Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Perekonomian 2023 I Korsel Mencegah Upaya Penyaluran KPR yang Berlebihan

Ekonomi Dunia Semakin Menantang

Foto : SONNY TUMBELAKA/AFP

Menteri Ekonomi dan Keuangan Korea Selatan, Choo Kyung-ho

A   A   A   Pengaturan Font

» Pengetatan moneter global berimplikasi pada hampir 70 persen emerging market.

» Kemiskinan berpotensi meningkat atau setidaknya akan lebih sulit untuk ditekan.

SEOUL - Menteri Ekonomi dan Keuangan Korea Selatan, Choo Kyung-ho, pada Kamis (12/1), memperingatkan kesulitan ekonomi pada tahun ini karena adanya fenomena tiga tingkat tinggi yang dipicu oleh inflasi dan suku bunga tinggi ditambah utang yang besar.

"Tahun ini kemungkinan akan sangat menantang bagi seluruh dunia dan juga untuk Korea (Selatan) karena efek pengetatan moneter di negara-negara ekonomi utama menyebar di tengah berlanjutnya inflasi tinggi, suku bunga tinggi, dan utang tinggi," kata Choo Kyung-ho pada konferensi pers dengan media asing di Seoul.

Choo, yang merangkap sebagai wakil perdana menteri urusan ekonomi, mengatakan pemerintah akan memfokuskan upaya kebijakan untuk mengatasi krisis.

Bank sentral negara mereka pun telah memperketat kebijakan moneternya sejak Agustus 2021 dengan menaikkan suku bunga acuannya dari rekor terendah 0,50 persen menjadi 3,25 persen.

Kenaikan suku bunga yang cepat tersebut semakin menambah beban pembayaran utang tiap rumah tangga yang sudah berjuang melawan inflasi tinggi dan utang besar.

Utang, yang dimiliki oleh rumah tangga ke bank-bank penerima simpanan, menyusut 2,6 triliun won atau 2,1 miliar dollar Amerika Serikat (AS) pada 2022 di tengah suku bunga pinjaman yang lebih tinggi.

Sebaliknya, utang melonjak 100,6 triliun won atau 80,9 miliar dollar AS pada 2020 dan 71,8 triliun won atau 57,7 miliar dollar AS pada 2021 yang masing-masing tetap mendekati level rekor tertinggi.

Pemerintah pun melonggarkan peraturan pinjaman KPR untuk menopang pasar perumahan yang goyah dengan memungkinkan calon pembeli membeli rumah baru dengan uang pinjaman.

Choo mengatakan peraturan peminjaman sangat berlebihan untuk membatasi transaksi perumahan normal selama beberapa tahun terakhir, menyebut deregulasi sebagai "normalisasi".

Pemerintah, tambah Choo, seperti dikutip dari Antara akan tetap memberlakukan aturan untuk mencegah pinjaman Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan kredit yang berlebihan.

Pakar ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, yang diminta pandangannya mengatakan bahwa langkah-langkah penyelamatan terutama yang dilakukan oleh negara-negara maju terhadap kemungkinan krisis ekonomi global 2023 sangat perlu segera diantisipasi negara-negara berkembang.

Proyeksi terbaru dari Bank Dunia, pertumbuhan output global hanya 1,7 persen, lebih rendah dari proyeksi IMF. Nyaris tidak ada negara maju yang bebas dari risiko ini, dan juga berimplikasi ke hampir 70 persen emerging markets.

"Walaupun Indonesia diyakini tidak sampai akan mengalami resesi, namun perlambatan pertumbuhan ekonomi tentu membawa risiko-risiko tersendiri terlebih bagi masyarakat yang saat ini pun merasakan dampak dari inflasi yang masih tinggi dan diperkirakan berlanjut, terutama mereka yang terbeban utang akan menjadi lebih rentan," papar Aloysius.

Sebagai konsekuensi dari kondisi tersebut, jelas Aloysius, angka kemiskinan akan meningkat, atau setidaknya lebih sulit untuk ditekan, dan hal ini penting untuk diantisipasi. Harga dan ketersediaan pangan serta energi kiranya sangat perlu untuk dipastikan.

"Apalagi pada tahun 2023 praktis sebagai tahun politik, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil hendaknya tidak dikontaminasi kepentingan-kepentingan politik terbatas dan sesaat, seperti Pilpres 2024. Hal ini juga berarti ketidakterpaduan kebijakan-kebijakan ekonomi harus dihindari," pungkas Aloysius.

Naikkan GWM

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, pada kesempatan lain mengatakan selama ini bank sentra memang sudah mengantisipasi ancaman tersebut dengan menaikkan suku bunga acuan agar tidak terjadi capital outflow atau pelarian modal asing ke luar negeri.

Namun demikian, masih perlu upaya tambahan dengan menaikan rasio giro wajib minimum (GWM) di atas 8 persen. Keputusan Bank Indonesia (BI) yang mengerek rasio GWM rupiah perbankan di atas 8 persen tentu akan berdampak pada penyaluran kredit perbankan. Apalagi, di saat yang sama Bank akan mempercepat untuk menaikkan suku bunga kreditnya seiring kebijakan BI menaikkan suku bunga BI 7-days reverse repo rate 5,5 persen pada akhir 2022 lalu.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top