
Denmark Terpaksa Jual Tiga Pulau di Karibia
Foto: afp/ Jonathan NACKSTRANDTiga Kepulauan Virgin AS yang berada di Laut Karibia di sebelah timur Puerto Riko dan di selatan Kepulauan Virgin Britania Raya dulunya milik Denmark. Kepulauan tropis ini dengan terpaksa dijual karena adanya tekanan.
Foto: afp/ Jonathan NACKSTRAND
Pada konferensi pers di perkebunannya di Mar-a-Lago, Florida, pada hari Selasa (9/1), Presiden terpilih AS Donald Trump menegaskan kembali keinginannya untuk memperoleh Greenland yang berada di bawah pemerintahan otonom Denmark. Ia menilai pulau itu penting bagi keamanan nasional negara itu.
Pemimpin Republik tersebut, yang akan dilantik pada tanggal 20 Januari, menolak untuk mengesampingkan kemungkinan menggunakan kekuatan militer atau ekonomi untuk mencapai tujuan mengambil alih wilayah otonomi Denmark yang 80 persennya diselimuti salju itu.
Sementara itu sekutu-sekutu Presiden terpilih Donald Trump dari Partai Republik di DPR AS tengah berupaya membangun dukungan untuk RUU yang mengesahkan perundingan pembelian Greenland, menurut salinan RUU yang diedarkan untuk para pendukung pada hari Senin. RUU tersebut disebut “Make Greenland Great Again Act.”
Jika nanti upaya pengambilalihan Denmark berhasil, maka hal ini bukan pertama kali bagi AS mengambil alih wilayah di bawah kepemilikan negara Nordik itu. Pada 1917 negara itu mengambil alih Hindia Barat Denmark yang posisinya sangat strategis.
Kepulauan Virgin AS adalah kelompok pulau tropis di Laut Karibia di sebelah timur Puerto Riko dan di selatan Kepulauan Virgin Britania Raya. Sebelum kepulauan yang terdiri dari tiga pulau utama menjadi milik AS, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Denmark.
Foto: afp/ Jonathan NACKSTRAND
Denmark yang saat itu masih dalam kesatuan pribadi dengan Norwegia, juga memiliki ambisi kolonial pada abad ketujuh belas. Mengikuti contoh Perusahaan India Barat, Denmark dan Norwegia mendirikan kompagni Vestindisk-Guineaisk, Perusahaan India Barat dan Guinea, pada tanggal 11 Maret 1671.
Seorang sejarawan Edwin Ruis MA menulis pada lama Historiek menurutkan, perusahaan telah diberikan hak eksklusif paten kerajaan untuk pengiriman dari Hindia Barat ke Denmark dan Norwegia dan hak untuk menduduki pulau Saint Thomas. Kolonisasi Inggris sebelumnya di pulau itu telah gagal.
Pada tahun 1674 perusahaan tersebut juga mengambil alih Compagnie Glückstadt Denmark dan perdagangan budaknya di Guinea Denmark (Ghana). Perusahaan ini baru benar-benar berkembang pada tahun 1690-an, ketika permintaan akan budak meningkat.
Pada tahun 1718 pulau Saint John di dekatnya direbut. Seperti sebelumnya di Saint Thomas, penjajah Inggris telah pergi, sehingga pulau itu hampir kosong. Pada tahun 1733 pulau Saint Croix dibeli dari Perancis, yang terbesar dari ketiganya.
Eksploitasi pulau-pulau di Denmark tidak jauh berbeda dengan eksploitasi pulau-pulau Karibia lainnya yang dilakukan oleh kekuatan kolonial Eropa dengan memperbudak orang-orang Afrika masuk dan keluar. Karena perselisihan antara perusahaan dan pemilik perkebunan Denmark-Norwegia, perusahaan tersebut ditutup pada tahun 1754.
Negara Denmark kemudian mengambil alih administrasi pulau-pulau dan koloni Afrika. Populasi pulau-pulau itu beragam. Selain orang Denmark dan Norwegia, sebagian besar warga negara bebas pada awalnya adalah orang Belanda.
Di Saint Croix, pemilik perkebunan sebagian besar adalah orang Inggris. Para budak sejauh ini merupakan kelompok populasi terbesar. Beberapa dari mereka berbicara dalam bahasa “Negerhollands” yang sekarang sudah punah, campuran dialek Zeeland dan bahasa Eropa dan Afrika lainnya.
Pada periode setelah tahun 1848, ketika perbudakan dilarang, pulau-pulau tersebut menjadi kerugian bagi negara Denmark. Menanam tebu sangat sulit dilakukan di Saint Thomas dan Saint John karena lanskapnya yang berbukit-bukit dan menipisnya tanah. Sejak tahun 1860-an, muncul ide untuk menjual pulau-pulau miskin tersebut kepada mitra dagang terpenting yaitu AS.
Pada tahun 1867, Denmark dan AS mencapai kesepakatan. Namun, Senat AS ingin melemahkan Menteri Luar Negeri William Seward karena alasan politik internal dan menolak usulan tersebut. Upaya kedua terjadi pada tahun 1902 ketika Menteri Luar Negeri John Hay ingin membeli pulau-pulau tersebut untuk mengontrol rute ke Terusan Panama dengan lebih baik. Kali ini majelis tinggi Denmark, Landsting, mengambil tindakan tegas.
Perang Dunia Pertama
Kepulauan Virgin Denmark kembali menjadi penting bagi AS ketika Perang Dunia I pecah pada tahun 1914. Terutama setelah kapal U-boat Jerman mentorpedo Lusitania, kapal penumpang Inggris yang banyak ditumpangi orang AS. Olah karenanya pengambilalihan pulau-pulau tersebut menjadi ujung tombak negara.
Foto: afp/ Jonathan NACKSTRAND
Presiden Woodrow Wilson khawatir akan aneksasi Jerman atas Denmark dan Kepulauan Virgin, yang kemudian dapat digunakan sebagai pangkalan oleh angkatan laut Jerman. U-boat dapat membuat perjalanan yang aman melalui Laut Karibia dan Terusan Panama menjadi tidak mungkin dilakukan.
Terusan Panama penting bagi AS. Ini bukan hanya jalur perdagangan internasional, tapi juga jalur tercepat untuk berlayar dari Pantai Timur AS ke Pantai Barat dan sebaliknya. Hal ini menjadikan jalur air juga penting untuk perdagangan internal.
Oleh karena itu, Menteri Luar Negeri AS Robert Lansing mendekati pemerintah Denmark pada tahun 1915. Namun, kali ini dia tidak menanggapinya dengan antusias. Terutama karena keturunan budak, kelompok populasi terbesar, akan menjadi warga kelas dua dalam masyarakat AS yang rasis.
Oleh karena itu, Denmark mengajukan sejumlah tuntutan kepada AS, termasuk mempertahankan hak-hak sipil yang ada bagi penduduk kepulauan tersebut. Lansing tidak menyetujui hal ini dan mengancam Denmark dengan pendudukan militer di pulau-pulau tersebut.
Setuju
Setelah ancaman AS, Denmark mengambil uang mereka dan menyetujui penjualan tersebut. Pada tanggal 4 Agustus 1916, kedua belah pihak menandatangani perjanjian di New York. Kali ini kedua parlemen menyetujuinya.
Hadiahnya berupa emas sebesar 25 juta dolar AS dan diakhirinya klaim AS atas Greenland. Klaim ini muncul dari eksplorasi Arktik oleh perwira angkatan laut AS Robert Edwin Peary, yang merupakan orang pertama yang menentukan bahwa Greenland adalah sebuah pulau (1892).
Setelah perjanjian tersebut, pemerintah Denmark pertama kali memutuskan untuk menyelenggarakan referendum pada 14 Desember 1916, yang pertama dalam sejarah Denmark. Mayoritas warga Denmark mendukung penjualan tersebut.
- Baca Juga: Candi yang Penuh Prasasti Angka Tahun
- Baca Juga: Jennifer Lopez dan Ben Affleck Resmi Bercerai
Penduduk pulau-pulau itu tidak ditanyai apa pun. Pada tanggal 31 Maret 1917, pemindahan resmi terjadi dan pulau-pulau tersebut berganti nama menjadi Kepulauan Virgin AS. hay
Berita Trending
- 1 Ditlantas Polda Babel awasi pergerakan kendaraan lintas kabupaten
- 2 Andreeva Kejutkan Iga Swiatek dan Lolos ke Semifinal Dubai Open
- 3 Jangan Beri Ampun Pelaku Penyimpangan Impor. Itu Merugikan Negara. Harus Ditindak!
- 4 Dibalut Budaya Tionghoa, Ini Sinopsis Film Pernikahan Arwah (The Butterfly House)
- 5 Realisasi Anggaran Bekasi Baru 20 Persen
Berita Terkini
-
Bank Mandiri Masuk Daftar Perusahaan Terbaik di Asia Pasifik 2025 Versi TIME
-
18 Tahun Setelah Film Pertama, Will Smith Pastikan I Am Legend 2 Dibuat
-
Kemenag Pastikan Seluruh Kuota Haji Khusus Tahun Ini Sudah Terisi
-
Studio Tour Harry Potter Pertama di Tiongkok akan Dibuka di Shanghai
-
Berselisih dengan Inggris, Apple Hapus Alat Keamanan Data dari Pelanggan