Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ekonomi Sirkular Solusi Atasi Persoalan Sampah Plastik Nasional

Foto : Istimewa

Ilustrasi- Ekonomi sirkular.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Dirjen Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, Rosa Vivien Ratnawati meminta masyarakat menghindari pemakaian sampah sedotan plastik demi mengurangi pencemaran sampah plastik yang kian mengkhawatirkan. Tercatat, Indonesia menghasilkan 93 juta sampah sedotan plastik per tahun.

"Sampah sedotan plastik itu kalau disusun bisa mencakup jarak dari Jakarta sampai Meksiko," katanya dalam diskusi online bertajuk 'Ekonomi Sirkular: Solusi Limbah Plastik Indonesia dan Mitigasi Perubahan Iklim' dikutip di Jakarta, Senin (7/3).

Rosa menyatakan, persoalan sampah plastik yang tercecer di lingkungan terbuka seharusnya jadi keprihatinan semua kalangan mengingat dampaknya yang sangat besar pada perubahan iklim di level global.

Dia bilang, meski pemerintah telah berupaya keras untuk menekan pencemaran sampah plastik di lingkungan bebas, warga juga dapat berpartisipasi dengan mengadopsi pola pikir baru terkait pengelolaan sampah plastik.

"Kesadaran individu yang paling utama. Orang perlu melihat sampah sebagai tanggung jawab pribadi, bukan lagi tanggung jawab Pemerintah Daerah semata," ujar dia.

Menurut Rosa, perubahan pola pikir dan perilaku dalam pengurangan sampah plastik bisa dimulai dari hal-hal kecil, semisal memilah sampah plastik rumah tangga, sedapat mungkin menggunakan kemasan air minum yang awet dan mengurangi pemakaian kantong kresek sekali pakai.

Ahli Teknologi Produk Plastik dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Mochamad Chalid, menyatakan terlepas dari banyak stigma yang dilekatkan orang, plastik pada dasarnya produk yang relatif lebih ramah lingkungan ketimbang kemasan lainnya semisal yang berbasis kertas.

Analisis Life Cycle Assessment (LCA) menunjukkan plastik lebih ramah lingkungan karena energi yang diperlukan untuk pembuatannya relatif jauh lebih sedikit dan ini juga terkait erat dengan tingkat emisi C02 dan perubahan iklim.

"Plastik sejatinya material yang eksotik, punya banyak keunggulan dari sisi ekonomi, kepraktisan dan pemanfaatan dalam skala masal, meski juga punya kekurangan, utamanya waktu penguraian di alam yang perlu puluhan hingga ratusan tahun alias lebih panjang dari usia manusia pemakainya," ujar Chalid.

Namun menurutnya, sisi negatif sampah plastik itu bukan persoalan besar andai masyarakat mengadopsi Ekonomi Sirkular, dimana sampah plastik tak lagi dibuang di penimbunan akhir sampah layaknya sampah organik rumah tangga, namun dipandang sebagai material yang bisa dimanfaatkan kembali dan punya nilai ekonomi tinggi.

"Kalau konsep Ekonomi Sirkular bisa diadopsi banyak kalangan, persoalan sampah plastik dengan mudah kita atasi bersama," katanya. Apalagi kalau penerapannya dibarengi dengan stimulus ekonomi, kesadaran publik bisa lebih cepat," ungkap Chalid.

Direktur Sustainability Development Le Minerale, Ronald Atmadja, mengamini hal tersebut. Le Minerale, katanya, aktif mendukung gerakan Ekonomi Sirkular dengan membantu pemulung dan lapak di berbagai kota mengumpulkan lebih banyak sampah plastik agar bisa diolah dan dijual kembali untuk memenuhi keperluan industri daur ulang dalam negeri.

"Program kerja sekaligus untuk mendukung target Kementerian Lingkungan Hidup mengurangi impor sampah bekas (scrap) yang saat ini mencapai 50 persen dari kebutuhan industri daur ulang," katanya.

Menurut Ronald, warga juga perlu didorong untuk membiasakan memilah sampah sejak dari level rumah tangga. Kata dia, orang kerap membuang sampah plastik begitu saja, digabungkan dengan sampah rumah tangga lainnya, dimasukkan dalam kemasan plastik yang lain.

Akibatnya, sampah plastik yang bernilai ekonomi tinggi ikut tercemar dan pada akhirnya tercecer di lingkungan semisal Tempat Pembuangan Akhir sampah.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail

Komentar

Komentar
()

Top