Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Dianggap Rasis dan Diskriminatif, Nama Penyakit Cacar Monyet Akan Diganti

Foto : NST/Reuters

Cacar monyet akan segera diganti dengan nama baru setelah para ilmuwan menyerukan penggantian nama untuk menghilangkan stereotipe Afrika.

A   A   A   Pengaturan Font

PARIS - Cacar monyet akan segera mendapat nama baru setelah para ilmuwan menyerukan penggantian nama untuk menghilangkan stereotipe Afrika sebagai sebuah tempat percobaan penyakit. Berikut laporan AFP seperti dikutip New Straits Times, Rabu (22/6).

Minggu lalu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan, pihaknya bekerja sama dengan rekan dan ahli dari seluruh dunia akan melakukan perubahan nama virus cacar monyet, clades, dan penyakit yang disebabkannya.

Clades cacar monyet yang merupakan cabang lain dari keluarga virus ini menjadi kontroversial karena dinamai dengan nama-nama tempat di Afrika.

Tahun lalu, WHO secara resmi menamakan varian Covid-19 dengan huruf-huruf Yunani untuk menghindari stigmatisasi tempat dimana mereka terdeteksi.

Beberapa hari sebelum WHO mengumumkan akan mengubah nama cacar monyet, sekelompok ilmuwan terdiri dari 29 orang menulis surat yang menyatakan perlunya sebuah nomenklatur virus yang non-diskriminatif dan non-stigmatis.

Surat tersebut ditandatangani oleh beberapa ilmuwan Afrika terkemuka yang mengusulkan untuk mengganti nama-nama clades cacar monyet "Afrika Barat", "Afrika Tengah" atau "Basin Congo".

Hingga beberapa bulan lalu, cacar monyet dibatasi untuk Afrika Barat dan Afrika Tengah.

Namun sejak Mei, versi baru telah menyebar ke seluruh dunia. Surat yang ditandatangani itu menyarankan untuk menamakan versi ini sebagai clade baru, memberikan label hMPXV untuk virus cacar monyet manusia.

Menurut kabar terbaru WHO minggu ini, lebih dari 2.100 kasus cacar monyet tercatat secara global tahun ini, 84 persen di Eropa, 12 persen di Amerika, dan hanya tiga persen di Afrika.

Virolog dari Universitas Redeemer Nigeria, Oyewale Tomori menyatakan mendukung perubahan nama clades cacar monyet.

"Namun meski nama cacar monyet menyimpang dari kebiasaan, tetaplah bukan nama yang tepat," kata Tomori kepada AFP.

"JIka saya seekor monyet, saya akan protes karena ini bukan penyakit monyet."

Virus ini pertama kali dinamakan setelah virus ditemukan di antara monyet-moyet di laboratorium Denmark pada 1958. Namun penularannya ke manusia paling banyak dari hewan pengerat.

Surat dari ilmuwan tersebut menekankan bahwa hampir semua wabah di Afrika dipicu oleh manusia yang tertular virus dari hewan, bukan dari manusia lain.

"Namun wabah saat ini tidak biasa, tersebar melalui penularan dari manusia ke manusia," kata Olivier Restif, seorang epidemiolog dari Universitas Cambridge.

"Jadi, adil jika dibilang bahwa wabah saat ini sedikit sekali kaitannya dengan Afrika, sama seperti gelombang Covid-19 dan varian-variannya, kecil hubungannya dengan kelelawar Asia asal mula virus ini muncul beberapa tahun lalu."

Moses John Bockarie dari Universitas Njala Sierra Leone mengatakan setuju dengan usulan perubahan nama cacar monyet.

"Monyet biasanya dikaitkan dengan belahan bumi selatan, khususnya Afrika," tulisnya di The Conversation.

"Ditambah lagi, ada sejarah gelap yang panjang tentang orang kulit hitam yang dibanding-bandingkan dengan monyet. Tidak boleh ada nomenklatur penyakit yang memberikan pemicu untuk ini.

Restif mengatakan, debat ini adalah bagian dari isu yang lebih besar yakni stigmatisasi Afrika sebagai sumber penyakit.

"Kita sudah melihatnya di kasus HIV pada 1980-an, wabah Ebola pada 2013, dan lagi-lagi Covid-19 dan reaksi terhadap yang disebut varian Afrika Selatan," katanya kepada AFP.

Kelompok pers Afrika juga menyatakan ketidaksukaannya pada media yang menggunakan gambar-gambar orang kulit hitam dalam berita- berita tentang wabah cacar monyet di Amerika Utara dan Inggris.

Kami mengutuk yang melanggengkan stereotipe negatif bencana pada ras Afrika, privilege dan imunitas pada ras yang lain," cuit Asosiasi Pers Luar Negeri Afrika, bulan lalu.

Restif mengatakan, stok foto lama dari pasien-pasien Afrika yang digunakan oleh media Barat biasanya menggambarkan gejala yang parah.

Namun penyebaran cacar monyet ke seluruh dunia yang "jauh lebih ringan menjelaskan secara parsial betapa mudahnya penyakit ini ditularkan," katanya.

WHO sesegera mungkin akan mengumumkan nama baru cacar monyet , kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Badan PBB ini juga menggelar pertemuan komite darurat pada Kamis (23/6) untuk menentukan apakah wabah ini merepresentasikan darurat kesehatan publik yang menjadi kekhawatiran internasional.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top