Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Anggaran - Anggaran Pendidikan di APBN 2019 Capai Rp492,5 Triliun

Hadapi Bonus Demografi, Tambah Dana Pendidikan

Foto : Sumber: Kementerian Keuangan
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia memiliki sejumlah tantangan pada tahun-tahun mendatang terkait dengan antisipasi berlangsungnya bonus demografi, yakni peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan penyediaan lebih banyak lapangan kerja. Guna mencapai target tersebut, jumlah dan efektivitas anggaran mesti ditingkatkan, terutama dana untuk pendidikan, kesehatan, serta pelatihan.

Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi bonus demografi yang dimiliki Indonesia saat ini akan berakhir tahun 2036. Bonus demografi adalah besarnya penduduk usia produktif antara 15 tahun hingga 64 tahun dalam suatu negara. Usai bonus demografi, ada tantangan baru yaitu jumlah penduduk berusia lanjut (lansia) akan bertambah 19 persen hingga 2045.

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan untuk mengantisipasi bonus demografi sebaiknya memang meningkatkan anggaran untuk pendidikan. "Meskipun amanat undang-undang menyebutkan pemerintah wajib mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20 persen dari APBN, selama ini dana cenderung habis untuk operasional," papar dia, di Jakarta, Jumat (8/3).

Berdasarkan data pemerintah, pada APBN 2019, anggaran pendidikan dialokasikan sebesar 492,5 triliun rupiah, atau naik 13,2 persen dibandingkan dengan anggaran serupa pada outlook 2018 yang sebesar 434,6 triliun rupiah. (Lihat infografis).

Bhima menilai dana untuk pendidikan selain untuk pembangunan infrastruktur, seharusnya juga bisa mendorong pengadaan tenaga pengajar yang belum merata, kemudian untuk menaikkan kapasitas kependidikan. "Jadi bukan hanya untuk infrastruktur, tapi juga suprastruktur di sektor pendidikan," jelas dia.

Dengan demikian, menurut Bhima, secara teknis belanja pemerintah nantinya akan lebih efektif, walaupun sebenarnya Indonesia masih menghadapi sejumlah persoalan terkait kualitas SDM, salah satunya stunting. Stunting adalah permasalahan gizi buruk pada anak-anak sehingga anak mengalami gangguan pertumbuhan, yakni lebih pendek dibandingkan teman-teman seusianya.

"Artinya, program kesejahteraan punya sasaran yang lebih spesifik lagi. Selain program keluarga harapan, juga ada program bayi stunting yang lebih besar lagi anggarannya," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan proyeksi asumsi makro pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 5,3-5,6 persen pada tahun depan. Angka tersebut merujuk pada perkiraan kondisi ekonomi global dan domestik pada tahun depan yang diyakini bisa lebih baik, meski masih memiliki sejumlah tantangan.

"Umpamanya, apa yang sudah dicapai selama ini dan bagaimana Indonesia maju dari negara (lower) middle income menjadi negara upper middle income," jelas dia, Rabu (6/3).

Di samping itu, lanjut dia, tantangan bagi Indonesia pada tahun depan juga berasal dari segudang target peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan meningkatnya jumlah angkatan kerja muda.

"Kita punya demografi yang muda, sehingga kami masih perlu perhatian untuk pendidikan, kesehatan, serta training," ujar Menkeu.

Tantangan lainnya, menurut Menkeu, Indonesia memiliki pekerjaan rumah untuk meningkatkan produktivitas, daya saing, hingga inovasi di sektor industri.

Kunci Keberhasilan

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir, menjelaskan infrastruktur dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing Indonesia.

"Sementara, peningkatan daya saing ini merupakan salah satu kunci keberhasilan bagaimana agar bisa keluar dari middle income trap country (jebakan negara berpendapatan menengah)," tutur dia.

Iskandar menegaskan kebutuhan infrastruktur tidak dapat dibangun dengan cepat melalui pendanaan dengan pola tradisional. Oleh karena itu, pemerintah terus mencoba inovasi pola yang sudah diikuti oleh pemerintah daerah, di antaranya dengan pinjaman daerah ataupun opsi-opsi lainnya.

Sementara itu, Ekonom UI, Telisa A Falianty, mengingatkan apabila pengembangan sektor riil terus diabaikan maka penyerapan lapangan kerja terus menurun. Padahal, Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2036.

"Indonesia akan terbebas dari middle income trap kalau bisa memanfaatkan bonus demografi. Tapi, itu terganggu oleh fenomena distruptif tenaga kerja," tukas dia, belum lama ini.

Oleh karena itu, imbuh Telisa, Indonesia perlu juga mengurangi impor karena sudah dikenal sebagai negara pengimpor dalam segala hal, terutama impor bahan baku, pangan dan barang konsumsi. ahm/Ant/WP

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top