Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Gaya Hidup Sedentari Picu Beragam Penyakit Kardiovaskuler

Foto : ISTIMEWA

malas

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pandemi Covid-19 dapat memicu gaya hidup sedentari atau kurang aktivitas fisik. Gaya hidup kurang gerak tersebut berisiko menyebabkan penyakit tidak menular seperti hipertensi, stroke, diabetes, dan penyakit jantung.

Demikian dikatakan Ketua Umum Perhimpunan Osteoporosis Indonesia, dr Bagus Putu Putra Suryana, SpPD-KR, dalam webinar yang diadakan oleh Fonterra menyambut Hari Aktivitas Fisik dan Kesehatan Dunia, Rabu (7/4).

Ia menambahkan, meskipun dalam situasi pandemi, perilaku hidup sehat aktif harus tetap dilakukan karena investasi kesehatan jantung, paru dan termasuk juga kesehatan tulang, sendi, otot sejak usia dini. Hal ini penting karena berpengaruh pada kesejahteraan secara menyeluruh di setiap tahapan kehidupan.

Menurut WHO, 1 dari 4 orang dewasa dan 3 dari 4 remaja umur 11-17 tahun tidak memenuhi standar aktivitas fisik yang dianjurkan. Di Indonesia, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebesar 33,5 persen masyarakat kurang aktivitas fisik.

Hasil pengukuran kebugaran jasmani yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada ASN, masyarakat umum dan Calon Jemaah Haji menunjukkan bahwa sekitar 45 persen tingkat kebugaran jasmani yang masih kurang dan sebesar 44 persen dalam kategori kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas.

Overweightatau kelebihan berat badan adalah suatu kondisi di mana seseorang memiliki 10-20 persen dari berat badan normal. Sementaraobesitasadalah kondisi di mana berat badan seseorang lebih dari 20 persen berat normal tubuhnya.

"Tingkat kebugaran erat kaitannya dengan aktivitas fisik karena orang yang cukup melakukan aktivitas fisik maka tingkat kebugarannya akan baik," ujar Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan RI dr. Riskiyana Sukandhi Putra, M.Kes.

Ia menambahkan, meskipun dalam situasi pandemi, perilaku hidup sehat aktif harus tetap dilakukan. Hal ini karena investasi kesehatan jantung, paru dan termasuk juga kesehatan tulang, sendi, otot sejak usia dini penting untuk kesejahteraan secara menyeluruh di setiap tahapan kehidupan.

"Indonesia berkomitmen untuk mendukung GAPPA (Global Action Plan for Physical Activity) melalui Rencana Aksi Nasional Pembudayaan Aktivitas Fisik dengan target terjadi penurunan jumlah masyarakat di Indonesia yang kurang aktivitas fisik menjadi 28,5 persen pada tahun 2035," paparnya.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Scandinavian Journal of Medicine and Science in Sports 2020, lansia dengan usia dia atas 60 tahun yang aktif secara fisik, memiliki risiko lebih rendah terhadap penyakit kardiovaskular, kanker payudara dan prostat, patah tulang, jatuh berulang, cacat ADL (Activity Daily Living), keterbatasan fungsional dan penurunan kognitif.

"Mereka juga mengalami proses penuaan yang lebih sehat, kualitas hidup yang lebih baik, dan peningkatan fungsi kognitif," ujar Bagus.

Dalam penelitian oleh National Library of Medicine, National Center for Biotechnology Information. (2011), menjelaskan bahwa masyarakat yang berolahraga rata-rata 92 menit per minggu atau 15 menit sehari, memiliki penurunan risiko penyebab kematian secara keseluruhan sebesar 14 persen, dan memiliki harapan hidup 3 tahun lebih lama. Sebaliknya individu yang tidak aktif memiliki peningkatan risiko kematian sebesar 17 persen.

Bagus menjelaskan, saat melakukan aktivitas fisik atau berolahraga, jantung akan terpacu untuk membawa oksigen dan nutrisi, serta meningkatkan sirkulasi darah ke seluruh tubuh, termasuk ke sendi dan tulang.

"Apabila sirkulasi darah lancar, maka pembagian oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh lebih optimal dan mempengaruhi kesehatan secara menyeluruh, demi mencapai salah satu pilar utama dari 'Sehat, Aktif dan Bahagia' untuk mendapatkan kualitas hidup lebih baik," paparnya.

Dari sisi kepadatan tulang, aktivitas fisik sejak dini yang dibarengi dengan konsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup dapat menciptakan tulang yang padat. Sedentari, kurang latihan fisik, atau olahraga tidak teratur juga akan mengurangi tekanan pada tulang sehingga mengurangi pembentukan tulang baru dan berakibat meningkatkan risiko tulang keropos atau osteoporosis.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top