Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Dari Siapa Filsafat Barat Bermula?

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Filsafat Barat yang logis dan rasional menjadi motor bagi revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi sampai hari ini. Lalu kapan dan siapa yang mengawali cara berpikir dengan akal itu, setelah ribuan tahun bersandar pada mitologi?

Lahir dan meninggal pada 623 SM dan 545 SM, Thales dari Miletus sering dianggap sebagai salah satu filsuf Yunani pertama. Ia tinggal di kota yang berada di Asia kecil atau Turki saat ini, bersama para perantau dari Yunani. Di kota kecil nan subur dan damai itu, orang-orang duduk mengisi waktu dengan berdiskusi.
Di Kota Miletus, Thales mengasah diri dengan berfilsafat. Ia kemudian dinobatkan menjadi filsuf Yunani paling awal yang mencoba untuk menguraikan dunia tanpa mengacu pada mitologi. Pemikirannya filsafatnya meski seringkali salah, masih sangat berpengaruh bahkan hingga hari ini.
Ketika mengungkap alam semesta hampir setiap filsuf pra-Socrates mengikuti pemikirannya. Untuk inilah kemudian banyak ahli mengatakan dasar filsafat Yunani dimulai dengan Thales. Ini diperkuat tulisan berjudul Thales of Miletus and the Birth of Western Philosophy yang ditulis oleh Van Bryan (2013).
Pada zaman Thales hidup, orang-orang di semenanjung Yunani kuno mulai menetap di negara-kota yang mapan. Mereka mengembangkan sistem penghitungan terstruktur, serta menciptakan alfabet. Namun orang-orang pada era mereka baik pria atau wanita, masih hidup menurut kehendak para dewa.
Semua fenomena alam seperti hujan, guntur dan bahkan gempa bumi diyakini sebagai hasil dari dewa yang mudah marah atau temperamental dan kuat. Sementara Thales sebagai individu yang berani, menyimpulkan bahwa alam semesta itu logis, rasional dan bahkan dapat diprediksi.
Di saat penduduk Yunani lainnya berdoa kepada para dewa untuk memperoleh tanaman yang subur dan laut yang damai, ia menyatakan hasil panen tergantung pada kondisi cuaca. Untuk sampai pada banyak pemikiran dan kesimpulan itu, ia mempelajari geometri dan astronomi.
Hasil pengamatannya di bidang astronomi cukup mencengangkan kala itu. Melalui kekuatan pengamatannya, Thales secara akurat dapat memprediksi akan adanya gerhana matahari total. Pada 585 SM, gerhana yang diprediksi benar-benar terjadi.
Bisa dibayangkan apa yang dilakukan orang-orang zaman itu atas kemampuannya memprediksi akan adanya gerhana matahari. Ia dianggap sebagai setengah dewa atau penyihir, karena belum pernah ada manusia yang mampu memprediksi sifat alam semesta yang dianggap tidak menentu.
Bagi Thales, bagaimanapun, gerhana matahari hanya memperkuat keyakinannya bahwa alam semesta berperilaku dengan kecenderungan yang dapat diprediksi. Keyakinannya dalam ketertiban dan alasan memiliki manfaat tambahan, sesuatu yang memisahkannya dari yang lain.

Contoh Cemerlang
Salah satu kritik paling umum terhadap para filsuf adalah bahwa mereka tidak memberikan pengaruh atau solusi untuk masalah sehari-hari. Filsafat sering mengalihkan perhatian dari kondisi duniawi dan tidak berpengaruh dalam hal-hal praktis.
Namun, Thales masih merupakan contoh cemerlang dari seorang pria yang menggunakan filsafat sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang sangat praktis dan menguntungkan. Misalnya, Thales menyimpulkan bahwa panen yang baik adalah karena kondisi cuaca yang menguntungkan, dan bukan hasil dari para dewa. Thales menggunakan pengetahuan ini untuk memprediksi hasil tinggi tanaman buah zaitun dalam satu tahun panen.
Dia membeli sejumlah besar alat pemeras zaitun dengan harga murah di awal musim. Beberapa bulan kemudian, para petani benar-benar bertemu dengan pasokan zaitun yang melimpah. Thales, sebagai pemilik mayoritas mesin pemeras zaitun, dapat menyewakan atau menjual peralatan tersebut dengan harga yang cukup tinggi.
Pria itu mendapat untung besar dan membuktikan bahwa filsafat, pada kenyataannya, dapat membawa kesuksesan dalam bisnis. Dengan berpikir rasional ala filsafat, ia memiliki banyak keberhasilan intelektual dan juga memiliki beberapa ide.
Terpikir oleh Thales bahwa keadaan alam semesta disebabkan oleh sebab-sebab alami. Akibatnya, dia mulai mencoba memahami dunia, tetapi pertama-tama, yang dibutuhkan adalah prinsip asli semesta untuk bekerja.
Jadi pertanyaan yang diajukan adalah ini, 'apa bahan dasar kosmos?' Dia percaya pasti ada sejenis penyebut umum yang dapat secara akurat menyusun semua materi. Tentunya ada suatu zat pertama yang darinya semua bahan lainnya berasal.
Bagi Thales penyusun alam semesta adalah air. Gagasan ini, bahwa seluruh alam semesta terdiri dari satu elemen fundamental, dikenal sebagai Monoisme. Ini adalah cabang metafisika yang sangat populer di Yunani kuno, dan memang, banyak pengikut Thales akan membangun gagasannya bahwa alam semesta terdiri dari satu zat penting.
Tidak sulit membayangkan mengapa Thales menarik kesimpulan bahwa segala sesuatunya terbuat dari air. Dia percaya bahwa bahan dasar alam semesta pastilah sesuatu yang darinya semua kehidupan dapat terbentuk. Itu akan menjadi bahan yang diperlukan untuk menopang kehidupan. Selain itu, itu harus menjadi zat yang mampu bergerak dan berubah. Air memenuhi semua kriteria ini. hay/I-1

Terinspirasi dari Mesir dan Babilonia

Bagaimana Thales pertama kali melahirkan filsafatnya meninggalkan mitologi yang berkembang saat itu. Siapa yang memberinya inspirasi termasuk dalam bidang matematika, astronomi, dan lainnya.
Menurut Richard McKirahan dalam bukunya yang berjudul Presocratic Philosophy dan Christopher Shields dalam bukunya yang berjudul The Blackwell Guide to Ancient Philosophy, menyatakan Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke Mesir. Di sana ia mempelajari ilmu ukur dan membawanya ke Yunani.
Ia dikatakan dapat mengukur piramida dari bayangannya saja. Selain itu, ia juga dapat mengukur jauhnya kapal di laut dari pantai. Kemudian Thales menjadi terkenal setelah berhasil memprediksi terjadinya gerhana matahari pada tanggal 28 Mei 585 SM.
Thales dapat melakukan prediksi tersebut karena ia mempelajari catatan-catatan astronomi yang tersimpan di Babilonia sejak 747 SM. Pada peradaban kuno ahli astronomi bangsa Babilonia telah lama dikenal unggul. Bahkan penanggalan telah ada pada 3.000 SM.
Sarjana George GM James, menyatakan Thales mengembangkan ide-idenya dari orang Mesir. Menurut dia, Thales mengambil gagasan air sebagai prinsip pertama dunia langsung dari agama Mesir yang menyatakan bahwa Bumi muncul dari lautan kekacauan primordial.
Namun mayoritas sarjana Barat menolak klaim pengaruh Mesir dan Babilonia terhadap Thales. Mereka bersikeras bahwa pemikiran Thales benar-benar asli dan berasal dari paradigma Yunani kuno tentang alam semesta dan ini telah menginformasikan interpretasi standar tentang asal usul filsafat Yunani, tetapi interpretasi ini mungkin salah.
Bagaimanapun dia sampai pada kesimpulannya air sebagai asal mula penciptaan dunia. Ia mencatat bahwa air menjadi uap ketika dipanaskan, ketika dipadatkan dengan tanah, menjadi lendir dan, jika cukup dingin, menjadi es. Air, kemudian, adalah bentuk dasar dari realitas yang dapat diamati.
Menurut Aristoteles dan penulis kuno lainnya, Thales dianggap sebagai pemikir orisinal karena 'teori airnya' tidak memiliki hubungan dengan pernyataan mitologi Yunani. Mitos yang berkembang menyatakan para dewa menciptakan Bumi, termasuk unsur air.
Bagi Thales filsafat harus ada alasan praktis, dapat dibuktikan, dan logis mengapa sesuatu terjadi. Sedangkan pandangan terhadap kekuatan para dewa-dewi tidak berkaitan dengan fenomena yang dapat diamati. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top