Ditempatkan di Sisi Gelap Bulan
Foto: afp/ Mark FelixCahaya adalah benda tercepat di alam semesta, bergerak dengan kecepatan 186.000 mil per detik di ruang hampa udara. Namun karena luar angkasa sangat luas, cahaya dari benda-benda jauh masih membutuhkan waktu lama untuk mencapai Bumi.
Artinya, ketika seseorang melihat sesuatu yang jauh di luar angkasa, apa yang sebenarnya ia melihat adalah apa yang tampak di masa lalu, ketika cahaya pertama kali memulai perjalanannya. Cahaya dari Bintang Utara misalnya, membutuhkan waktu 320 tahun untuk mencapai Bumi. Jadi jika melihat bintang tersebut, maka seseorang akan melihat seperti apa 320 tahun yang lalu.
Cahaya tampak hanyalah satu jenis, dan NASA mempelajari cahaya dari seluruh spektrum elektromagnetik untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang alam semesta. Teleskop Luar Angkasa Hubble, misalnya, mengamati cahaya tampak, sedangkan Teleskop Luar Angkasa Sinar Gamma Fermi mendeteksi sinar gamma.
Meskipun keberadaan semua instrumen yang mengukur semua jenis cahaya ini telah merevolusi pemahaman manusia tentang alam semesta dan sejarahnya, namun baru mengetahui sedikit tentang apa yang terjadi antara 380.000 dan 400 juta tahun setelah Big Bang.
Ini adalah periode yang sangat penting dalam sejarah alam semesta, yaitu saat bintang dan galaksi pertama lahir namun kabut gas hidrogen memenuhi alam semesta pada masa ini, memerangkap cahaya tampak atau inframerah yang dipancarkan dari benda-benda langit awal tersebut.
Para astronom sekarang menyebut periode ini sebagai "zaman kegelapan" kosmik, dan mereka sangat ingin mengetahui apa yang terjadi selama periode tersebut. "Kami peduli dengan bintang-bintang pertama ini karena kami peduli dengan asal usul kami sendiri maksud saya, dari mana kami berasal? Dari mana datangnya Matahari? Dari mana asal mula Bumi? Bima Sakti?" kata Jack Burns, kosmolog di University of Colorado Boulder.
Para astronom yakin cara terbaik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini adalah dengan mencari gelombang radio samar yang dipancarkan oleh atom hidrogen yang ada di mana-mana selama abad kegelapan kosmik. Masalahnya adalah manusia tidak dapat mendeteksi sinyal-sinyal tersebut di Bumi karena adanya gangguan. hay/I-1
Berita Trending
- 1 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 2 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 3 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 4 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 5 Sabtu, Harga Pangan Mayoritas Turun, Daging Sapi Rp131.990 per Kg
Berita Terkini
- Postecoglou Akui Kekuatan Skuad Tottenham Terpaut Jauh dengan Liverpool
- Viral Lagi, Dokter Koas RSUD Pringadi Diduga Aniaya Pedagang Makanan
- Optimalkan Sektor Perindustrian sebagai Mesin Ekonomi, Pemerintah Siapkan Beberapa Terobosan
- Ruben Amorim Tetap Yakin Periode Buruk MU Bakal Segera Berakhir
- Perayaan Natal Nasional 2024 Digelar di GBK Usung Tema “Marilah Sekarang Kita Pergi ke Bethlehem”