Guru Besar UGM: Lonjakan Kasus PMK karena Vaksinasi yang Belum Menyeluruh
Foto: ANTARA/Muhammad IqbalJAKARTA - Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali merebak di Indonesia. Pakar sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Aris Haryanto, mengatakan kemungkinan lonjakan kasus PMK dikarenakan proses vaksinasi yang belum menyeluruh dan dilakukan secara berkala.
Pemberian Vaksin dan Pemeriksaan Kesehatan Sapi Impor lDokter hewan dari Badan Karantina Indonesia memberikan vaksin Bioaftogen untuk mencegah PMK pada sapi impor saat pelaksanaan pengawasan karantina Pemasukan Sapi Impor di Instalasi Karantina Hewan Tanjung Unggul Mandiri (TUM) di Tanjung Burung, Kabupaten Tangerang, banten, Selasa (7/1). Pemberian vaksin dan pemeriksaan kesehatan ribuan sapi impor asal Australia itu dilakukan untuk memastikan sapi tidak terkena penyakit serta bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK).
“Kasus PMK kali ini merupakan gelombang kedua, sebelumnya sudah pernah (vaksinasi) dan peternak sekarang sudah terinformasi. Namun karena kasusnya mereda, jumlah vaksinasinya juga menurun,” ujar Aris, dalam laman resmi UGM, kemarin.
Dia menerangkan, jenis wabah yang menyerang hewan berkuku belah seperti sapi, babi, kerbau, hingga domba ini mengalami lonjakan kasus sejak awal bulan Desember 2024 lalu. Hingga saat ini, total kasus PMK yang telah dilaporkan dari 9 provinsi mencapai 8.483 kasus dengan jumlah kematian 223 kasus, dan pemotongan paksa sebanyak 73 kasus.
Aris menekankan, penyebaran wabah PMK sangat cepat dan menular pada hewan ternak, baik secara langsung, tidak langsung, maupun melalui udara. Penyebaran lewat udara inilah yang membedakan virus ini dengan jenis virus lainnya.
“Virus ini bisa menyebar secara langsung melalui udara. Jika hewan itu ditempatkan berdampingan, kemungkinan tertularnya besar. Bahkan ada kasus di mana penularannya bisa sampai 200 km jaraknya,” jelasnya.
Dia menyebut, pengembangan vaksin PMK terus digalakkan oleh pemerintah dengan mengembangkan jenis vaksin sesuai dengan tipe virus yang muncul dalam kasus nasional. Sayangnya, produksi vaksin dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan vaksinasi untuk hewan-hewan ruminansia ternak yang rentan terkena PMK.
“Vaksinasi itu harus dilakukan dua kali minimal. Jarak antara vaksin pertama dan kedua itu sebulan. Tapi setelah itu tetap harus divaksin setiap enam bulan sekali,” katanya.
Soal mitigasi wabah PMK, Aris mengungkapkan, perlu dilakukan secara bertahap sesuai gejala yang muncul. Pada tahap pertama, ketika hewan yang terkena PMK akan mengalami demam tinggi, peternak bisa memberi analgesik dan antibiotik untuk meredakan nyeri dan demam.
Selain itu, lanjut dia, hewan yang mengalami gejala harus dipisahkan dengan hewan lainnya agar mencegah penularan lebih lanjut. Dalam tahap selanjutnya, akan muncul lepuh atau lesi atau sariawan pada rongga mulut, serta luka pada kuku. ruf/S-2
Berita Trending
- 1 Hari Kamis KPU tetapkan Gubernur
- 2 the Straits Times Memprediksi Presiden Prabowo Bersama Sembilan Presiden dan PM Negara Lain Jadi Pemimpin Dunia Berpengaruh
- 3 Kebijakan PPN 12 Persen Masih Jadi Polemik, DPR Segera Panggil Menkeu
- 4 Masuki Masa Pensiun, Kepala BSSN dan Kepala Basarna Diganti
- 5 Gara-gara Faktor Inilah, Pelantikan Kepala Daerah Terpilih di Provinsi Bali Diundur
Berita Terkini
- Polda Bali Bantah Petugas Tolak Layani Laporan WNA Turki di Ditsiber
- Kluivert Belum Teruji sebagai Pelatih
- Pulsed Field Ablation, Teknologi Baru yang Aman untuk Penanganan Fibrilasi Atrium
- MarkPlus Asah Kecakapan Gen Z di Bidang Sales
- Warga Kulon Progo Diminta Waspada Tanah Longsor selama Musim Hujan