Ekspor Dibatasi, RI Harus Upayakan Tingkatkan Produksi Pangan Lokal
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Krisis pangan global semakin menyita perhatian dunia seiring dengan meningkatnya ketidakstabilan pasokan pangan di berbagai negara. Hal itu salah satunya disebabkan oleh menurunnya hasil produksi pertanian di banyak wilayah karena terdampak perubahan iklim yang ekstrem.
Di sisi demand, kebergantungan pada produk pangan impor yang tinggi menyebabkan terjadinya persaingan untuk mendapatkan, sehingga makin memacu kenaikan harga komoditas pangan global. Kondisi tersebut makin rumit dengan konstalasi geopolitik global yang ditandai dengan perang yang tak kunjung berakhir di beberapa kawasan khususnya di Eropa Timur, tepatnya di Ukraina dan di kawasan Timur Tengah. Instabilitas itu pada akhirnya menyebabkan pembatasan dan gangguan pada rantai pasok global, sehingga biaya transportasi untuk produk-produk pangan melonjak dibanding kondisi normal.
Data Food Security Update Edisi September 2024 dari World Bank menunjukkan hingga akhir September 2024, 16 negara telah menerapkan 22 larangan ekspor pangan, dan delapan negara telah menerapkan tindakan pembatasan ekspor. Berdasarkan Global Food Security Index 2022, dalam aspek keterjangkauan pangan, bagi Indonesia masih terdapat pekerjaan rumah dari aspek ketersediaan pangan untuk berbagai indikator, seperti kecukupan pangan, penelitian dan pengembangan, serta akses terhadap agro input. Menanggapi hal itu, Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan laporan food security index itu bukan berarti Indonesia aman di tengah perubahan iklim.
"Harus disadari, kedaulatan pangan kita masih riskan di tengah perubahan iklim dan konflik geopolitik yang diikuti kebijakan pembatasan dan larangan ekspor pangan," tegas Awan. Untuk itu, perlu adanya upaya serius untuk memastikan peningkatan produksi pangan dalam negeri khususnya sumber pangan lokal.
Sebab, harus diakui selama ini produksi pangan terus menurun, begitu juga pengembangan pangan lokal yang jalan di tempat. Selain itu, papar Awan, pemerintah juga perlu melakukan perbaikan tata niaga dan distribusi pangan, serta penguatan kelembagaan ekonomi rakyat, termasuk masyarakat adat yang bergerak di sektor pangan.
Sumber Konflik Baru
Pakar pertanian dari UPN Veteran Jawa Timur, Surabaya, Zainal Abidin, mengatakan sudah seharusnya setiap negara, terutama yang agraris, membangun kemandirian dan kedaulatan pangan karena di masa mendatang krisis pangan adalah suatu keniscayaan.
"Banyak hal yang memicu ke arah sana, mulai climate change, alasan ekonomi, krisis air dan krisis lahan. Jika stok dunia semakin menipis, pangan akan menjadi sumber konflik baru dengan krisis multidimensi bersama krisis air dan energi," katanya. Negara-negara eksportir sudah membaca itu jadi RI jangan sampai terlambat, terlena dengan ketahanan berbasis impor. Jika terus tertinggal, negara bukan hanya jatuh ke perangkap utang, tapi juga perangkap pangan karena kebergantungan yang terus berlanjut.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 4 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik