Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pertambangan - Hilirisasi Dapat Tingkatkan Nilai Tambah

Freeport Diingatkan Tak Boleh Terlambat Lagi Bangun "Smelter"

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - DPR RI mengingatkan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral untuk tidak ada lagi keterlambatan pembangunan proyek smelter. Sebab, kedua perusahaan tambang terkemuka itu telah mendapatkan kebijakan relaksasi ekspor dari pemerintah. Sehingga, perlu mendapatkan pengawasan ketat dari pemerintah untuk melanjutkan proyek smelter tersebut.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, mengungkapkan dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) Nomor 3 Tahun 2020 memang memuat ketentuan soal adanya kemungkinan evaluasi kebijakan oleh Menteri ESDM terkait kebijakan ekspor mineral.

Menurutnya, seperti yang telah disampaikan Menteri ESDM, Arifin Tasrfi, evaluasi yang dilakukan salah satunya mempertimbangkan kelanjutan proyek smelter. "Salah satu pertimbangan terpenting adalah adanya keterlambatan pembangunan smelter akibat Covid-19," kata Eddy dikutip dari laman resmi DPR RI, Senin (8/5).

Diketahui, dalam Pasal 170A ayat 3 berbunyi, "Ketentuan lebih lanjut mengenai penjualan produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri."

Meskipun telah mendapatkan relaksasi ekspor, Eddy menegaskan proyek smelter oleh kedua perusahaan harus diawasi secara ketat. Menurutnya, tidak boleh ada keterlambatan proyek ke depannya. "Kalau masih ada keterlambatan harus ada sanksi tegas dan tidak boleh ada lagi dispensasi yang diberikan," tegas Eddy.

Diketahui, pemerintah telah memastikan adanya pemberian izin ekspor konsentrat tembaga untuk PTFI dan Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) hingga Mei 2024. Freeport dan Amman mendapat izin ekspor meskipun larangan ekspor konsentrat tembaga mulai berlaku pada Juni 2023. Adapun larangan itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Langkah pemerintah yang memberi kelonggaran ini mendapat sorotan tajam dari Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi. Ia mendesak agar regulator membatalkan pemberian izin perpanjangan (relaksasi) ekspor konsenterat PT Freeport Indonesia (PTFI). Sebab, langkah tersebut membuat program hilirisasi kian tak jelas.

"Pemberian relaksasi ekspor konsentrat kepada Freeport akan memicu ketidakpastian hukum yang menyebabkan investor smelter hengkang dari Bumi Nusantara," tegas Fahmy kepada Koran Jakarta, pekan lalu.

Picu Diskriminasi

Pemberian relaksasi ekskpor konsentrat itu akan menimbulkan diskriminasi terhadap pengusaha nikel dan bauksit yang selama ini sudah diwajibkan hilirisasi di smelter dalam negeri, sehingga mereka akan menuntut relaksasi ekspor serupa. Kalau pemerintah memenuhi tuntutan tersebut, program hilirisasi akan porak-poranda.

Padahal lanjut dia, tujuan mulia program Jokowi dalam hilirisasi adalah menaikkan nilai tambah dan mengembangkan ekosistem industri. Selain itu, pemberian relaksasi ekspor konsentrat kepada Freeport akan memicu ketidakpastian hukum yang menyebabkan investor smelter hengkang dari Bumi Nusantara.


Redaktur : andes
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top