Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Pokok

Diversifikasi ke Komoditas Lokal Bakal Kurangi Impor Pangan

Foto : ANTARA/RIVAN AWAL LINGGA

AIRLANGGA HARTARTO Menko Perekonomian - Jadi, ini kita harus betul-betul berkonsentrasi terhadap ketersediaan pangan dalam negeri.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diminta lebih serius mendorong diversifikasi pangan dengan memacu produksi dan konsumsi pangan lokal. Apalagi, Presiden Joko Widodo sebelumnya sudah menyatakan agar ancaman krisis pangan global jangan menjadi ancaman bagi Indonesia, tetapi harus dilihat sebagai peluang.

Peluang itu bisa terwujud jika segenap jajaran terkait memacu produksi pangan lokal yang sesuai dengan karakter dan tradisi satu daerah seperti sagu di Papua dan sorgum di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, pada Rabu (22/6), mengatakan hanya dengan diversifikasi ke pangan lokal akan mengurangi kebergantungan pada pangan impor dan tidak rentan pada geopolitik global yang mengganggu rantai pasok.

"Selama ini kita lamban bertindak, terus bergantung pada impor pangan sehingga rentan dengan berbagai masalah global," kata Awan.

Sekarang, kalau fokus ke penguatan pangan lokal, otomatis akan lebih efisien dari sisi biaya distribusi dan yang lebih penting devisa tidak lagi terkuras untuk mengimpor pangan.

Dalam kesempatan terpisah, Tim Ekonomi Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina, mengatakan Indonesia beruntung karena meskipun harga pangan global meningkat, namun untuk komoditas beras yang paling banyak dikonsumsi sudah swasembada dalam tiga tahun terakhir.

"Harga beras memang mulai meningkat, tetapi tidak setajam harga pangan lain, sehingga sumbangannya terhadap inflasi relatif terbatas," kata Dian dalam Macroeconomic Outlook Bank Mandiri dan Mandiri Sekuritas di Jakarta, Rabu (22/6).

Ketersediaan Stok

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat meresmikan perhelatan "Panen Raya Nusantara" mengatakan Indonesia berkonsentrasi pada ketersediaan pangan dalam negeri, karena saat ini sudah 24 negara yang melarang ekspor komoditas pangan, meskipun tujuh di antaranya telah melakukan relaksasi.

Adapun jenis komoditas yang dilarang untuk ekspor, seperti gandum, ayam, dan produk hortikultura lain, termasuk pupuk. "Jadi, ini kita harus betul-betul berkonsentrasi terhadap ketersediaan pangan dalam negeri," kata Airlangga.

Tiga langkah yang akan dilakukan pemerintah untuk mewujudkan ketersediaan pangan, yakni mengamankan suplai, diversifikasi pangan, dan melakukan efisiensi. Terkait diversifikasi pangan, dia mengaku bersyukur karena sebagai negara konsumen beras, Indonesia tidak mengimpor beras selama tiga tahun terakhir.

Bahkan, dengan total produksi tujuh juta ton pada akhir tahun, Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk mengekspor 250 ribu ton beras dari Indonesia. Komoditas lain yang perlu digenjot adalah produksi hasil pertanian dan kelautan sehingga Indonesia dapat mengurangi kebergantungan impor protein.

"Nah, budi daya ini harus didorong untuk menggantikan yang tangkap, semua protein baik itu dari ikan dan udang. Badan pangan harus mempromosikan agar orang Indonesia tidak bergantung pada daging impor," papar Menko.

Dengan berupaya mengurangi kebergantungan pada impor diharapkan neraca perdagangan Indonesia terus mencatat surplus seperti pada 2021 lalu yang surplus 35,34 miliar dollar AS. Bahkan pada Mei 2022, saat Indonesia menghentikan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, ekspor tetap surplus 19,79 miliar dollar AS dan tumbuh 27 persen.

"Tren ekspor yang terus meningkat ini harus terus kita jaga, karena ini salah satu engine daripada pertumbuhan ekonomi kita," kata Airlangga.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top