpenuhi. Hilirisasinikel yang telah berjalan harus mendapatkan jaminan bahwa pabriknya tidak akan kekurangan pasokan.
Menurut Rizal, jika keran ekspor dibuka, justru membahayakan karena terkait keberlangsungan industri berbasis nikel yang sudah berjalan baik di Indonesia. Hilirisasi nikel telah memberikan multiplier effect yang besar berupa peningkatan devisa, peningkatan Pendapatan Domestic Bruto, penyerapan tenaga kerja, serta penerimaan negara dan daerah.
Nilai Tambah
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Presiden Jokowi menginformasikan kemungkinan RI kalah dari gugatan Uni Eropa di WTO terkait larangan ekspor bijih nikel. Anggota Komisi VII DPR RI, Rofik Hananto, mengatakan larangan ekspor ini dipandang penting untuk pengembangan hilirisasi nikel di dalam negeri.
Adapun fraksinya (PKS) mendukung pemerintah membangun smelter untuk mempercepat pengembangan hilirisasi komoditas nikel. "Kebijakan ini baik untuk mengembangkan hilirisasi komoditas nikel sehingga memiliki nilai tambah yang besar di dalam negeri," kata Rofik.
Rofik melanjutkan pemerintah Indonesia memastikan tetap menolak pembukaan ekspor bijih nikel meski sudah kalah pada sidang World Trade Organizations (WTO). "Langkah ini diambil pemerintah agar Indonesia tak melulu jadi sapi perah dari komoditas nikel," ungkapnya. n ers/E-10
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Daftar Nama Jemaah Haji Khusus Akan Transparan
- 2 Perlu Dihemat, Anggaran Makan ASN Terlalu Besar Rp700 Miliar
- 3 Kota-kota di Asia Tenggara Termasuk yang Paling Tercemar di Dunia
- 4 Pertamina Tegaskan Komitmen Terhadap Transisi Energi Berkelanjutan di Forum Ekonomi Dunia 2025
- 5 Mantan Host Fox News Pete Hegseth Terpilih Jadi Menteri Pertahanan AS
Berita Terkini
- Ada Apa Tiba-tiba Berubah, Trump Mungkin Akan Pertimbangkan AS Masuk WHO Lagi
- Libur Panjang Isra Miraj dan Imlek Membuat Lalin di Tol Jabodetabek dan Jabar Meningkat 10 Persen
- Cegah Banjir, Kalsel Usul Modifikasi Cuaca ke Pusat
- Jangan Mudah Tergoda Iming-iming Ini, Polri Ingatkan Masyarakat Waspadai Penipuan Berkedok Investasi
- Jadi Pemain Terbaik, Megawati Bawa Red Sparks Raih 13 Kemenangan Beruntun