Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 21 Jan 2025, 01:05 WIB

Dewan: Pergub No 2 Bertentangan dengan UU Perkawinan

Anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth.

Foto: ANTARA/Ho-Pribadi

JAKARTA – Langkah Pemprov Jakarta yang mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 Dikecam DPRD. Pergub ini bertentangan dengan UU Perkawinan No 1 Tahun 1974.

“Pemprov mestinya tidak mengeluarkan pergub tersebut karena bertentangan dengan UU Perkawinan,” tandas anggota DPRD Jakarta, Hardiyanto Kenneth, Senin (20/1). Pergub Nomor 2 Tahun 2025 adalah tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. “Ini tak perlu diterbitkan karena bertentangan dengan UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974,” tandasnya.

Menurut Hardiyanto, dari segi yuridis, Pergub ini sebenarnya hanya melaksanakan PP Nomor 10 Tahun 1983. Semangat dan esensinya sama, untuk mempersulit poligami. Dia menandaskan, poligami di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah topik yang sering menjadi bahan perdebatan.

Namun, secara umum, poligami diizinkan dalam hukum Islam, tetapi ada banyak regulasi dan ketentuan yang harus dipatuhi. Hardiyanto menjelaskan bahwa dari teori perundang-undangan, khususnya hirarki yuridis, Stufenbau (teori hukum) dapat dinilai bertentangan dengan ketentuan UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, yang hanya mensyaratkan izin istri pertama.

Akan tetapi sesuai dengan regulasi, ASN yang ingin berpoligami harus mendapat izin atasan dan memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti kemampuan memberikan nafkah yang adil kepada istri-istrinya. Selain itu, ada juga pertimbangan moral dan etika yang harus diperhatikan. Sebab ASN diharapkan bisa menjadi teladan masyarakat.

Lalu dari pandangan HAM, kata dia, masalah perkawinan sebenarnya ranah privat. Posisi negara harus pasif terhadap hak-hak sipil warga negara, termasuk dalam urusan perkawinan. Dengan adanya UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka Pergub Tentang Poligami ini seharusnya tidak perlu diterbitkan lagi.

Sebab secara materil, poligami menjadi urusan agama masing-masing. Ini sudah diatur dalam ketentuan Pasal 2 UU Perkawinan. Syarat administratif suatu perkawinan dalam PP maupun Pergub a quo tidak dapat menegaskan syarat sahnya pernikahan yang diatur dalam UU perkawinan.

Dalam peraturan, tambah dia, ASN pria dibolehkan poligami atau beristri lebih dari satu. Tetapi harus mendapat izin istri pertama dan atasannya. Izin untuk poligami diatur dengan ketat. Ini ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian ASN.

Pasal 4 Ayat 1 berbunyi, “Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dulu dari istri pertama dan pejabat atasannya.” Permintaan izin ASN untuk berpoligami harus diajukan secara tertulis dengan mencantumkan alasan lengkap untuk beristri lebih dari seorang dan syarat yang harus dipenuhi.

Jika seorang ASN poligami secara diam-diam, sanksi hukuman ada di dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam peraturan ini, ada tiga jenis hukuman berat. Hukumannya, penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan. Pembebasan dari jabatannya menjadi pelaksana selama 12 bulan. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai ASN.

“KPI dan ukuran kinerja pegawai sudah dibuat. Maka, tidak perlu lagi mengaitkan pergub a quo dengan penurunan kinerja. Jika pegawai pemda tidak perform, tentu sudah ada mekanisme tersendiri terkait evaluasi dan penegakan sanksi,” katanya.

Tak Diperlukan

Menurut Hardiyanto, secara prinsip seharusnya pergub tersebut tidak perlu dibuat lagi karena secara hierarki perundang-undangan, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Selain itu, harus diingat juga bahwa sudah ada peraturan lebih tinggi yang telah mengatur urusan poligami ini.

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.