Dinilai Justru Menjadi Pengekangan, Mendiktisaintek Diharapkan Tinjau Ulang Regulasi Kekebasan Akademik
Foto: Koran Jakarta/M. Ma'rufKemendiktisaintek perlu untuk meninjau ulang regulasi kekebasan akademik karena dinilai justru membuat dosen menghadapi pengekangan.
JAKARTA - Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, perlu meninjau ulang regulasi kebebasan akademik. Guru Besar Produ Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Masduki, menilai regulasi kampus tersebut malah membuat akademisi di kampus terutama dosen menghadapi pengekangan yang tidak terlihat.
“Yang diperlukan oleh menteri baru ini adalah membongkar selaput kesadaran palsu ini yang itu nanti harus di-direct pada kebijakan untuk meninjau kebijakan secara menyeluruh peraturan rektor terkait kebebasan akademik itu,” ujar Masduki, dalam Outlook Kebebasan Akademik 2025 secara daring, Selasa (2/1).
Dia menerangkan, aturan-aturan tersebut terkesan formalistik legalistik dan berorientasi pada otonomi formal serta kepatuhan pada pemerintah. Menurutnya, kalau kondisi ini dibiarkan maka kondisi kebebasan akademik tidak akan jauh berbeda dari tahun sebelumnya.
“Sudah ada aturannya, di kampus-kampus itu kalau kita cek sudah ada Surat Keputusan (SK) Rektor tentang kebebasan akademik. Itu formalistik,” ucapnya.
Persoalan Paradigma
Masduki mengungkapkan, terjadi persoalan paradigma dan cara pandang akademisi memandang kebebasan akademik. Menurutnya, saat ini muncul pemikiran sempit bahwa kebebasan akademik sebatas kebebasan mengajar, riset, dan pengabdian masyarakat. Padahal kondisi tersebut bersifat teknokratik dan positivis sehingga menempatkan dosen sebagai intelektual tukang.
Dia menilai, kondisi tersebut merupakan pengondisian dan stabilisasi untuk menjaga dosen agar tertib politik. Di sisi lain, fenomena kampus sebagai menara gading kerap diglorifikasi sebagai suatu kondisi yang nyaman.
“Padahal itu sebuah persoalan besar. Kampus kemudian berjarak dengan situasi sosial karena ada upaya-upaya penundukan dalam proses produksi pengetahuan,” katanya.
Masduki juga menyinggung banyanya penawaran hibah dari kampus maupun lembaga pemerintah. Menurutnya, program tersebut merupakan upaya untuk menciptakan kesibukan dosen, terutama saat proses laporan administrasi.
Dia melanjutkan, laporan administrasi menjadi penting bagi perguruan tinggi karena ada struktural review dari kementerian melalui instrumen akreditasi. Menurutnya, kondisi tersebut menjadi hambatan dalam penciptaan otonomi akademik bagi dosen.
“Dosen memproduksi pengetahuan secara otonom, mendiseminasikan ke publik, lalu publik mendapatkan pengetahuan dan insight. Harusnya sudah sampai di situ selesai. Urusan akademik tidak sampai memberikan tekanan-tekanan,” ucapnya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang P. Wiratraman, menilai, tantangan besar perguruan tinggi dari fenomena yang terjadi di tahun 2024 adalah problem integritas akademik. Menurutnya, Kemendiktisaintek harus bernyali untuk menjaga marwah kampus secara khusus integritas akademik yang hari ini merosot drastis.
“Mafia jurnal, mafia guru besar, hingga berakhirnya Kementerian (yang dipimpin) Nadiem Makarim tidak banyak tanda-tanda menyelesaikan kasus ini,” terangnya. ruf/S-2
Berita Trending
- 1 Pemerintah Siapkan Pendanaan Rp20 Triliun untuk UMKM-Pekerja Migran
- 2 Usut Tuntas, Kejati DKI Berhasil Selamatkan Uang Negara Rp317 Miliar pada 2024
- 3 Pemkot Surabaya Mengajak UMKM Terlibat dalam Program MBG
- 4 Antisipasi Penyimpangan, Kemenag dan KPAI Perkuat Kerja Sama Pencegahan Kekerasan Seksual
- 5 Kabar Gembira untuk Warga Jakarta, Sambung Air PAM Baru Kini Gratis