Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keterbukaan Informasi - GIAA Anggap Perkara “Price Fixing” Tidak Fair

GIAA Bantah Lakukan "Price Fixing" di Australia

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) memberi penjelasan atas tuduhan price fixing dan putusan denda oleh Pengadilan Australia sebesar 19 juta dollar Australia. Hal tersebut dijatuhkan kepada Garuda Indonesia karena dianggap melakukan price fixing dengan 15 airlines pada tahun 2003.

Dalam penjelasan Garuda Indonesia yang disampaikan dalam keterbukaan informasi, Senin (10/6), bahwa kejadian tersebut merupakan kasus lama yang terjadi sejak kurun waktu tahun 2003 hingga 2006 lalu, sehingga belum berkekuatan hukum tetap dan masih ada celah hukum yang memungkinkan untuk melakukan banding.

Dalam hal ini, Australian Competition & Consumer Commission (ACCC) menuduh 15 maskapai telah melakukan kesepakatan dan price fixing untuk rute pengangkutan kargo menuju jurisdiksi Australia. Hanya Garuda Indonesia dan Air New Zealand yang mengajukan upaya hukum sejak tingkat pertama di Federal Court sampai dengan Kasasi ke High Court Australia.

Sedangkan 13 maskapai lain memutuskan untuk melalui mekanisme perdamaian dengan mengaku bersalah, dikenai denda, dan membayar ganti rugi mulai dari tiga juta dollar Australia sampai 20 juta dollar Australia. Pada 31 Oktober 2014, Federal Court NSW menolak gugatan ACCC (dalam hal ini menguntungkan Garuda Indonesia dan Air New Zealand) dengan pertimbangan pasar yang bersangkutan (yurisdiksi) di Indonesia.

Namun dalam pengadilan banding 14 Juni 2017, High Court Australia mengabulkan gugatan ACCC dengan doktrin effect dan Garuda Indonesia-Air New Zealand dinyatakan bersalah atas tuduhan price fixing.

Lalu, pada 30 Mei 2019, Federal Court Australia menjatuhkan putusan dan Garuda Indonesia dan Air New Zealand dikenakan denda sebesar 19 juta dollar Australia dan diminta untuk membayar biaya peradilan yang telah dikeluarkan oleh ACCC.

Denda Berlebihan

Garuda Indonesia menganggap bahwa perkara ini tidak fair dan Garuda Indonesia tidak pernah melakukan praktik tersebut dalam bisnisnya, dan tuduhan ini tidak patut dikenakan kepada Garuda Indonesia sebagai BUMN yang merupakan salah satu instrumen negara Republik Indonesia.

Denda dalam perkara ini juga seharusnya tidak lebih dari 2,5 juta dollar Australia dengan pertimbangan bahwa pendapatan pengangkutan kargo Garuda dari Indonesia pada saat kejadian perkara ini terjadi adalah sebesar 1,09 juta dollar Australia dan pendapatan pengangkutan kargo dari Hong Kong sebesar 656.000 dollar AS.

Terkait putusan pengadilan Australia ini, Garuda Indonesia sebelumnya telah berkoordinasi intens dengan Kedubes Australia sejak tahun 2012 dan Tim Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri sejak tahun 2016 karena kasus hukum ini menyangkut "Interstate Diplomacy". Garuda Indonesia sebelumnya juga telah berkoordinasi secara rutin dengan KPPU Indonesia.

yni/AR-2

Penulis : Yuni Rahmi

Komentar

Komentar
()

Top