Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Etika Menteri "Nyaleg"

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kekuasaan tak mungkin dilepas oleh siapa pun dan seperti apa pun pemegangnya. Sebab kekuasaan mendatangkan banyak kemudahan mengakses sumber-sumber ekonomi dan politik. Andai tidak dibatasi ketentuan UU, presiden mana pun akan terus berupaya berada di kursi. Rupanya para menteri pun tak mau jauh-jauh dari kekuasaan demi kemudahan-kemudahan hidup.

Maka, tak beran menteri-menteri banyak yang maju menjadi bakal calon legislatif (bacaleg) untuk ikut serta dalam pemilihan tahun depan, meski masih menjabat. Sejumlah menteri telah mendaftar menjadi bacaleg. Di antaranya, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani untuk daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk dapil Sumatera Utara.

Menteri Pemuda dan Olah Raga Imam Nahrawi untuk dapil Jakarta Timur, DKI 1. Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk dapil Depok, Jabar 6. Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo buat dapil Bengkulu. Kemudian, MenPAN-RB Asman Abnur dapil Kepulauan Riau dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Memang tidak ada ketentuan UU yang melarang para menteri maju sebagai bacaleg. Hanya, pertanyaannya, etiskah di saat mereka masih menjabat posisi yang begitu menentukan dalam suatu rezim, juga mendaftar diri sebagai bacaleg? Sepertinya, mereka penuh khawatir tidak memiliki pekerjaan, setelah tak lagi menjadi menteri.

Bukan tidak mungkin ada pandangan masyarakat yang menilai bahwa mereka bisa saja dianggap kemaruk jabatan. Mestinya, mereka sadar telah diberi kesempatan menjadi menteri (tak banyak orang berkesempatan menjadi menteri) cukuplah. Mengapa masih juga mengejar menjadi anggota DPR? Apalagi menteri-menteri yang sekarang mendaftar baceleg itu juga ada yang pernah menjadi anggota DPR.

Kalau tidak mau dikatakan rakus jabatan atau dianggap tidak tahu etika, mestinya para menteri itu mundur (walau presiden tidak menuntut mundur), saat mendaftar bacaleg. Ini tidak, jabatan menteri tak mau dilepas, tetapi sudah melangkah ke depan dengan nyaleg. Pertanyaannya, andai Presiden Joko Widodo kelak terpilih lagi menjadi presiden dalam Pemilu 2019, dan mengangkat mereka lagi jadi menteri, padahal mereka juga terpilih jadi legislatif? Lalu mana yang akan mereka pilih?

Ini bukan sekadar soal memilih antara jadi anggota DPR dan menteri, tetapi sekali lagi, ini masalah etika bernegara dan negarawan. Kalau mereka memilih jabatan menteri, DPR akan kosong, harus diisi orang lain. Ini mengganggu kinerja DPR.

Ya, semua kembali ke kekuasaan, kemudahan kehidupan, dan akses-akses. Seperti dijelaskan di atas, secara naluriah, tak ada yang mau melepaskan kekuasaan. Semua memang dikembalikan kepada nurani masing-masing, apakah mereka tahu diri, merasa cukup, atau mau terus berkemaruk dengan jabatan.

Berilah peluang atau kesempatan orang lain. Jadi menteri sudah hebat. Jangan juga mau terus menjadi DPR, apalagi kalau pernah menjadi legislatif. Sulit memang mencari orang yang merasa cukup dengan jabatan yang dipegang, walau sudah begitu tinggi.

Rezim ini memang cukup unik. Ada menteri diizinkan. Ada yang dilarang nyaleg. Alasannya pekerjaan menteri yang dilarang nyaleg tak bisa ditinggalkan. Asumsinya, pekerjaan menteri yang diizinkan nyaleg cukup enteng karena bisa ditinggalkan. Walau menteri-menteri hanya diizinkan kampanye pada hari Sabtu dan Minggu (katanya agar tak mengganggu jam kerja) sama sekali tidak benar. Apakah kampanye dua hari berturut-turut, Seninnya tidak lelah?

Tentu kinerja mereka anjlok. Selain lelah fisik, mereka juga capai pikiran dan psikis karena bekerja dua kaki. Sekuat dan sehebat apa pun mereka capai karena berarti tidak ada waktu istirahat sepanjang pekan! Omong kosong bisa tetap fokus! Jadi, demi etisnya, menteri (sekali lagi meski tak diharuskan mundur), mundurlah agar rakyat tidak melihatnya sebagai sosok yang rakus jabatan. Sebab kalau rakyat sudah melihat seperti itu, para menteri itu juga tidak akan dipilih dalam Pemilu 2019!

Komentar

Komentar
()

Top