Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Hapus Sikap Diskriminatif

A   A   A   Pengaturan Font

Sikap diskriminasi yang masih melekat pada sebagian kepala daerah maupun birokrat membuat masyarakat dirugikan. Bukan itu saja polemik dan diskursus di ranah publik pun makin kencang, apalagi diskrinasi atas disabilitas yang nyata-nyata memiliki prestasi bagus dan dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Itulah yang kini menjadi perbincangan masyarakat, pers, dan media sosial. Adalah dokter gigi Romi Syofpa Ismael di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat yang kini tengah menggugat Bupati Solok Selatan ke PTUN karena merasa diperlakukan tidak adil oleh sang bupati. Sebab hasil tes Calon Pegawai Negeri Sipil menunjukkan dia peringkat pertama, tapi kemudian dicoret bupati hanya karena pengguna kursi roda.

Bukan saja langkah hukum yang kini ditempuh, Romi kemudian menulis surat khusus ke Presiden Joko Widodo, dan juga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA). Surat yang dikirim pada Maret lalu katanya belum direspons baik oleh Presiden maupun menteri PPA.

Salah satu pernyataan singkat Romi yang dikutip sejumlah media nasional dan lokal menyebutkan "Saya seorang dokter gigi pengguna kursi roda, mampu bekerja sesuai dengan Tupoksi seorang dokter."

Kasus Romi mungkin salah satu yang mencuat ke publik. Kita memperkirakan banyak kasus serupa yang tak terungkap. Banyak disabilitas yang merasa mampu dan terbukti dari hasil tes masuk CPNS, tetapi tak lolos seleksi akhir. Masih banyak yang memandang rendah disabilitas dan kemudian menggeneralisirnya. Padahal untuk pekerjaan tertentu, penyandang disabilitas bisa dan mampu mengerjakannya.

Apalagi secara hukum dan UU, kaum disabilitas juga dijamin untuk dapat mengikuti semua tes CPNS. Rekrutmen CPNS 2018 untuk penyadang disabilitas diatur dalam Permen PAN RB No 36 Tahun 2018 Tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Seleksi CPNS 2018. Dalam poin F disebutkan instansi wajib mengalokasikan penetapan kebutuhan formasi untuk penyandang disabilitas. Porsi jabatan disabilitas untuk instansi pusat minimal dua persen dari total formasi, disesuaikan dengan kebutuhan. Sedangkan untuk instansi daerah minimal satu persen.

Dari Peraturan Menteri PAN RB tersebut, semestinya kepala daerah, khususnya Bupati Solok Selatan, mempunya dasar yang kuat untuk meloloskan sang dokter. Apalagi hasil tes menunjukkan peringkat yang tinggi. Jika kemudian sang bupati mencoret, maka kita dapat menilai bahwa dia bukan saja tidak memiliki empati pada disabilitas, tetapi yang bersangkutan sebagai pembina PNS di wilayahnya tak paham aturan.

Dalam kaitan ini kita minta bupati melakukan koreksi atas langkah keliru yang dilakukannya dan minta maaf kepada sang dokter dan masyarakat. Kita juga berharap Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegur dan jika perlu memanggil bupati ke Jakarta dan menasihatinya agar tidak diskriminatif.

Kasus gagalnya dokter gigi Romi ini jadi pelajaran berharga, bukan saja bagi para kepala daerah, tetapi juga pimpinan perusahaan swasta dan BUMN untuk tetap memberikan kesempatan kepada mereka bersaing dengan yang normal dalam melamar pekerjaan.

Mencuatnya kasus dokter gigi Romi mengajarkan kepada semua, keberpihakan pada disabilitas bukan saja perlu, tetapi sangat penting. Mereka tidak berharap untuk dikasihani, karena selama ini sudah sangat survive, tetapi mereka berharap tidak didiskriminasi hanya karena kekurangan fisik.

Jangan lupa juga bahwa zaman sudah berubah, teknologi informasi dan komunikasi, terutama media sosial membuat suatu peristiwa di mana pun, termasuk di Kabupaten Solok Selatan, bisa merambah ke tingkat nasional dan menjadi isu penting. Jadi, kesadaran akan kesetaraan, keadilan, dan menghargai keberagaman harus kita junjung tinggi dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mereka yang diskriminatif akan tersingkir oleh arus besar kesetaraan dan keadilan semua.

Komentar

Komentar
()

Top