Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Desa Migran Produktif

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Arif Minardi

Bagi keluarga buruh migrant, bulan Ramadan dan Idul Fitri saat memetik rezeki globalisasi bernama remitansi. Aliran remitansi buah keringat buruh migran dinikmati segenap bangsa. Kini, saatnya mendayagunakan remitansi serta menyelenggarakan program capacity building atau pengembangan kapasitas buruh migran beserta keluarga di kampung halaman lewat pelatihan wirausaha. Program capacity building bertujuan memberi keterampilan praktis untuk berusaha.

Bank Indonesia (BI) mendorong pengembangan Program Desa Migran Produktif (Desmigratif) yang dicanangkan Kementerian Ketenagakerjaan. Program ini sangat strategis mengingat besaran kontribusi penghasilan TKI terhadap devisa Indonesia. Desmigratif diluncurkan tahun 2017 sebagai program lintas kementerian bersama BI. Mereka adalah Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Badan Ekonomi Kreatif.

Sasaran Desmigratif adalah kantong TKI dan bertujuan utama memberi solusi praktis sosial ekononi seperti menjaga keutuhan keluarga. Dalam pelaksanaannya, terdapat pilar utama berupa layanan migrasi, usaha produktif, community parenting, dan pembentukan koperasi Desmigratif.

BI mendukung dengan langkah nyata seperti memudahkan remitansi TKI. Mekanisme pengiriman uang dari TKI kepada keluarganya saat ini masih menghadapi sejumlah kendala. Di antaranya, banyak remitansi melalui perantara serta proses tidak efisien. Untuk itu, BI mendorong pengembangan model bisnis remitansi yang lebih efisien, efektif, mudah, dan terjangkau.

Model bisnis tersebut terdiri dari kerja sama dengan penyedia jasa untuk memfasilitasi remitansi berupa transfer melalui telepon genggam ke telepon genggam, secara host to host. Kemudian, dari agen ke agen, transfer menggunakan Cash Deposit Machine, serta transfer dari kantor pos ke kantor pos.

Program lain BI adalah mengembangkan UMKM Desmigratif dengan mengambil peran sebagai narasumber pendidikan, pelatihan kewirausahaan, dan pendampingan klaster ketahanan pangan. Setiap tahun para buruh migran mengalirkan uang ke dalam negeri sekitar 120 triliun rupiah. Jumlah tersebut bisa dianalogikan transfusi darah segar dari luar negeri terhadap perekonomian bangsa, khususnya ekononi pedesaan.

Sayangnya, aliran remitansi Ramadan sebagian besar belum untuk kegiatan produktif dan kurang terpola untuk pembangunan desa. Maka, diperlukan program untuk menimbulkan kesadaran semua pihak terkait dengan pengelolaan aliran remitansi dari buruh migran lewat pelatihan.

Hingga kini pemanfaatan remitansi secara efektif bagi pengembangan usaha-usaha produktif di desa belum baik. Aliran remitansi kurang terkelola. Malahan keluarga menggunakan untuk hal-hal tidak produktif atau berfoya-foya. BI dan perbankan nasional perlu memperbanyak skema atau insentif buruh migran. Langkah Bank Mandiri yang telah mendesain program untuk membuat para buruh migran mandiri usai kontrak sangat tepat dan perlu ditiru.

Program yang diselenggarakan bersama Mandiri University telah melatih kewirasauhaan puluhan ribu buruh migran di Hong Kong, Malaysia, dan Korea Selatan. Program bertujuan mengubah buruh menjadi majikan, mempersatukan keluarga melalui entrepreneurship atau kewirausahaan.

Kontrak Mandiri

Prospek wiraswasta buruh migran saat ini mendapat perhatian serius di seluruh dunia. Saatnya bagi Indonesia untuk mendorong buruh migran dan keluarganya bertransformasi menjadi pengusaha. Perlu tindak lanjut terkait perhatian Presiden Jokowi terhadap Buruh Migran Indonesia (BMI). Mereka berharap agar pemerintah menuntaskan sistem perlindungan buruh migran serta membuat terobosan seperti mengizinkan sistem kontrak mandiri. Kontrak mandiri (KM) merupakan proses penempatan, tanpa lewat jasa komersial PJTKI/PPTKIS atau agensi di negara penempatan.

KM sangat dibutuhkan agar buruh migran tidak lagi terkena overcharging sebagai imbas langsung penempatan oleh PJTKI dan agensi. Ini menghemat biaya penempatan. KM juga bisa membuat BMI menjadi lebih cerdas karena tertantang untuk terus banyak belajar tentang hak dan hukum ketenagakerjaan.

Pemerintah Indonesia mestinya mencontoh Filipina yang telah memberi kebebasan bagi warganya melakukan kontrak mandiri setiap bekerja ke luar negeri. Perlu kepastian perlindungan BMI karena kini rentan dijerumuskan sebagai pelaku tindak kejahatan. Semakin banyak BMI yang terjerat kasus hukum. Menurut Direktur Perlindungan WNI dan Buruh Migran Kementerian Luar Negeri dalam enam bulan saja terjadi ribuan TKI terjerat kasus di luar negeri.

Selama ini Kemlu mengakui banyak kesulitan dalam menangani kasus yang melibatkan BMI seperti kasus pembunuhan, perzinahan, pelacuran, pencurian, pengedaran narkoba, dan lain-lain. Beberapa kendala di antaranya terbatasnya SDM sebagai perwakilan RI. Peraturan setempat yang mempersulit akses perwakilan asing dalam penanganan kasus. Kasus hukum yang menjerat BMI dikategorikan sebagai permasalahan domestik, sehingga pemerintah tak bisa menangani langsung.

Banyaknya BMI yang terjerat kasus hukum harusnya menyadarkan bangsa Indonesia untuk mempersiapkan sebaik-baiknya program menghentikan pengiriman pembantu rumah tangga dan membendung jumlah tenaga kerja ilegal yang kian meningkat. Pemerintah harus segera merumuskan Peta Jalan Tiada Pekerja Rumah Tangga bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Hal itu juga membutuhkan strategi dan skema pembiayaan. Program untuk mentransformasikan penata laksana rumah tangga (PLRT) berubah menjadi TKI formal juga membutuhkan kajian serta hubungan kelembagaan profesi yang sebaik-baiknya.

Sudah saatnya membuat proyeksi dan aksi untuk menangkap peluang ketenagakerjaan formal di luar negeri dan mewujudkan penghentian pengiriman tenaga ke luar negeri. Para tenaga kerja PRT bisa ditransformasikan dengan cara dibekali ilmu atau keterampilan bidang keperawatan. Salah satu contoh yang bisa dijadikan model adalah Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja KBRI Singapura. Antara lain menjalin kerja sama dengan Borderless Healthcare Group (BHG) yang bergerak di bidang jasa perawat lansia.

Kini di Tanah Air banyak tenaga kesehatan, khususnya perawat, menganggur atau kerja tak menentu sebagai honorer. Sebaiknya mereka didorong menjadi pekerja migran. Hal ini perlu pemberian fasilitas kredit lunak perbankan nasional agar mereka bisa bekerja di luar negeri, tanpa ada kendala biaya. Kredit lunak tersebut untuk keberangkatan dan keperluan hidup yang ditinggalkan. Sudah waktunya perbankan nasional menyiapkan plafon kredit bagi tenaga honorer kesehatan seperti ini.


Penulis Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Logam

Komentar

Komentar
()

Top