Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Wisata Maluku Tengah

Duurstede, Saksi Perlawanan Pattimura di Saparua

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Dikuasainya Benteng Duurstede semakin mengobarkan semangat perlawanan dari berbagai wilayah di Kepulauan Maluku, seperti Ambon, Seram, Hitu, selain Saparua sendiri. Pada 20 Mei 1817, diadakan rapat raksasa di Haria untuk mengadakan pernyataan kebulatan tekad melanjutkan perjuangan melawan Belanda.

Peringatan kebulatan tekad tesebut dikenal dengan nama Proklamasi Porto Haria yang berisi 14 pasal pernyataan dan ditandatangani oleh 21 raja patih dari Pulau Saparua dan Nusalaut. Proklamasi itu membangkitkan semangat juang yang mendorong tumbuhnya front-front pertempuran di berbagai tempat bahkan sampai ke Maluku Utara.

Patimura yang dikukuhkan sebagai Kapiten Besar dalam rapat raksasa melalui upacara adat, kemudian memilih beberapa orang untuk membantunya berjuang melawan Belanda. Mereka adalah Anthoni Rhebok, Philips Latumahina, Lucas Selano, Arong Lisapaly, Melchior Kesaulya dan Sarasa Sanaki, Martha Christina Tiahahu, dan Paulus Tiahahu.

Mengapa rakyat Maluku marah? Menurut catatan sejarah, Inggris meninggalkan wilayah itu setelah berada di sana antara antara 1796 dan 1816. Namun setelah perjanjian Traktat London pada 1814, Belanda kembali mengambil alih Maluku dari tangan Inggris. Kehadiran Belanda dengan aturan yang menekan, membuat rakyat marah.

Rakyat Maluku merasa tertindas dan menderita karena dipaksa menyediakan kebutuhan makanan untuk kapal perang Belanda. Bahkan ada aturan yang memaksa pemuda di Maluku untuk ikut berperang bersama Belanda. Sikap sewenang-wenang dari Residen Van den Berg membuat rakyat semakin marah.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top