![Demokrasi Pancasila, Melaksanakan Demokrasi dengan Etika dan Moralitas](https://koran-jakarta.com/images/article/demokrasi-pancasila-melaksanakan-demokrasi-dengan-etika-dan-moralitas-240703155736.jpg)
Demokrasi Pancasila, Melaksanakan Demokrasi dengan Etika dan Moralitas
![Demokrasi Pancasila, Melaksanakan Demokrasi dengan Etika dan Moralitas](https://koran-jakarta.com/images/article/demokrasi-pancasila-melaksanakan-demokrasi-dengan-etika-dan-moralitas-240703155736.jpg)
Antonius Benny Susetyo
Moralitas dan Etika
Demokrasi yang sejati harus mengembalikan cita-cita para pendiri bangsa bahwa demokrasi Pancasila harus lebih menggunakan moralitas dan etika dalam berdemokrasi. Etika adalah kepatuhan kepada nilai-nilai yang diajarkan oleh Pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai-nilai ini harus menjadi pedoman yang mempengaruhi cara berpikir, bertindak, bernalar, dan berkehendak, baik bagi para pemegang kekuasaan maupun rakyat.
Rakyat harus menentukan kembali demokrasi yang sejati, bukan demokrasi yang hanya sekadar materialistis. Jika demokrasi hanya dimaknai secara materialistis maka demokrasi tidak lebih dari sekadar mekanisme di mana kekuasaan dan keuangan menentukan siapa yang akan terpilih.
Demokrasi akan jatuh kepada hal-hal yang sifatnya hanya seolah-olah demokrasi. Rakyat berdaulat menentukan kedaulatannya. Demokrasi yang sejati mengutamakan kedaulatan rakyat, bukan kekuasaan atau uang. Dalam sistem demokrasi yang sehat, suara rakyatlah yang paling penting. Kedaulatan rakyat harus menjadi pilar utama dalam setiap proses demokrasi.
Mengembalikan kedaulatan rakyat berarti mengembalikan demokrasi kepada esensi aslinya. Ini berarti menciptakan sistem di mana rakyat dapat berpartisipasi secara aktif dan bebas tanpa adanya tekanan dari kekuatan finansial atau politik yang korup. Ini juga berarti menciptakan lingkungan di mana setiap suara dihargai dan setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya