Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Gawat! Jangan Sampai Terjadi di Indonesia, Anak-anak di Ukraina dan Rusia Berpotensi Mengalami Gangguan Kesehatan Mental "PTSD" Hingga Depresi Dampak Perang yang Tak Kunjung Usai

Foto : pixabay/alex_madred

Potret Anak yang Tinggal di Negara Perang

A   A   A   Pengaturan Font

Perang antara Rusia dan Ukraina nampaknya tak menunjukkan kata damai. Anak-anak disana pun berpotensi mengalami dampak yang dapat menghancurkan hidupnya. Tak hanya ancaman penembakan, pemboman, kehilangan orang yang dicintai, lebih jauh lagi anak-anak disana juga berpotensi mengalami guncangan mental.

Menurut data, seperempat dari anak-anak di dunia diperkirakan tinggal di negara-negara yang terkena dampak konflik bersenjata atau bencana.

"Warisan perang ini akan menjadi generasi yang trauma," tulis Serhii Lukashov, direktur Desa Anak SOS di Ukraina seperti yang dikutip dari Al Jazeera.

Dampak kesehatan mental ini kemungkinan akan dirasakan tahun-tahun yang akan datang.

Gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan depresi adalah gangguan kesehatan mental yang paling umum dialami setelah perang, baik untuk orang dewasa maupun anak-anak.

Sebagian besar penelitian telah menemukan tingkat gangguan yang meningkat secara signifikan. Misalnya, penelitian sebelumnya terhadap anak-anak pengungsi yang baru tiba menunjukkan tingkat kecemasan dari 49 persen menjadi 69 persen, dengan prevalensi meningkat secara dramatis jika setidaknya satu orang tua telah disiksa atau jika keluarga dipisahkan.

PTSD dapat terjadi pada anak-anak bahkan setelah satu peristiwa traumatis, tetapi trauma yang berulang atau berkepanjangan meningkatkan risikonya.

Gejala PTSD sangat bervariasi antara lain penderita menunjukkan ketakutan yang intens, ketidakberdayaan, kemarahan, kesedihan, atau penyangkalan. Mengalami sakit kepala dan sakit perut. Menunjukkan reaksi emosional yang berlebihan secara tiba-tiba dan ekstrem.

Anak-anak yang mengalami trauma berulang dapat membunuh rasa emosional mereka. Dalam ilmu psikologi, mati rasa seperti ini biasa disebut dengan Disosiasi.

Depresi dapat terjadi pada anak-anak berusia tiga tahun. Mereka dapat merasa sedih, putus asa, dan menunjukkan ketidaktertarikan pada hal-hal yang dulu mereka sukai. Pola tidur berubah, dan beberapa bahkan melukai diri sendiri.

Bagaimana kesehatan mental anak terpengaruh akan sangat bergantung pada dukungan yang mereka terima dari yang mengasuh mereka, baik orang tua atau wali.

Tetapi hal ini menjadi sulit, karena selama masa perang banyak dari anak-anak tersebut kehilangan orang tua, kerabat dan saudara yang dicintai.

Alih-alih menemukan wali yang tepat dalam merawat secara fisik dan psikis, kadang pengasuh mereka sendiri juga tertekan atau cemas akibat dampak perang yang dialami. Hal ini, menyulitkan proses penyembuhan mental bagi anak-anak di negara berkonflik.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Padnya Meisra Diliana

Komentar

Komentar
()

Top