![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Hilangkan Praktik Penyuapan dari Akar, Bukan Sekadar Penuhi Aksesi ke OECD
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
Foto: istimewaJAKARTA - Komitmen Pemerintah Indonesia memerangi praktik penyuapan (bribery) harus dilakukan secara masif dan luas dalam setiap praktik kehidupan bernegara. Hal itu penting dilakukan bukan hanya agar mendapat aksesi ke Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tetapi sebagai prasayarat fundamental untuk menjadi negara maju.
Demikian tanggapan Direktur eLaw Institute, Eko Prastowo menanggapi pernyataan Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto yang menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen melawan praktik penyuapan dalam rangka mendukung proses aksesi OECD.
Eko mengatakan, penyuapan adalah salah satu faktor utama yang menghambat kemajuan sebuah negara karena merusak sistem hukum, memperlemah kepercayaan publik, dan menghambat investasi.
“Kita tidak boleh melihat perang melawan penyuapan hanya sebagai syarat untuk diterima di OECD. Ini adalah bagian dari komitmen nasional untuk memastikan tata kelola yang baik dan masa depan yang lebih transparan serta akuntabel,” kata Eko saat dihubungi di Yogyakarta, Senin (10/2).
Negara-negara maju jelasnya sudah sekian lama menempatkan pemberantasan korupsi dan penyuapan sebagai prioritas nasional, bukan sekadar pemenuhan persyaratan internasional.
“Jika kita benar-benar ingin menjadi negara maju, kita harus menghilangkan praktik penyuapan dari akar, tanpa menunggu insentif atau tekanan dari lembaga internasional. Ini harus menjadi kesadaran nasional,” katanya.
Oleh sebab itu, perang melawan penyuapan tidak bisa hanya bersandar pada regulasi, tetapi juga harus diiringi dengan penegakan hukum yang tegas dan independen.
“Kita sudah punya berbagai regulasi antikorupsi, termasuk UU Tipikor, namun implementasi dan penegakan hukumnya harus lebih diperkuat,” tambahnya.
Dengan atau tanpa OECD, kata Eko, Indonesia harus menjadikan integritas dan transparansi sebagai pilar utama dalam tata kelola pemerintahan dan dunia usaha.
“OECD hanyalah salah satu milestone. Tujuan akhir kita adalah menciptakan sistem yang berfungsi dengan baik, di mana penyuapan dan korupsi tidak lagi menjadi bagian dari kultur birokrasi maupun bisnis,” kata Eko.
Harus Komprehensif
Dosen Magister Ekonomi Terapan Unika Atma Jaya Dosen YB.Suhartoko mengatakan, tidak bisa dipungkiri praktik suap di Indonesia sudah terjadi di berbagai bidang dan pelakunya bukan saja aparat, wakil rakyat dan rakyat juga bisa disuap.
Pertanyaan refleksinya, untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN), polisi, tentara, mendapatkan ijin, mendapatkan proyek, menang tender, menjadi anggota legislatif, menjadi pejabat negara, mendapatkan sekolah favorit apakah bersih dari suap, keringanan pajak dan bea cukai dan sebagainya?
“Jika jawabannya iya, maka komitmen mengurangi praktik suap harus dilakukan secara komprehensif dari hulu ke hilir,”tegas Suhartoko.
Menurut Suhartoko, sistem pengawasan dan hukumnya harus ditegakkan secara transparan. Pokoknya jangan hanya sekedar menandatangani MOU (memorandum of understanding) saja, tindakan nyata sangat penting.
Dengan mengurangi praktik suap, maka akan menurunkan ekonomi biaya tinggi dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Apalagi, suap juga yang menyebabkan skor Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia pada tahun 2023 adalah 6,33, sehingga perlu pengeluaran investasi yang lebih banyak, untuk suap perijinan, pajak dan juga keamanan.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan keanggotaan Indonesia di OECD penting untuk mengembangkan kebijakan yang lebih baik. “Kita berharap bahwa dengan masuk dalam OECD, kita bisa kembangkan better policy for better life,” katanya.
Saat ini, katanya proses aksesi memasuki tahap penyusunan 32 bab dokumen initial memorandum yang merupakan asesmen kesesuaian regulasi Indonesia terhadap 239 instrumen hukum OECD.
Proses tersebut dilakukan oleh masing-masing bidang sesuai dengan Komite OECD, termasuk bidang Antikorupsi yang dikoordinasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Berita Trending
- 1 Anggota Komisi IX DPR RI Pastikan Efisiensi Anggaran Tak Kurangi Layanan Kesehatan Warga
- 2 Menteri Kebudayaan Fadli Zon Kunjungi Masjid Sultan Suriansyah Banjarmasin
- 3 Belinda Bencic Raih Gelar Pertama
- 4 Warga Kupang Terdampak Longsor Butuh Makanan dan Pakaian
- 5 Meringankan Beban Hidup, Pekerja Padat Karya Bebas Pajak Penghasilan