Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Dewan HAM PBB Tolak Debat tentang Dugaan Pelanggaran HAM di Xinjiang Tiongkok

Foto : AFP/Fabrice Coffrini

Beijing telah melakukan lobi-lobi keras menentang temuan dalam laporan PBB tentang situasi di Xinjiang yang tertunda lama.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Dewan Hak Asasi Manusia PBB memilih untuk tidak memperdebatkan perlakuan Tiongkok terhadap Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya di wilayah barat laut Tiongkok Xinjiang bahkan setelah lembaga itu menyimpulkan bahwa skala dugaan pelanggaran di sana mungkin sama dengan "kejahatan terhadap kemanusiaan".

Menurut laporan Al Jazeera, Jumat (7/10), mosi untuk debat tentang masalah ini dikalahkan oleh 19 suara berbanding 17. Sebanyak 11 negara abstain dalam keputusan yang disambut baik Tiongkok, yang lainnya mengecam sebagai "memalukan".

Mereka yang memilih "tidak" adalah negara-negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, Somalia, Pakistan, UEA, dan Qatar.Di antara 11 negara yang abstain adalah India, Malaysia, dan Ukraina.

"Ini adalah kemenangan bagi negara-negara berkembang dan kemenangan kebenaran dan keadilan," Hua Chunying, juru bicara urusan luar negeri Tiongkok mencuit."Hak asasi manusia tidak boleh digunakan sebagai dalih untuk membuat kebohongan dan mencampuri urusan dalam negeri negara lain, atau untuk menahan, memaksa dan mempermalukan orang lain."

PBB pertama kali mengungkapkan keberadaan kamp tahanan di Xinjiang pada 2018, dengan mengatakan setidaknya satu juta warga Uighur dan etnis minoritas lainnya ditahan di tempat itu..Tiongkok kemudian mengakui ada kamp di wilayah tersebut, tetapi mengatakan itu adalah pusat pelatihan keterampilan kejuruan untuk mengatasi "ekstremisme".

Di tengah kebocoran dokumen resmi pemerintah, investigasi yang dilakukan kelompok hak asasi manusia dan akademisi, serta kesaksian warga Uighur sendiri, Tiongkok telah melobi keras untuk mencegah penyelidikan lebih lanjut ke dalam situasi di Xinjiang.

Mantan Komisaris Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet, yang pertama kali menyerukan akses "tanpa batas" ke wilayah tersebut pada 2018, hanya diizinkan berkunjung pada bulan Mei, dalam sebuah kunjungan yang dirancang dengan tepat.

Laporan Dewan HAM PBB tentang situasi itu juga dimundurkan dan baru dirilis pada 31 Agustus lalu, beberapa menit sebelum masa jabatan Bachelet berakhir.

Meskipun tidak menyebutkan kata "genosida", ditemukan bahwa "pelanggaran HAM serius" telah dilakukan, dan "tingkat penahanan sewenang-wenang dan diskriminatif terhadap anggota komunitas Uighur dan kelompok mayoritas Muslim lainnya ... dapat merupakan kejahatan internasional, khussusnya kejahatan terhadap kemanusiaan."

Orang-orang Uighur adalah orang-orang Turki yang sebagian besar Muslim yang berbeda dalam agama, bahasa, dan budaya dengan etnis Han, kelompok mayoritas di Tiongkok

Menyangkal Genosida

Amerika Serikat,yang menyerukan perdebatan itu, mengecam pemungutan suara terbaru.

"Tidak adanya tindakan menunjukkan beberapa negara bebas dari pengawasan dan diizinkan untuk melanggar HAM dengan impunitas," Michele Taylor, perwakilan AS untuk Dewan HAM dalam sebuah pernyataan.

"Tidak ada negara yang diwakili di sini hari ini yang memiliki catatan HAM yang sempurna. Tidak ada, tidak peduli seberapa kuatnya yang harus dikecualikan dari diskusi Dewan - termasuk negara saya Amerika Serikat, termasuk Republik Rakyat Tiongkok."

Setelah rilis laporan PBB tersebut, kelompok Uighur mendesak Dewan HAM PBB membentuk komisi penyelidikan untuk memeriksa secara independen perlakuan terhadap warga Uighur dan minoritas lainnya di Tiongkok dan meminta Kantor PBB untuk Pencegahan Genosida untuk segera melakukan penilaian terhadap risiko kekejaman, termasuk genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang.

Mereka menyatakan kekecewaan pada hasil sidang Kamis kemarin. Kampanye untuk Uighur mencatat bahwa Beijing telah "secara aktif berusaha menekan" laporan itu "di setiap tingkat".

"Beberapa negara anggota telah mengadopsi penolakan genosida Tiongkok," kata Direktur Eksekutif kelompok itu Rushan Abbas dalam sebuah pernyataan."Mereka harus mempertimbangkan konsekuensi dari membiarkan satu negara kuat memiliki impunitas karena melakukan genosida."

Alim Osman, Presiden Asosiasi Uighur Victoria di Melbourne, Australia, mengatakan kepada Al Jazeera, dia kecewa dan marah dengan keputusan itu.

"Bahkan perdebatan tentang situasi HAM yang tidak diizinkan beberapa negara yang memiliki hubungan ekonomi dengan rezim Tiongkok jelas menunjukkan bahwa kewajiban moral mereka untuk membela hak asasi manusia telah digadaikan, sehingga merusak PBB itu sendiri," katanya. "PBB butuh reformasi mendesak."

Kelompok HAM juga mengecam pemungutan suara tersebut.

Dalam pernyataan tegas, Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard mengatakan, keputusan itu melindungi para pelaku ketimbang korban pelanggaran.

"Karena negara-negara anggota Dewan yang memilih menentang bahkan membahas situasi dimana PBB sendiri mengatakan kejahatan terhadap kemanusiaan mungkin telah terjadi, mengolok-olok segala yang seharusnya diperjuangkan Dewan HAM,"Callamard dalam pernyataannya.

"Diamnya negara-negara anggota - atau pemblokiran debat - dalam menghadapi kekejaman yang dilakukan pemerintah Tiongkok semakin menodai Dewan HAM.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Lili Lestari

Komentar

Komentar
()

Top