Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Usulan Dewan l PP 18/2017 Tak Mengenal Asisten Pribadi

Djarot Minta Penambahan Tenaga Ahli Dievaluasi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Permintaan asisten pribadi tidak dibenarkan karena PP 18/2017 tidak mengatur nomenklatur asisten pribadi.

JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta untuk mengevaluasi pengajuan penambahan tenaga ahli. Sebab, saat ini telah ada tenaga ahli untuk fraksi-fraksi dan pimpinan DPRD untuk membantu kelancarannya bertugas.

"Saya minta tolong dipikirkan ulang. Kalau satu orang (anggota dewan) minta satu (tenaga ahli). Berarti kan saya bilang 106, belum lagi nanti akan ada tim ahli untuk fraksi, tim ahli untuk pimpinan DPRD," ujar Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (24/7).

Menurutnya, usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif tentang hak keuangan dan Administratif pimpinam dan anggota DPRD DKI Jakarta, merupakan hak anggota dewan. Namun, pihaknya memiliki hak yang sama untuk berpendapat berbeda.

"Saya bilang, enggak benar ya kalau satu orang anggota dapat satu tenaga ahli. Tenaga ahli itu silahkan, tapi harus sesuai dengan keahliannya, staf ahli kalau perlu bentuk tim, tim tenaga ahli," katanya.

Nantinya, lanjut Djarot, tim tenaga ahli ini terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian berbeda, baik di bidang pendidikan, perumahan, dan lainnya. Keberadaan tim tenaga ahli ini harus sesuai dengan kualifikasi dan keahliannya agar tugas-tugas anggota dewan terbantu dengan lancar.

"Harus jelas betul apa kualifikasinya, apa keahliannya, terus apa guna dan manfaatnya untuk membantu dewan terutama di dalam menyusun, misalnya pendapat akhir, pandangan umum, termasuk di dalam menyusun proses penganggaran sehingga dia bisa memberikan keahliannya, meskipun keputusan akhir tetap pada setiap masing-masing anggota dewan," tuturnya.

Usulan Raperda

Direktur Eksekutif Indonesian Parliamentary Center (IPC), Ahmad Hanafi mengatakan, usulan Raperda ini untuk menindaklanjuti Pasal 28 jo Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (PP 18/2017). Namun, dalam draft materi raperda ada beberapa materi yang patut dipertanyakan.

"Diantaranya, pimpinan dan anggota DPRD DKI Jakarta diberikan asisten pribadi. Usulan ini disampaikan oleh Fraksi Partai Hanura. Tidak jauh berbeda, Fraksi PKB mengusulkan pula agar masing-masing anggota DPRD didampingi oleh tenaga ahli minimal satu orang," katanya.

Padahal, ungkapnya, permintaan asisten pribadi tidak dibenarkan karena PP 18/2017 tidak mengatur nomenklatur asisten pribadi. Begitu pula alokasi satu orang tenaga ahli untuk satu orang anggota DPRD tidak diatur oleh PP 18/2017.

"Skema dukungan keahlian yang diatur Pasal 20 PP 18/2017 terbatas hanya pada alat kelengkapan dan fraksi," tegasnya.

Begitu pun dengan usulan Fraksi PDIP dan PKS yang meminta jumlah anggota tim ahli untuk setiap alat kelengkapan DPRD tidak terbatas 3 (tiga) orang. Menurutnya, Pasal 23 ayat (2) PP 18/2017, keberadaan tim ahli alat kelengkapan DPRD paling banyak tiga orang.

"Fraksi PKB pun mengusulkan permintaan jumlah anggota tim ahli sebanyak 5 (lima) orang untuk setiap fraksi. Sesuai Pasal 24 ayat (1) PP 18/2017, tenaga ahli fraksi berjumlah satu orang," ungkapnya.

Sekertaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra ), Yenny Sucipto mengatakan, PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD dianggap bakal membebani APBD. Kenaikan tunjangan DPRD yang diatur dalam PP itu, tentu harus menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

"Jika daerah ingin menaikan tunjangan anggota legislatif maka daerah perlu memperhatikan ruang fisikal. FITRA juga tidak yakin dengan adanya kenaikan tunjangan anggota DPRD se-Indonesia bisa mengurangi praktik korupsi atau membuat kinerja anggota Dewan meningkat," katanya.

Berdasarkan peta ruang fiskal, pihaknya menyarankan daerah (kab/kota) dengan kondisi ruang fisikal rendah dan memiliki ketergantungan tinggi terhadap DAK dan DAU untuk MENOLAK PP 18 tahun 2017. Jika tidak, PP tersebut bisa merepotkan pemerintah daerah dalam mengatur belanjanya, bahkan APBD terancam bangkrut (defisit).

"Jika pemerintah daerah tetap melaksanakan PP 18 tahun 2017 dengan kondisi keuangan daerah yang tidak mendukung, tentu akan membuat porsi belanja di daerah tidak produktif dan pembiayaan anggaran menjadi tidak efesien," ungkapnya. pin/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Peri Irawan

Komentar

Komentar
()

Top