Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Revisi UU ITE

Hanya Korban yang Bisa Laporkan Pelaku ke Polisi

Foto : ANTARA/HO-Humas Kemenko Polhukam

Menko Polhukam Mahfud MD.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan dalam revisi terbatas Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE), hanya korban yang bisa melaporkan pelaku ke kepolisian.
"Kami jelaskan, di sini ada delik aduan. Bahwa pihak yang berhak menyampaikan (laporan kasus) menyerang kehormatan atau nama baik seseorang menggunakan sarana UU ITE hanya korban yang boleh menyampaikan pengaduan," kata Mahfud dalam konferensi pers yang disiarkan dalam YouTube Kemenko Polhukam, di Jakarta, Jumat (11/6).
Mahfud mengatakan bila ada seseorang yang menghina pribadi orang lain hanya dapat dilaporkan oleh pribadi korban atau kuasa hukum korban yang ditunjuk secara tertulis.
"Jadi misalnya, ada orang yang menghina seorang profesor dan itu menyangkut pribadi. Orang lain tidak boleh membuat aduan, tetapi harus profesor itu sendiri selaku korban atau dia menunjuk kuasa hukum resmi untuk melaporkan. Bukan orang lain yang melaporkan itu," kata Mahfud.

Delik Aduan
Menurut Mahfud, hal itu juga tertuang dalam Surat Edaran Kapolri bahwa yang dapat melaporkan tindak pidana UU ITE dalam delik aduan adalah korban.
"Yang boleh mengadu itu korban atau kuasa hukum yang resmi ditunjuk, bukan orang lain yang tidak ada kaitannya lalu mengadu sendiri, itu sekarang nggak bisa," katanya.
Tidak hanya perorangan, delik aduan pencemaran atau fitnah juga dapat dibuat oleh lembaga berbadan hukum. "Kalau dicemarkan, difitnah itu bisa dilaporkan oleh badan hukum, tetapi yang dilaporkan orang," kata Mahfud.
Secara khusus Mahfud menyebutkan pemerintah tidak akan mencabut UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE karena mencabut UU itu sama saja dengan bunuh diri. "UU ITE tidak akan dicabut, bunuh diri kalau kita mencabut UU ITE itu," katanya.
Menurut dia, kesimpulan itu diambil setelah berdiskusi dengan sekitar 50 orang narasumber, antara lain akademisi, praktisi hukum, lembaga swadaya masyarakat, korban ITE, politikus, dan jurnalis. UU ITE sangat penting dan harus ada, bahkan rasa kepentingan itu sudah lama muncul sehingga UU ini pertama kali dibuat pada 2008 atau 13 tahun yang lalu.
"Tahun 2008 itu sudah dikatakan penting, ini mengancam keamanan, kedaulatan, dan keutuhan bangsa kalau kegiatan digital dan elektronik yang agak liar pada waktu itu dibiarkan," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Mahfud mengatakan, masalah yang muncul dari UU ITE adalah pelaksanaannya, terutama mengenai sejumlah pasal yang dianggap karet. "Pasal karet ini kemudian menimbulkan apa yang disebut kriminalisasi. Kemudian, ada diskriminasi dan perlakuan berbeda," katanya.
Untuk menyelesaikan masalah itu pemerintah akan membuat dua produk. Pertama adalah Surat Keputusan Bersama antara Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepala Polri.
Surat itu berisi pedoman implementasi agar UU ITE berlaku untuk semua orang. Kedua, adalah revisi terbatas. Di mana, sifatnya semantik dari sudut redaksional, dan substansi uraian-uraiannya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top