Doping Nodai Prestasi Sinner dan Swiatek
Iga Swiatek
Foto: JORGE GUERRERO / AFPPARIS - Jannik Sinner dan Iga Swiatek melalui tahun 2024 dengan merebut banyak gelar. Tapi alih-alih mengakhiri musim dengan gemilang, mereka justru terjebak dalam perjuangan mempertahankan reputasi. Mereka hanya menerima teguran ringan atas kegagalan dalam tes doping. Kedua kasus ini mengejutkan dunia tenis. Ini memicu kemarahan publik kepada komisi yang menangani situasi tersebut.
Pemain dan pengamat mengkritik keras program antidoping tenis yang dianggap menerapkan standar ganda. Mereka merasa bahwa Sinner dan Swiatek, yang saat itu sama-sama memegang peringkat satu dunia, menerima perlakuan istimewa dari atlet lain.
Bulan Maret lalu, Jannik Sinner gagal melewati dua tes doping karena terdeteksi jejak steroid anabolik androgenik bernama clostebol. Kasus ini membuatnya terjaga sepanjang malam, khawatir bahwa larangan bertanding dapat menghancurkan karirnya. Namun, dia kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan independen yang menerima klaim bahwa kontaminasi terjadi secara tidak sengaja.
Meski demikian, ancaman belum sepenuhnya hilang. Badan Antidoping Dunia (Wada) telah mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga, sehingga Sinner masih menghadapi kemungkinan larangan bertanding hingga dua tahun. Sinner mengaku bahwa kontroversi ini sangat mempengaruhi kondisi emosionalnya.
“Ini selalu ada di kepala saya. Namun, yang paling penting orang-orang di sekitar yang mengenal dan percaya kepada saya,” jelas Sinner. Karena itulah dia bisa terus bermain di level tertinggi. Secara emosional, dia merasa sedikit terpukul, hancur.Terkadang hidup memberi tantangan, dan hanya perlu menghadapinya.
Terlepas dari itu, Sinner tetap mencatatkan salah satu musim terbaik dalam karirnya. Dia berhasil meraih dua gelar Grand Slam pertamanya di Australia Open dan US Open. Dia berbagi gelar Grand Slam tahun ini dengan Carlos Alcaraz. Selain itu, dia memenangkan ATP Finals dan memimpin Italia mempertahankan gelar Davis Cup.
Dengan tambahan gelar di Rotterdam, Miami, Halle, Cincinnati, dan Shanghai, Sinner mencatatkan lebih banyak trofi dibanding kekalahannya yang hanya enam kali sepanjang musim. Namun, kontroversi doping memberikan catatan miring untuk pencapaian luar biasatersebut. Ini terutama karena Sinner berhasil menutup dominasi Novak Djokovic untuk menjadi penguasa baru tenis pria.
Sementara itu, Iga Swiatek juga mengalami situasi serupa. Petenis Polandia ini meraih lima gelar sepanjang musim, termasuk gelar Prancis Open keempatnya. Namun, dia gagal mempertahankan posisi peringkat satu dunia, digeser Aryna Sabalenka, yang memenangkan Australia Open dan US Open. Swiatek mengakhiri musim dengan larangan bertanding selama sebulan setelah dinyatakan positif menggunakan trimetazidine.
Kasus Swiatek menjadi kontroversial setelah pihak berwenang menerima klaim bahwa penggunaan zat tersebut berasal dari kontaminasi melatonin, obat tidur yang dia konsumsi. Keputusan ini mendapat kritik keras, terutama dari Simona Halep, juara Wimbledon 2019, yang merasa dirugikan setelah harus berjuang keras untuk mengurangi hukuman dopingnya dari empat tahun menjadi sembilan bulan.
Swiatek mengungkapkan bahwa tekanan akibat kasus ini sangat berat. “Saya dan tim harus menghadapi stres dan kecemasan yang luar biasa. Sekarang semuanya telah dijelaskan secara rinci, dan dengan nama yang bersih. Saya bisa kembali fokus,” ujarnya.
Meskipun kontroversi doping membayangi musim ini, kompetisi tenis dunia juga menghadirkan momen-momen luar biasa. Barbora Krejcikova mencetak sejarah dengan gelar Wimbledon keduanya. Zheng Qinwen membawa pulang emas Olimpiade. Di sisi lain, Coco Gauff tampil impresif dengan merebut gelar WTA Finals di Riyadh, dan Jasmine Paolini memimpin Italia menuju kemenangan di Billie Jean King Cup. ben/AFP/G-1
Berita Trending
- 1 Ini Solusi Ampuh untuk Atasi Kulit Gatal Eksim yang Sering Kambuh
- 2 Jangan Masukkan Mi Instan dalam Program Makan Siang Gratis
- 3 Perkuat Implementasi ESG, Bank BJB Dorong Pertumbuhan Bisnis Berkelanjutan
- 4 Hargai yuk Berbagai Potensi Sekitar Kita
- 5 Jika Rendang Diakui UNESCO, Pemerintah Perlu Buat "Masterplan"