Deflasi Beruntun Sinyal Ekonomi "Soft Landing"
Bhima Yudisthira Direktur Celios - Kelas menengah yang jumlahnya menyusut membuat demand pull inflation-nya kecil.
JAKARTA - Deflasi yang berlangsung selama empat bulan berturut-turut mulai Mei hingga Agustus 2024 perlu mendapat perhatian serius. Meskipun deflasi sering dianggap sebagai sinyal positif karena harga turun, namun kondisi tersebut menjadi pertanda buruk jika sumber deflasi lebih disebabkan oleh ambruknya permintaan agregat.
Menurut Guru Besar Fakultas Bisnis dan Ekonomi (FBE) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, bila deflasi berasal dari sisi penurunan permintaan maka perlu diwaspadai karena dapat memperburuk kondisi ekonomi, termasuk pertumbuhan output dan lapangan kerja. Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan deflasi Agustus tercatat sebesar 0,03 persen (month-to-month/mtm), lebih rendah dibandingkan deflasi Juli yang mencapai 0,18 persen mtm.
Dalam analisisnya, BPS menyatakan bahwa deflasi kali ini lebih banyak disebabkan oleh sisi penawaran, terutama karena penurunan harga pangan akibat menurunnya biaya produksi. BPS juga menyampaikan kalau kondisi deflasi berturut-turut dalam beberapa bulan merupakan fenomena yang sama terjadi setelah krisis moneter 1998, krisis ekonomi global 2008, dan setelah pandemi Covid-19.
"Jika demikian, kita berharap deflasi ini tidak akan berlangsung lama seperti yang terjadi pada tahun 1999, yang berlangsung tujuh bulan berturut-turut," kata Aloysius. Kendati demikian, ada faktor lain yang perlu diperhatikan, yaitu penurunan daya beli kelas menengah. Deflasi terjadi bersamaan dengan kekhawatiran mengenai anjloknya kelas menengah pascapandemi, dari 57,33 juta pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024.
"Penurunan daya beli kelas menengah ini terlihat dari melambatnya pertumbuhan kredit kendaraan bermotor dan penurunan simpanan di bank," kata Aloysius. Penurunan pendapatan kelas menengah itu disebabkan oleh tidak memadainya penciptaan lapangan kerja yang berkualitas di sektor formal, memaksa banyak orang untuk beralih ke sektor informal yang cenderung memberikan penghasilan lebih rendah. Dia pun menyarankan perlunya upaya menjaga dan memulihkan daya beli kelas menengah yang sering terabaikan dalam kebijakan pemerintah.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya