Emiten Kapal Akan Jual 4 Armada
Foto: istimewaEmpat kapal yang akan dijual merupakan armada yang umurnya tua dan tidak efisien. Tahun lalu telah dijual tiga unit, tahun ini akan dijual empat set lagi.
JAKARTA - PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk (BBRM) berencana akan menjual empat unit armada yakni kapal tongkang dan tunda. Penjualan armada tersebut akan dilakukan di tahun ini. Direktur Utama BBRM, Peter Kusuma, mengatakan secara segmen bisnis, Perseroan memiliki dua segmen, yaitu bisnis usaha kapal tunda dan kapal tongkang serta armada penunjang lepas pantai (offshore).
Untuk itu, Perseroan akan menjual armada yang umurnya tua dan tidak efisien. "Tahun lalu ada tiga kapal yang dijual. Kalau sekarang kita akan jual empat set," ungkap dia, di Jakarta, Kamis (28/6). Saat ini, Perseroan mengoperasikan 26 kapal tongkang dan 26 kapal tunda. Sementara itu, untuk segmen kapal penunjang lepas pantai, perusahaan mengoperasikan lima unit kapal Anchor Handling Tug Supply (AHTS) dan satu unit kapal Platform Supply Vessel (PSV). Perseroan berharap kondisi harga minyak dan gas membaik.
Untuk itu, Peter berharap harga sewa kapal akan meningkat. Adapun untuk kapal tongkang dan tunda seiring dengan stabilnya harga batu bara dan produksi yang semakin meningkat diharapkan berimbas kepada peningkatan tarif sewa. Sedangkan dari divisi offshore diharapkan bisa berkontribusi lebih pada tahun ini.
Menurut Peter, harga minyak dunia yang terus menunjukkan peningkatan sebagai dampak dari berkurangnya pasokan akibat dari krisis politik di Venezuela dan Iran, penyederhanaan aturan pemerintah Indonesia untuk menarik investasi yang besar pada sektor ini, dan tarif sewa di tahun 2018 yang diperkirakan akan tetap rendah karena kelebihan pasokan kapal OSV menjadi tantangan dan peluang di divisi offshore.
Restrukturisasi Utang
Pada tahun ini Perseroan melakukan restrukturisasi utang senilai 54 juta dollar AS dengan jangka waktu selama lima tahun. Menurut Peter, Perseroan sampai waktu 2023 tidak harus membayar utang pokok dan bunga sesuai dengan waktunya. "Jadi sampai 2023 kita tidak diwajibkan membayar utang pokok," tegas dia. Peter menjelaskan sebelum merestrukturisasi utang Perseroan yang berjumlah 54 juta dollar AS, Perseroan harus menyicil membayar utang 2-3 juta dollar AS setiap bulan.
Namun, merujuk pada kondisi keuangan yang kurang kondusif membuat Perseroan mengalami kesulitan dalam membayar utang. Dari situ pihaknya bernegosiasi dengan perbankan dan mendapat keputusan hingga 2023 tidak perlu membayar utang dan bunga terlebih dahulu. Perseroan berharap harga minyak dan gas membaik. Sebab, sebagus apa pun Perseoran tetapi jika pasarnya tidak mendukung maka tetap akan menyulitkan. Oleh karenanya uang yang dihasilkan tidak akan cukup memenuhinya kewaniban membayar utang.
"Jadi ada dua hal, kalau dari sisi eksternal kondisi market sudah bagus, tinggal dari internal perusahaan," kata dia. Ia pun berharap pendapatan dari sewa kapal mampu untuk menyicil pinjaman Perseroan pada perbankan. Perseroan pun tidak mengalokasikan belanja modal (capital expendicture/ capex) di tahun ini. "Tahun sebelumnya kita kesulitan keuangan sampai kita gagal bayar bank," pungkasnya. yni/AR-2
Penulis: Yuni Rahmi
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 4 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu
Berita Terkini
- Jadwal Operasional MRT Berubah Selama Libur Natal dan Cuti Bersama
- Pj. Gubernur Adhy Minta Wali Kota Pasuruan Lakukan Percepatan Pembangunan
- Arus Lalu Lintas Mudik Natal 2024 Terpantau Masih Lancar
- Seskab Teddy Angkat Suara Soal Presiden Erdogan “Walk Out” Saat Pidato Prabowo
- Jepang dan AS Salahkan Korea Utara atas Pencurian Kripto Senilai $300 Juta