Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Harapan dari KTT G20

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

oleh Effnu Subiyanto

Agak di luar ekspektasi kabar baik menyangkut sikap Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang membawa harapan dari KTT G20 di Osaka, Jepang 28-29 Juni 2019. Presiden AS, Donald Trump, menyetujui mencabut sanksi sebagian atas Huawei untuk berbisnis di AS. Huawei tetap mendapat lisensi Android. Tiongkok juga menunjukkan sikap kooperatif atas rencana perpindahan bisnis Apple ke negeri panda pada tahun ini.

KTT ke-14 G20 sejak dilaksanakan pertama 2008 ini bisa dikatakan menghasilkan konsensus global yang lebih baik. Ada titik temu geopolitik, meredanya ancaman perdagangan global, dan diterimanya prinsip-prinsip perubahan iklim.

Kemudian, mereka mengakomodasi gagasan pemberdayaan ekonomi perempuan. Ide terakhir tersebut dihantar tuan rumah Jepang PM Shinzo Abe yang sudah memperjuangkan sejak 2012.

Membaiknya sikap AS merupakan sinyal global yang kondusif karena dalam beberapa KTT AS sering arogan. Misalnya, pada Juni 2017 Trump membatalkan sepihak komitmen AS untuk mengurangi emisi 26-28 persen dari tahun 2005-2025. Padahal itu diputuskan dalam KTT Perubahan Iklim (UNFCCC) Paris 2015. AS menyumbang lebih dari 15 persen total emisi rumah kaca terbesar kedua setelah Tiongkok.

Pada KTT G20 di Hamburg, Jerman, 8 Juli 2017, AS malahan keluar dari perjanjian karbon. Ini memicu uji rudal balistik Korea Utara dan memanaskan kawasan Korea dan Jepang. Bagi Indonesia cukup pahit karena jatuhnya keputusan larangan ekspor CPO ke Eropa dan masih menjadi polemik sampai saat ini.

Sinyal positif AS lainnya, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un disapa Trump dalam lawatan denuklirisasi di Korea Selatan. Kim Jong-un menyambut salam media sosial Trump sebagai indikasi yang baik.

Posisi ekonomi negara G20 sangat strategis karena memiliki rasio PDB 69,38 persen terhadap dunia. Kontribusi GDP AS dan Tiongkok sangat dominan: 30,66 persen dan 18,81 persen terhadap total GDP G20. Kontribusi keduanya juga tetap mayoritas terhadap GDP dunia: 21,27 persen dan 13,05 persen. Tidak mengherankan, mereka berseteru, maka seluruh dunia menerima getahnya.

Proyeksi tiga lembaga pemeringkat internasional atas optimisme pertumbuhan ekonomi 2019 juga sering dikoreksi karena ketidakpastian masa depan. OECD, misalnya, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2019 menjadi 3,2 persen dari 3,3 persen.

IMF juga koreksi prediksi Januari 2019 sebesar 3,5 persen menjadi 3,3 persen. Bank Dunia malah lebih pesimistis mengubah dari mengubah dari 3 menjadi 2,9 persen. Argumentasinya hampir seragam lantaran kinerja investasi lebih buruk dari perkiraan dan meningkatnya eskalasi perang dagang AS-Tiongkok.

Dampak perang dagang juga memukul AS. Setiap bulan AS harus menambah 1 miliar dollar AS pada sektor teknologi. Ini belum termasuk sektor lain. Dampak terhadap pengangguran adalah ancaman PHK atas 18 juta pekerja AS karena manufaktur yang terlibat seteru dagang tersebut. Diakui atau tidak, perang dagang adalah pertandingan napas panjang kedigdayaan ekonomi keduanya.

Namun, bagi negara berkembang, perang dagang juga menyebabkan kerugian karena efek multiplier. Ada ratusan relokasi pabrik dan industri sepanjang kwartal 1-2018 sampai awal 2019. Ini merugikan Beijing sebesar 15,8 miliar dollar AS, Malaysia (- 185 juta dollar AS), Singapura (- 87 juta dollar AS), Indonesia (- 202 juta dollar AS) dan Hong Kong (- 248 juta dollar AS).

Sebelum napas ekonomi AS atau Tiongkok berdampak dalam bagi mereka, kemungkinan terbesar sudah memutus leher negara berkembang, termasuk Indonesia.

ASEAN + 5

Sangat sulit bagi Indonesia, menggunakan power G20 untuk menaikkan posisi tawar ekonomi guna mengimbangkan dominasi ekonomi AS. Ketika para raksasa ekonomi bertarung di meja-meja perundingan, sikap bijak Indonesia tentu saja pasif dan tampaknya digunakan Presiden Joko Widodo. Pada momentum tersebut, Indonesia diperlukan hanya sebagai pendengar, namun menjadi strategis saat konsolidasi pada tingkat ASEAN.

Kapitalisasi ekonomi 10 negara ASEAN cukup besar dan akan menjadi sangat diperhitungkan AS. Pada akhir tahun 2017 nilai PDB ASEAN adalah 2,77 triliun dollar AS. Jika lima negara yang kini menjadi mitra dagang erat ASEAN: Korea Selatan, Jepang, India, Tiongkok, dan Australia digandeng, maka kekuatan PDB ASEAN+5 akan menjadi 23,79 triliun dollar AS atau 39,30 persen dari kapitalisasi ekonomi G20.

Maka perlu membentuk uang bersama yang sudah lama digagas. Pembentukan kawasan ekonomi berdaulat ASEAN atau small open economy menjadi sangat penting, jika bisa diwujudkan karena ASEAN menjadi wilayah baru yang mandiri. Dia akan dapat menentukan harga CPO, batu bara, tembakau sendiri. ASEAN juga akan mematok harga gas, minyak, sampai emas sendiri.

Bahkan harga kedelai kini ditentukan pasar kartel bentukan United States Department of Agriculture (USDA)). Kemandirian harga-harga komoditas akan diperoleh dibanding sekarang yang dikontrol negara lain. Padahal mereka tidak memiliki kapasitas dan sumber daya untuk memproduksi.

Sisi lain adalah kekuatan demografi ASEAN yang mencapai 642,08 juta jiwa (2018). Ini pasar bagi negara maju seperti AS dan Eropa. Jika lima negara mitra dagang ASEAN dapat bergabung, demografinya menjadi 3,69 miliar jiwa atau 50 persen penduduk dunia. Ketika mayoritas barang dan jasa dapat dipenuhi dari negara sekawasan ASEAN+5 atau kawasan zona penyatuan ekonomi bersama, produk AS akhirnya berangsur-angsur dapat ditinggalkan. Paman Sam akhirnya menjadi tidak dominan lagi secara ekonomi. Penulis S3 ilmu ekonomi FEB Unair

Komentar

Komentar
()

Top