Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Fenomena Lucu-lucuan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemilihan umum (Pemilu) serentak untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota legislatif, dan anggota dewan perwakilan daerah masih beberapa bulan lagi dari tanggal 17 April 2019. Sejumlah kubu dan calon pun saling merebut simpati rakyat dengan berbagai cara sesuai dengan rambu-rambu yang telah digariskan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Namun, ketika semua kontestan fokus pada pemenangan, tahu-tahu muncul pasangan pasangan capres-cawapres fiktif Nurhadi-Aldo (Dildo) di dunia media sosial Indonesia. Akun Dildo di berbagai platform media sosial ramai pengikut. Sebagian besar pengikutnya merayakan posting-posting Dildo dengan satire terhadap jalannya pemilu.

Bahkan, hanya dalam dua pekan setelah diluncurkan, akun Nurhadi-Aldo di Facebook telah punya lebih dari 81.000 pengikut, 18.600 di Twitter, dan 73.000 di Instagram. Tak cuma itu, foto dan meme Nurhadi-Aldo dibagikan berulang kali di media sosial sehingga mendapat tanggapan meriah berupa ratusan komentar dan reaksi.

Akun Dildo ternyata bukan sekadar shitposting, tapi juga punya tujuan. Shitposting adalah aktivitas online yang awalnya dikenal sebagai posting konten yang mengejutkan atau ofensif. Shitposting bisa juga dipakai untuk konten yang tidak berfaedah. Kampanye Nurhadi-Aldo adalah salah satu cara menyampaikan kritik untuk pemerintah dan politikus di Indonesia.

Setidaknya, munculnya capres-cawapres fiktif Nurhadi dan Aldo sebagai fenomena resistensi terhadap hegemoni situasi menjelang Pemilu. Respons ini muncul sejak sejak dipasangnya spanduk atau baliho kampanye. Lagi pula, resistensi muncul karena umumnya pemasangan alat-alat peraga kampanye itu tak mempertimbangkan aspek estetika.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top