Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Dialog dalam Kemajemukan Budaya, Agama, dan Ekonomi

A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Mewartakan Kabar Gembira dalam Kemajemukan

Penulis : Komisi Kerasulan Kitab Suci KAS

Tebal : 56 + 46 halaman

Tahun : September 2018

Penerbit : LBI + Kanisius

September adalah Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) bagi Gereja Indonesia. Kali ini bertajuk "Mewartakan Kabar Gembira dalam Kemajemukan/Pluralisme." Dr V Indra Sanjaya, Pr menegaskan bahwa pluralisme menjadi noktah khas situasi Gereja Indonesia saat ini.

Untuk itu, evangelisasi memerinci dalam tripel dialog (majemuk kaya-miskin, majemuk budaya, dan majemuk agama). Khusus dialog keempat (majemuk Gereja) disadari bahwa kekristenan pun pluralisme (hal 16). Gereja Indonesia seperti miniatur Gereja Asia yang memiliki ciri khas pluralisme.

Dengan penduduk yang mencapai dua pertiga dari enam miliar penduduk dunia, Asia menjadi benua dengan populasi terbanyak. Asia luar biasa luas. Dia merentang dari Terusan Suez yang memisahkan benua Asia dan Afrika sampai Selat Bering. Kemudian, laut Jepang dan Laut Tiongkok Timur. Lalu, dari Siberia sampai Samudera Hindia. Jelaslah bahwa Asia diwarnai pluralisme bidang linguistik, etnik, politik, kultural, dan religi (hal 14).

Materi renungan BKSN KAS 2018 disiapkan dalam empat kategori dengan satu induk tematik, yakni kategori anak, remaja, dewasa, dan satu bundel materi pendukung. Materi disusun kontekstual dengan situasi umat yang harus diwujudkan tagihan aksi nyata.

Pertama, dialog dengan yang miskin dan tersingkir. Gereja hidup dengan masyarakat miskin. Fokusnya merefleksikan sabda Tuhan yang berbicara mengenai orang-orang miskin dan tersingkir. Sadar, peduli, terlibat, dan aksi nyata. Contohnya, program bedah rumah baik rumah umat Katolik maupun non-Katolik. Materi ini mengundang niat untuk memberikan dana pendidikan (beasiswa), mengunjungi lansia (adiyuswa), bakti sosial, layanan kesehatan gratis, dan tawaran pekerjaan.

Kedua, mewartakan kabar gembira di tengah kemajemukan budaya. Gereja hidup di tengah masyarakat majemuk, muncul friksi pola pikir, cita rasa, sikap, dan perilaku. Materi ini mengajak mendalami pengalaman inkulturasi.

Br Mateus Tirtosumarto, SJ merintis kesenian Sholawatan Katolik (Slaka) di Gereja Mater Dei Bonoharjo, Kulon Progo, Yogyakarta. Untuk membedakan dari sholawatan Maulud, syair lagu Slaka digubah dari Alkitab Perjanjian Lama. Kini, syairnya dinukil dari Alkitab Perjanjian Baru. Contohnya, Sholawatan Santi Pujan sering mengiringi ekaristi berbahasa Jawa, acara syukuran dan tirakatan. Ada juga Limbuk-Cangik menjadi media alternatif pewartaan untuk homili/kotbah.

Ketiga, dialog dengan agama lain. Gereja dihadapkan pada sensitivitas hidup beragama yang menjurus anarki, kecurigaan yang memunculkan intoleransi, dan stigmatisasi kafir yang menggiring penistaan agama. Pilihan pola relasi antarumat beragama yang dicontohkan Santo Paulus sungguh menginspirasi cara evangelisasi mutakhir di tengah pluralisme. Paulus mewartakan-Nya kepada orang-orang Atena yang tidak berkebudayaan dan beragama Yahudi. Bahasa dan kearifan lokal menjadi senjatanya.

Keempat, dialog dengan Gereja lain. Pembicaraan tentang Gereja Katolik dengan Gereja lain dalam konteks Indonesia bukan soal teologis-dogmatis, melainkan terarah konkret bisa dikerjakan agar terbina kebaikan bersama (bonum commune).

Jika pembaca menyempatkan diri ke Gereja Makam Suci di Yerusalem, tampaklah ironi. Justru di tempat Yesus dimakamkan, terlihat perpecahan para pengikut-Nya. Ada enam denominasi Kristen: Gereja Ortodoks Yunani, Armenia, Katolik Roma, Koptik, Etiopia, dan Ortodoks Siria. Oleh karena itu, dialog keempat BKSN mengkhususkan kemajemukan yang de facto terdapat dalam Tubuh Kristus atau Gereja sendiri (hal 45). Selamat ber-BKSN. Dekatkan dan kenalkan umat dengan sabda Allah. Doronglah umat dan akrabkanlah dengan sumber kehidupan iman mereka.


Diresensi Anton Suparyanta, Alumnus FIB UGM

Komentar

Komentar
()

Top