Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pangan - Disayangkan, Penurunan Konsumsi Beras Malah Beralih ke Gandum

Gencarkan Diversifikasi Pangan untuk Kurangi Impor

Foto : Sumber: Kementan – Litbang KJ/and - kj/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

>> Jumlah penduduk besar, harus dipastikan setiap hari bisa swasembada.

>> Pemerintah harus lebih serius, diversifikasi pangan jangan hanya jargon.

JAKARTA - Sejumlah kalangan menilai Indonesia harus segera memacu produktivitas pangan nasional sehingga mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebab, kebergantungan yang terus meningkat pada pangan impor akan membuat negara harus mengandalkan kebutuhan perut rakyat pada negara lain.

Selain itu, pemerintah juga mesti lebih gencar merealisasikan upaya diversifikasi pangan berbasis produk lokal masing-masing daerah, guna memperkuat ketahanan pangan nasional dan mengurangi kebergantungan pada beras sebagai makanan pokok.

Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Masyhuri, mengatakan polemik impor pangan belakangan ini terus menjadi debat publik. Padahal sudah jelas, dengan jumlah penduduk 260 juta orang dan pertumbuhan populasi 1,42 persen per tahun, Indonesia harus swasembada pangan.

"Dengan sebaran dan jumlah penduduk besar, harus memastikan setiap hari di saat ini maupun di masa depan selalu bisa swasembada. Soal pangan ini jadi strategi besar, jangan jadi urusan politik, tapi urusan dasar berbangsa dan bernegara," ujar dia, ketika dihubungi, Selasa (26/2).

Pengamat pertanian, Khudori, menambahkan, ke depan produksi pangan harus ditingkatkan. Bukan hanya dari aspek perluasan lahan, tapi tingkat produksinya harus benar-benar mampu memenuhi kebutuhan domestik. "Cuma memang tidak mudah untuk meningkatkan produktivitas itu," kata dia.

Menurut Khudori, beberapa varietas pangan Indonesia sebenarnya cukup unggul, misalnya padi. Di tingkat ASEAN produksinya terbilang bagus, hanya kalah dari Vietnam, tapi lebih unggul dari Thailand.

Khudori mengungkapkan kenaikan produksi pangan lokal akan mengurangi kebutuhan impor, meskipun tidak mudah untuk menyetop semua impor. Sebab, tidak semua bahan pangan bisa diproduksi di dalam negeri.

"Mestinya, untuk pangan yang berbasis tropis, impornya bisa kita tekan karena kita punya keunggulan komparatif. Ke depan, supaya tidak terus bergantung impor, mestinya didorong pengembangan pangan lokal di masing-masing daerah di Tanah Air," tukas dia.

Apabila pangan lokal berkembang di banyak daerah maka tekanan permintaan pangan yang menjadi konsumsi nasional masyarakat akan berkurang. "Sekarang pangan pokok kita cenderung ke beras. Jadi harus ada diversifikasi pangan," ujar Khudori.

Dia mengungkapkan beras tidak bisa selalu diandalkan dalam memenuhi kebutuhan pangan. Sebab, provinsi yang menjadi produsen beras hanya belasan dan tidak semua produksinya selalu surplus. Dengan kondisi geografis Indonesia yang cukup luas, bisa dipastikan distribusi beras mengalami kesulitan. Belum lagi bila daerah penghasil beras mengalami gagal panen.

"Saya bilang ada 'kesalahan' pemerintah yang terus menjadikan beras sebagai pangan pokok. Kalau masing-masing daerah yang bukan produsen beras bisa produksi pangan lokal sendiri, sepertiganya saja, maka tekanan kebutuhan beras pasti berkurang," kata Khudori.

Amat Disayangkan

Sementara itu, peneliti dari Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santoso, mengemukakan saat ini sekitar 25 persen dari konsumsi beras Indonesia mulai tergantikan oleh gandum. Bahkan, pertumbuhan konsumsinya mencapai 5-6 persen dalam 20 tahun terakhir, melampaui pertumbuhan penduduk.

Padahal, kata Dwi, kebutuhan 100 persen gandum Indonesia bergantung pada impor. Hal inilah yang membuat pemenuhan kebutuhan pangan nasional mudah bergejolak saat harga internasional sedang tinggi.

"Amat disayangkan penurunan konsumsi beras ini malah ke gandum. Dua puluh lima persen sudah kritis, kalau 50 persen bencana kita," tukas dia, belum lama ini.

Dwi menambahkan, persoalan lain yang tak kalah pelik adalah APBN 2019 tidak menganggarkan dana untuk program diversifikasi pangan. Di saat yang sama, pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk memengaruhi konsumsi masyarakat yang semakin ditentukan oleh pasar. Akibatnya, angan-angan untuk kembali kepada jagung, sagu, hingga sorgum semakin sulit dicapai. "Diversifikasi pangan itu hanya sebatas jargon. Selain pemerintah enggak serius, konsumsi masyarakat ditentukan oleh pasar," papar dia. ahm/YK/SB/WP

Penulis : Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top